BANYUWANGI, KOMPAS.com – Seorang petani asal Kecamatan Srono, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, bernama Samsul Ma’ruf duduk tenang di pelataran Pendopo Sabha Swagata Blambangan, Senin (22/9/2025).
Penampilannya sederhana, rambutnya telah memutih namun ditutup topi hitam yang warnanya mulai pudar. Garis di wajahnya begitu tegas, menggambarkan kerasnya perjuangan hidup yang telah dilewati.
Meski begitu, pria 50 tahun tersebut cukup ramah. Dia dengan senang berbagi kisah hidupnya, bagaimana ia yang lelah berprofesi sebagai petani kecil dengan pendapatan tak pasti, kini sukses sebagai peternak kambing.
Baca juga: Bupati Banyuwangi Lantik Pejabat di Tempat Pengolahan Sampah, Ini Pesannya
“Petani itu penghasilannya tiga bulan sekali, itu pun tidak selalu untung, seringnya rugi,” kata Samsul.
Tak ingin berpasrah pada keadaan, ia mulai mencari cara untuk dapat menghidupi istri dan dua anaknya, terlebih anak-anaknya juga beranjak besar dan harus mendapatkan pendidikan yang layak.
Baca juga: Melihat Simpul Persaudaraan di Sekolah Rakyat Banyuwangi, Saat Pelukan Suci Tenangkan Naura…
Tahun 2005, Samsul memulai perjalanannya. Bermodal Rp 900.000, ia membeli tiga ekor kambing, terdiri dari satu indukan dan dua anak kambing.
Karena nekat, ia mempelajari semuanya dengan otodidak. Dia berkeyakinan bahwa niat baik berjuang untuk kehidupan keluarga, perjuangannya akan membuahkan hasil.
Samsul tak menampik banyak kesulitan yang dihadapi, terutama pada awal merintis usaha sebagai peternak. Namun ia enggan menyerah pada keadaan.
“Kita bekerja tidak usah mengeluh dulu, kita rasakan setahun dua tahun. Kalau memang tidak ada hasil kita tinggalkan,” tuturnya.
Peternakan kambing yang digeluti Samsul berkembang pesat. Jumlah kambingnya terus meningkat setiap tahunnya bahkan pernah menyentuh angka 50 ekor.
Namun, Samsul enggan pelit ilmu. Ia membagikan pengalamannya ke teman, saudara dan tetangganya dan mengajak mereka untuk beternak juga mengikuti jalan yang diambilnya.
Awalnya, tetangga sekitar beternak sendiri-sendiri, dan Samsul berinisiatif untuk menciptakan kelompok peternak di wilayahnya.
Page 2
Sebelumnya, Samsul membentuk kelompok Sumber Makmur beranggotakan 10 orang, lalu bubar dan membentuk kembali kelompok bernama Al Hikmah dengan jumlah anggota saat ini 20 orang.
“Saya bilang “ayo kita geluti”, bisa mencontoh saya yang dulunya bertani, bisa kuliahkan anak,” tuturnya.
Anaknya berkuliah di Politeknik Negeri Banyuwangi jurusan teknik. Kini telah lulus dan bekerja sebagai guru, profesi yang menjadi kebanggaan bagi Samsul.
Ia ingat bagaimana usaha ternak kambingnya sangat membantu keperluan pendidikan anaknya.
“Anak SMA jual kambing untuk bayar kebutuhan sekolah. Ingin beli sepeda jual kambing. Kuliah bayar UKT juga jual kambing,” urainya.
Baca juga: Cara Seniman Sentuh Hati Siswa Sekolah Rakyat Banyuwangi lewat Pertunjukan Wayang
Perjuangan kelompok Al Hikmah yang didirikan Samsul yang menginspirasi kemudian dilirik oleh Badan Zakat Nasional (Baznas) dengan menggelontorkan ratusan kambing kepada kelompok tersebut.
Tak hanya kambing, Baznas juga memberikan kandang kayu beserta pakan jadi untuk kebutuhan selama sebulan. Kambing-kambing bantuan tersebut dibagi ke masing-masing anggota untuk dikembangkan.
“Alhamdulillah semakin semangat beternak, karena bantuan paket lengkap,” ucapnya.
Dia berharap bantuan tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat sekitarnya, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup mereka serta menjadi peluang agar generasi muda di desanya dapat meraih pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Sementara untuk para anak muda, Samsul berpesan agar mereka tak mudah menyerah dalam menghadapi setiap tantangan kehidupan.
“Untuk anak muda jangan patah semangat, kita geluti dulu, kita berusaha. Selalu yakin bahwa kegagalan adalah awal dari kesuksesan,” pesannya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini