RADAR BANYUWANGI – Pengurus Besar PGRI kubu Teguh Sumarno dkk angkat bicara terkait keluarnya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) yang dikeluarkan Bareskrim Polri atas terlapor Teguh Sumarno.
Melalui anggota LKBH PB BGRI Dr Sugiono Eksantoso menegaskan apa yang dilakukan Teguh Sumarno sudah benar dan tidak menabrak AD/ART.
”Pak Teguh mampu melaksanakan AD/ART. Beliau tidak menabrak aturan. Buktinya kepengurusan PGRI di seluruh Indonesia ada kok. Mulai Papua, Kalimantan, Banten. Pokoknya ada semua,” tegas Sugiono yang juga sebagai ketua PGRI Kabupaten Bondowoso.
Baca Juga: Terkait Konflik PGRI, Bareskrim Keluarkan SPDP Kasus Pemalsuan Surat Atas Nama Terlapor Teguh Sumarno
Terkait SPDP yang diterbitkan Bareskrim Polri, kata Sugiono, sedang dihentikan karena masalah PGRI sedang berproses di tingkat kasasi. Pihaknya sudah melakukan klarifikasi ke Bareskrim dua hari lalu.
”Ternyata betul, proses penyidikan dihentikan sambil menunggu proses kasasi. Setelah kasasi silakan dilanjutkan,” tegas Sugiono yang pernah menjabat sebagai kepala Cabang Dinas Pendidikan Jatim di Bondowoso itu.
Untuk mengawal masalah PGRI, Sugiono mengaku sudah mendapatkan surat kuasa dari Ketua Umum PGRI Teguh Sumarno dengan nomor surat 047/Tgs/PB/XXIII/2025.
Menurut Sugiono, terkait masalah PGRI, Teguh Sumarno yang sah karena memiliki SK kepengurusan dari Menkumham pada tanggal 13 November Tahun 2023.
”Baru kemudian Unifah (Prof Dr Unifah Rosyidi MPd, Red) mengurus SK AHU tanggal 18 November. Tapi ingat itu hari Sabtu, kantor libur. Seninnya keluar lagi SK AHU tanggal 20 November. Setelah itu berperkara di pengadilan. Alhamdulillah, kemudian PTUN nomor 397/B/2024/PT.TUN.JKT. menghasilkan kemenangan Pak Teguh. Karena kalah Unifah melawan lagi dengan melajukan kasasi,” ungkap Sugiono.
Sementara itu, Albert H. Siagian selaku pengacara PB PGRI Teguh Sumarno mengatakan, munculnya SPDP yang dikeluarkan oleh pihak kepolisian tidak secara otomatis menjadikan seseorang menjadi tersangka dalam suatu kasus hukum.
”Menurut pakar hukum pidana Prof Dr Andi Santoso SH MH, dalam sebuah diskusi hukum yang diadakan di Jakarta, SPDP adalah sebuah mekanisme administratif yang berfungsi untuk memberitahukan kepada pihak kejaksaan bahwa penyidikan atas suatu perkara telah dimulai. Namun, hal tersebut tidak berarti bahwa orang namanya tercantum dalam SPDP otomatis berstatus sebagai tersangka,” ungkap Albert dalam rilis yang ditujukan kepada Jawa Pos Radar Banyuwangi, Sabtu (8/3).
Menurut Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Nomor 10 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Permenkumham Nomor 3 Tahun 2016 Pasal 12 dan Pasal 22 (4) huruf e tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perkumpulan, disebutkan bahwa salah satu persyaratan yang harus dipenuhi adalah surat pernyataan tidak sedang dalam sengketa kepengurusan atau dalam perkara di pengadilan.
”Oleh karenanya, SK AHU 8 Maret 2024 Prof Dr Unifah Rosyidi MPd, diduga telah melanggar peraturan perundang-undangan tersebut, karena berdasarkan fakta hukum, PB PGRI sedang bersengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) tersebut hingga sampai dengan berita ini dirilis,” kata Albert.
Diberitakan sebelumnya, babak baru konflik kepengurusan PB PGRI kembali bergulir.
Page 2
Yang terbaru, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri telah mengeluarkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) atas terlapor Teguh Sumarno dkk.
SPDP tersebut ditujukan kepada Jampidum Kejaksaan Agung. Pelapor perkara ini, yakni Maharani Siti Shopia dari LKBH PB PGRI, juga menerima tembusan.
Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan tersebut ditandatangani oleh Dittipidum Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro tertanggal 19 Februari 2025.
Isi SPDP tersebut memberitahukan kepada terlapor, yaitu Teguh Sumarno, bahwa pada hari Rabu (19/3) telah dimulai penyidikan dugaan tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana dimaksud dengan Pasal 263 KUHP oleh penyidik Subdit III Dittipidum Bareskrim.
Penanganan perkara tersebut sesuai laporan nomor LP/B/354/X/2023/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 6 November 2023 atas nama pelapor Maharani Siti Shopia.
Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) PB PGRI Maharani Siti Shopia mengaku telah mengetahui terbitnya SPDP atas terlapor Teguh Sumarno.
Dia mengatakan, setelah melakukan pemeriksaan terhadap 39 saksi fakta dan 4 saksi ahli, akhirnya Bareskrim Mabes Polri menyatakan adanya bukti yang cukup terkait tindak pidana pemalsuan surat yang mengatasnamakan ketua umum PGRI dan sekretaris jenderal PB PGRI. (aif/c1)
Page 3
RADAR BANYUWANGI – Pengurus Besar PGRI kubu Teguh Sumarno dkk angkat bicara terkait keluarnya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) yang dikeluarkan Bareskrim Polri atas terlapor Teguh Sumarno.
Melalui anggota LKBH PB BGRI Dr Sugiono Eksantoso menegaskan apa yang dilakukan Teguh Sumarno sudah benar dan tidak menabrak AD/ART.
”Pak Teguh mampu melaksanakan AD/ART. Beliau tidak menabrak aturan. Buktinya kepengurusan PGRI di seluruh Indonesia ada kok. Mulai Papua, Kalimantan, Banten. Pokoknya ada semua,” tegas Sugiono yang juga sebagai ketua PGRI Kabupaten Bondowoso.
Baca Juga: Terkait Konflik PGRI, Bareskrim Keluarkan SPDP Kasus Pemalsuan Surat Atas Nama Terlapor Teguh Sumarno
Terkait SPDP yang diterbitkan Bareskrim Polri, kata Sugiono, sedang dihentikan karena masalah PGRI sedang berproses di tingkat kasasi. Pihaknya sudah melakukan klarifikasi ke Bareskrim dua hari lalu.
”Ternyata betul, proses penyidikan dihentikan sambil menunggu proses kasasi. Setelah kasasi silakan dilanjutkan,” tegas Sugiono yang pernah menjabat sebagai kepala Cabang Dinas Pendidikan Jatim di Bondowoso itu.
Untuk mengawal masalah PGRI, Sugiono mengaku sudah mendapatkan surat kuasa dari Ketua Umum PGRI Teguh Sumarno dengan nomor surat 047/Tgs/PB/XXIII/2025.
Menurut Sugiono, terkait masalah PGRI, Teguh Sumarno yang sah karena memiliki SK kepengurusan dari Menkumham pada tanggal 13 November Tahun 2023.
”Baru kemudian Unifah (Prof Dr Unifah Rosyidi MPd, Red) mengurus SK AHU tanggal 18 November. Tapi ingat itu hari Sabtu, kantor libur. Seninnya keluar lagi SK AHU tanggal 20 November. Setelah itu berperkara di pengadilan. Alhamdulillah, kemudian PTUN nomor 397/B/2024/PT.TUN.JKT. menghasilkan kemenangan Pak Teguh. Karena kalah Unifah melawan lagi dengan melajukan kasasi,” ungkap Sugiono.
Sementara itu, Albert H. Siagian selaku pengacara PB PGRI Teguh Sumarno mengatakan, munculnya SPDP yang dikeluarkan oleh pihak kepolisian tidak secara otomatis menjadikan seseorang menjadi tersangka dalam suatu kasus hukum.
”Menurut pakar hukum pidana Prof Dr Andi Santoso SH MH, dalam sebuah diskusi hukum yang diadakan di Jakarta, SPDP adalah sebuah mekanisme administratif yang berfungsi untuk memberitahukan kepada pihak kejaksaan bahwa penyidikan atas suatu perkara telah dimulai. Namun, hal tersebut tidak berarti bahwa orang namanya tercantum dalam SPDP otomatis berstatus sebagai tersangka,” ungkap Albert dalam rilis yang ditujukan kepada Jawa Pos Radar Banyuwangi, Sabtu (8/3).
Menurut Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Nomor 10 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Permenkumham Nomor 3 Tahun 2016 Pasal 12 dan Pasal 22 (4) huruf e tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perkumpulan, disebutkan bahwa salah satu persyaratan yang harus dipenuhi adalah surat pernyataan tidak sedang dalam sengketa kepengurusan atau dalam perkara di pengadilan.
”Oleh karenanya, SK AHU 8 Maret 2024 Prof Dr Unifah Rosyidi MPd, diduga telah melanggar peraturan perundang-undangan tersebut, karena berdasarkan fakta hukum, PB PGRI sedang bersengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) tersebut hingga sampai dengan berita ini dirilis,” kata Albert.
Diberitakan sebelumnya, babak baru konflik kepengurusan PB PGRI kembali bergulir.