Perkembangan penyelidikan tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di perairan Banyuwangi terus bergulir. Kapal yang tenggelam tersebut diketahui telah berusia 15 tahun. Namun demikian, faktor usia bukanlah penentu utama laik tidaknya sebuah kapal untuk berlayar.
Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono menegaskan, usia kapal bukan faktor penentu kelaikan.
“Ada kapal yang lebih tua dari itu tapi bila pemeliharaannya baik juga pasti akan laik melaut,” katanya.
KNKT dalam waktu dekat berencana menggelar pemeriksaan lebih lengkap terkait dokumen dan kelaikan kapal bersama PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI). Badan inilah yang memiliki kewenangan penuh mengklasifikasikan dan menerbitkan sertifikat laik laut bagi kapal-kapal yang beroperasi di Indonesia.
Pakar Transportasi Laut ITS, Dr. Ing. Ir. Setyo Nugroho mengungkapkan, kunci penyebab kecelakaan KMP Tunu Pratama Jaya bisa diketahui dari hasil penilaian badan tersebut.
“Sebuah kapal layak atau tidak, itu ditentukan oleh hasil survei atau penilaian Biro Klasifikasi Indonesia (BKI). Bisa dilihat dari sertifikatnya,” ujar Yoyok, sapaan akrabnya, Senin (7/7/2025).
Menurut Yoyok, setidaknya ada tiga faktor penyebab kecelakaan KMP Tunu.
“Faktor pertama, yaitu kondisi kapal yang tidak baik. Kedua, pemuatan yang tidak baik, dan (ketiga) kru kapal yang lalai dan seterusnya. Fenomena ini disebut ‘Keju Swiss’,” jelasnya.
Sebelumnya, Yoyok juga menduga kuat bahwa insiden tersebut dipicu oleh kelalaian manusia atau human error, yang selama ini menjadi penyumbang terbesar kecelakaan kapal di Indonesia.
“Kecelakaan pada kapal tersebut terjadi tidak hanya karena faktor alam, namun juga karena kelalaian manusia. Hampir 90 persen kecelakaan kapal terjadi karena kelalaian manusia,” tegasnya.
Ia menambahkan, kurangnya pemeliharaan mesin kapal serta ketidaktepatan dalam perhitungan stabilitas muatan juga kerap memicu kecelakaan. Dari faktor human error itu, 80 persennya terjadi akibat muatan yang tidak ditangani dengan benar.
Lebih lanjut, Yoyok menjelaskan bahwa kecelakaan yang dialami KMP Tunu terjadi akibat sejumlah faktor yang bersamaan. Mulai cuaca buruk, operasional kapal yang tidak sesuai prosedur, hingga kondisi mesin yang kurang terawat – semuanya menjadi kombinasi pemicu risiko tinggi.
“Hal ini menunjukkan bahwa keselamatan pelayaran di Indonesia perlu menjadi perhatian serius. Maka pentingnya dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap standar operasional pelayaran. Di antaranya adalah prosedur pemuatan, perawatan kapal, hingga pengelolaan navigasi,” pungkasnya.

(hil/hil)