Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan telah menjadi pilar utama dalam memberikan akses layanan kesehatan bagi jutaan penduduk Indonesia. Dengan cakupan yang luas, JKN berupaya menjamin kesehatan masyarakat dari berbagai lapisan.
Namun, tak sedikit peserta yang belum sepenuhnya memahami jenis-jenis kasus atau pelayanan kesehatan yang tidak dijamin JKN. Pemahaman yang komprehensif mengenai hal ini sangat krusial, dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) memegang peran vital dalam memberikan edukasi agar tidak terjadi kesalahpahaman di kemudian hari.
Salah satu isu yang kerap menimbulkan pertanyaan dan kesalahpahaman di masyarakat adalah mengenai rujukan atas permintaan pasien sendiri (APS) yang tidak disertai indikasi medis kuat.
Menurut dr. Siti Aminah, seorang dokter praktik perorangan di Kabupaten Situbondo, kasus seperti ini cukup sering ditemui. Banyak pasien yang ingin dirujuk ke rumah sakit atau dokter spesialis tertentu semata-mata karena keinginan pribadi. Bukan karena kondisi medisnya memang memerlukan penanganan lanjutan. Ia menegaskan, dalam kasus seperti ini, di mana dokter di FKTP menilai bahwa kondisi pasien masih bisa ditangani di FKTP atau tidak memerlukan rujukan segera berdasarkan standar medis yang berlaku.
“Maka rujukan tersebut tidak akan dijamin oleh JKN,” jelas dr. Siti Aminah, Kamis, 19 Juni 2025.
Siti Aminah menambahkan, esensi dari JKN adalah memberikan pelayanan kesehatan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan medis pasien berdasarkan diagnosis dan indikasi yang jelas. Sistem rujukan berjenjang yang diterapkan BPJS Kesehatan untuk memastikan efisiensi pelayanan, optimalisasi pemanfaatan fasilitas kesehatan, serta memastikan pasien mendapatkan penanganan yang tepat sesuai dengan tingkat keparahannya.
Ia mengimbau masyarakat untuk selalu berkonsultasi dengan dokter di FKTP terlebih dahulu jika merasa membutuhkan pelayanan kesehatan. Dokter di FKTP akan melakukan pemeriksaan awal secara menyeluruh dan menentukan apakah memang diperlukan rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan atau tidak.
“Ini demi memastikan pelayanan yang didapat sesuai dengan ketentuan JKN dan yang terpenting, sesuai dengan kebutuhan medis pasien,” ujarnya.
Baca Juga
Dalam kesempatan terpisah, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Banyuwangi, Titus Sri Hardianto, menyampaikan pentingnya pemahaman batasan dan prosedur JKN. Dengan pengetahuan yang memadai, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan program ini secara optimal dan menghindari kesalahpahaman di kemudian hari.
“BPJS Kesehatan berkomitmen untuk terus meningkatkan pemahaman peserta JKN. Kami rutin melakukan sosialisasi, baik melalui tatap muka langsung maupun non-tatap muka, seperti melalui media daring atau platform digital,” ujar Titus.
Titus menegaskan, berbagai inovasi BPJS Kesehatan dihadirkan untuk memudahkan peserta mendapatkan informasi dan konsultasi. Selain pemeriksaan kesehatan secara langsung, peserta JKN juga bisa memanfaatkan aplikasi Mobile JKN untuk dapat melakukan konsultasi dengan dokter yang bertugas di FKTP terdaftarnya.
Dia menyebut, semakin banyak kemudahan digitalisasi yang dihadirkan. Misalnya melalui aplikasi Mobile JKN ada menu telehealth. Melalui menu ini peserta JKN bisa langsung chat dengan dokternya untuk menanyakan dan menyampaikan keluhan-keluhannya dari mana saja, kapan saja.
“Fitur telehealth ini menjadi solusi praktis, terutama bagi peserta yang memiliki keterbatasan waktu atau akses geografis untuk datang langsung ke FKTP,” jelas Titus.
Pemahaman akan batasan-batasan layanan ini bukan untuk membatasi hak pasien. Melainkan untuk memastikan keberlanjutan program JKN dan pemanfaatan sumber daya kesehatan yang efektif. Dengan memahami dan mematuhi prosedur yang ada, seluruh pihak dapat berkontribusi pada pelayanan kesehatan yang lebih baik dan berkelanjutan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
BPJS Kesehatan dan FKTP akan terus bersinergi dalam mengedukasi masyarakat, memastikan setiap peserta JKN mendapatkan pelayanan yang optimal sesuai indikasi medis dan peraturan yang berlaku.