Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Ketua LRPPN Banyuwangi Bantah Tuduhan Penganiayaan pada Klien Rehabilitasi yang Meninggal

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

BANYUWANGI, Jurnalnews – Muhamad Hikhsan, Ketua Lembaga Rehabilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika Bhayangkara Indonesia (LRPPN – BI) Banyuwangi, membantah komentar salah satu lembaga swadaya masyarakat terkait dugaan kejanggalan dalam meninggalnya seorang klien yang tengah menjalani rehabilitasi di lembaganya.

Tuduhan tersebut mencakup indikasi penganiayaan dan pelanggaran prosedur operasional standar (SOP) dalam penjemputan warga rehabilitasi, yang disebutkan sampai diikat dengan tali borgol.

Menanggapi tuduhan tersebut, Muhamad Hikhsan menegaskan bahwa semua klaim yang diajukan lembaga swadaya masyarakat tersebut tidak memiliki dasar yang benar. Menurutnya, klien yang dimaksud, Mohamad Irfan, meninggal dunia di RSUD Blambangan karena penyakit dalam, sejalan dengan diagnosa yang diterima dari pihak rumah sakit.

“Almarhum Mohamad Irfan meninggal di RSUD Blambangan, yang terindikasi disebabkan oleh salah satu penyakit dalam, yang sebelumnya juga kami rujuk ke rumah sakit Fatimah Banyuwangi,” ungkap Hikhsan.

Hikhsan menegaskan bahwa pihak LRPPN – BI Banyuwangi selalu berkomitmen untuk menjalankan proses rehabilitasi dengan mematuhi aturan dan prosedur yang berlaku.

Dia mengundang pihak lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat umum untuk bersama-sama mendukung dan memahami upaya mereka dalam membantu warga yang sedang dalam proses rehabilitasi.

Ketegangan antara pihak LRPPN – BI Banyuwangi dan lembaga swadaya masyarakat terus berkembang, dan diharapkan investigasi lebih lanjut dapat membawa kejelasan mengenai kejadian ini.

Menurut Hiksan pihak lembaga sangat peduli terhadap kliennya itu terbukti semua biaya perawatan semenjak dirumah sakit ditanggungnya, bahkan pihak keluarga mendapat santunan dari lembaga.

“Karena almarhum adalah klien kami, kami beritikad baik membiayai semua biaya rumah sakit, bahkan kami pun memberikan santunan pada keluarga almarhum, itu bentuk empati kami pada keluarga. Dan perlu diketahui bahwa atas meninggalnya Mohamad Irfan ini pihak keluarga tidak ada sedikitpun menyalahkan kami terbukti dengan sebuah surat pernyataan yang ditandatangani mengetahui Kepala Desa.” Imbuhnya.

Hiksan juga menegaskan bahwa pihak keluarga tidak menuntut apapun,“ Perdamaian itu didasari kekeluargaan dan musyawarah mufakat dan pihak keluarga tidak menuntut secara hukum.” Tegas Hiksan.

Hiksan juga memberikan penjelasan mengenai proses penjemputan Mohamad Irfan di kediamannya di Kecamatan Glenmore, yang pada saat itu tangan korban di ikat menggunakan tali borgol. Menurutnya, hal tersebut merupakan skenario yang telah disepakati dengan keluarga.

“Sebelum melakukan penjemputan klien, kami telah berdiskusi secara bersama-sama dengan pihak keluarga. Pada kenyataannya, penggunaan tali borgol merupakan bagian dari skenario yang diinginkan oleh keluarga. Tujuannya adalah agar almarhum Mohamad Irfan percaya bahwa keluarganya tidak akan melaporkan atau menyalahkan pihak keluarga. Keputusan ini telah disetujui secara bersama-sama,” pungkasnya.

Berkaitan dengan isu yang disengaja oleh oknum LSM, Hiksan, melalui Penasehat Hukum LRPPN-BI, Agus Dwi Hariyanto, SH, MH, menegaskan bahwa langkah hukum akan diambil untuk menanggapi sangkaan yang tidak benar tersebut.

“Kami, sebagai perwakilan dari penasehat hukum LRPPN-BI, pastinya akan mengambil langkah hukum. Isu, sangkaan, dan tuduhan yang disengaja terhadap lembaga kami adalah tidak benar dan merupakan kabar hoax. Oleh karena itu, kami akan mengambil langkah hukum,” ujar Agus Dwi Hariyanto.

Ditambahkannya, lembaga panti rehabilitasi menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Pasal 5 ayat 1 hingga 4 menjelaskan bahwa rehabilitasi sosial dapat dilaksanakan secara persuasif, motivatif, dan koersif, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, maupun panti sosial.

“Rehabilitasi sosial yang dilaksanakan secara koersif sebagaimana diatur dalam ayat (1) adalah tindakan pemaksaan yang dilakukan dalam proses rehabilitasi sosial,” jelas Agus Dwi Hariyanto. (Red/JN).