Lumajang, Jurnalnews – Bantengan adalah sebuah bentuk pelestarian budaya yang sangat penting di Desa Argosari, yang dilakukan oleh Mahasiswa Pengabdian Masyarakat oleh Mahasiswa (PMM) Kelompok 58 Gelombang 2 Universitas Muhammadiyah Malang yang berisikian 5 orang yaitu Dicky, Hilma, Rizka, Fiza, Adel dan Dosen Pembimbing Lapang (DPL) M. Zul Mazwan , S.P., M. Sc yang bekerja sama dengan Bpk Jafar, Bpk Rony, dan Mas Agung selaku penggerak Gubuk Baca Panji Isor Klengkeng, Senin (26/08/24)
Dengan melalui anak-anak sebagai bagian dari upaya menjaga tradisi dan nilai-nilai leluhur. Sebagai salah satu bentuk kegiatan budaya, bantengan melibatkan berbagai aspek seni dan ritual yang khas, yang bertujuan untuk menghubungkan generasi muda dengan warisan budaya mereka.
“Tradisi ini melibatkan anak-anak dalam berbagai kegiatan yang tidak hanya menghibur, tetapi juga mendidik mereka tentang sejarah dan nilai-nilai budaya desa. Melalui pelestarian bantengan, anak- anak belajar mengenai ritual-ritual tradisional, cara-cara khusus dalam mempersiapkan, serta pentingnya adat istiadat dalam kehidupan sehari-hari. Mereka terlibat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan penyampaian nilai-nilai budaya, sehingga tradisi ini tetap hidup dan relevan, “kata Dicky salah satu mahasiswa anggota PMM.
Beliau juga menambahkan bahwa pelestarian bantengan dilakukan dengan cara melibatkan anak-anak dalam berbagai latihan, festival, dan perayaan. Mereka tidak hanya berpartisipasi sebagai peserta, tetapi juga sebagai penggerak utama dalam menjaga agar tradisi ini tetap ada. Kegiatan ini biasanya melibatkan pelatihan tentang cara-cara tradisional, penggunaan kostum adat, yang semuanya membantu mereka memahami dan menghargai warisan budaya mereka.
Selain itu, bantengan juga berfungsi sebagai alat pendidikan dan sosialisasi. Anak-anak diajarkan untuk menghargai sejarah dan kebudayaan desa mereka, yang pada gilirannya membentuk rasa
Identitas dan kebanggaan terhadap budaya lokal. Dengan cara ini, bantengan bukan hanya sebuah ritual, tetapi juga sarana untuk mempererat hubungan sosial dan memelihara rasa persatuan di antara anggota komunitas.
“Upaya pelestarian ini dilakukan secara konsisten dan melibatkan semua lapisan masyarakat, dari generasi tua hingga muda. Orang tua dan tokoh masyarakat berperan penting dalam membimbing dan memberikan pengetahuan kepada anak-anak, memastikan bahwa nilai-nilai dan tradisi tidak hilang seiring berjalannya waktu, “pungkasnya.
Melalui bantengan, Desa Argosari berhasil menjaga dan meneruskan warisan budaya mereka dengan cara yang berarti dan berkelanjutan. Anak-anak desa, sebagai pelaku utama dalam pelestarian ini, memastikan bahwa budaya mereka tetap hidup dan dihargai oleh generasi yang akan datang.(Tim)