Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Minta Kaji Ulang NJOP

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

mintaBANYUWANGI – Asosiasi Kepala Desa Kabupaten Banyuwangi (Askab) mendesak penyesuaian nilai jual objek pajak (NJOP) tahun 2014 dikaji ulang. Mereka mendesak dilibatkan dalam proses pengkajian NJOP. Setelah dikaji, penyesuaian NJOP tersebut bisa dilaksanakan tahun depan. Ketua Askab Banyuwangi, Agus Tarmidi mengatakan, penyesuaian NJOP yang nilainya berkisar antara 100 persen sampai 300 persen itu belum disosialisasikan kepada masyarakat.

Selain itu, para kades yang notabene lebih tahu “peta” lapangan tidak di libatkan dalam perencanaan penyesuaian NJOP tersebut. “Kalau di paksa dilaksanakan tahun ini, saya tidak yakin sukses. Karena dengan NJOP yang lama saja, tidak semua desa sukses menarik pajak bumi dan bangunan (PBB),” ujarnya usai mengikuti sosialisasi penyesuaian NJOP di aula Rempeg Jogopati kantor Pemkab Banyuwangi kemarin (10/2).

Tarmidi menambahkan, berdasar hasil pertemuan seluruh pengurus Askab Sabtu lalu (8/2), para anggota asosiasi kades se-Banyuwangi itu menolak penyesuaian NJOP diberlakukan tahun 2014. Dia menambahkan, Askab mendesak dilibatkan dalam menentukan berapa besaran penyesuaian NJOP. “Penyesuaian NJOP tanah di wilayah industri dan di daerah ter pencil jangan disamakan. Begitu juga NJOP tanah di jalan protokol dan bukan jalan pro tokol jangan disamakan,” desaknya.

Agus mengaku, pada dasarnya pihaknya welcome dengan penyesuaian NJOP yang dilakukan Pem kab Banyuwangi. Sebab, penyesuaian NJOP itu akan berdampak pada peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pajak bumi dan bangunan (PBB). Terlebih, sepuluh persen pendapatan pajak dan retribusi akan dikembalikan ke desa. “Kalau sisi (peningkatan PAD) itu positif. Tetapi, persoalan teknis perlu dikaji ulang. Alhamdulillah pemkab siap ketemu dan dikaji bersama (Askab).

Kalau siap mengkaji bersama, berarti jika dilaksanakan tahun ini terlalu terburu-buru. Butuh waktu untuk mengkaji dan perlu sosialisasi ke desa-desa,” paparnya. Dikonfirmasi terpisah, Asisten Sekkab bidang Administrasi Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat (Asmin Kesra) Pemkab Banyuwangi, Wiyono mengatakan, pihaknya tidak merasa para kades menolak kebijakan penyesuaian NJOP tersebut.

Menurut Wiyono, para kades berharap ada harmonisasi antara pemkab yang memiliki kewenangan menentukan kebijakan dengan desa yang punya kewajiban melak sanakan kebijakan tersebut. Wiyono menambahkan, setiap kebijakan memang kerap di awali penolakan karena masyarakat curiga, cemburu, atau belum memahami ke bi jakan tersebut. Tetapi, selanjutnya masyarakat akan ter biasa. Setelah itu, mereka menganggap kebijakan tersebut sebagai sesuatu yang wajar.

“Selanjutnya, masyarakat akan melaksanakan kebijakan tersebut,” tuturnya didampingi Kepala Dinas Pendapatan (Dispenda) Banyuwangi, Suyanto Waspo Tondo Wicaksono. Dijelaskan, secara teknis, sebenarnya sudah ada perbedaan an tara penyesuaian NJOP ta nah produktif, tanah tidak produktif, tanah yang berlokasi di jalan protokol, dan tanah di wilayah terpencil. Meski begitu, pemkab siap melakukan harmonisasi dengan para kades.

“Kami akan menempuh upaya harmonisasi. Hasilnya kitatung gu saja,” jelas Wiyono. Masih menurut Wiyono, jika ber dasar kajian ditemukan bahwa penyesuaian NJOP di suatu kawasan tidak wajar, maka bisa ditinjau ulang khusus di wilayah tersebut. “Tetapi, tidakharus meninjau ulang peraturan bupati (perbup)-nya,” terangnya. Lebih jauh dikatakan, NJOP atas tanah dan bangunan di Ba nyuwangi sudah sepuluh ta hun lebih tidak disesuaikan.

Karena itu, terjadi ketimpangan yang cukup mencolok antarakondisi (harga tanah) riil di lapangan dan NJOP yang berlaku saat ini. “Sekali lagi kami tidak merasa para kades menolak. Mereka sendiri masih merumuskan usul agar perbup (tentang penyesuaian NJOP) tetap dilaksanakan. Teguh dalam prinsip dan luwes dalam pelaksanaan; prinsipnya perbup tersebut, penerapannya dijabarkan melalui keputusan bupati,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Pemkab Banyuwangi segera menyesuaikan klasifikasi NJOP di seantero Bumi Blambangan. Penyesuaian itu dilakukan setelah NJOP kali terakhir disesuaikan sebelas tahun silam, tepatnya tahun 2003. Sementara itu, kenyataan di lapangan, harga jual tanah di kabupaten berjuluk Sunrise of Java ini terus meningkat dari waktu ke waktu. Kepala Dispenda Suyanto Waspotondo Wicaksono mengatakan, dibandingkan harga jual tanah secara riil, klasifikasi NJOP di Banyuwangi sangat ren dah.

Kenyataan tersebut di ketahui berdasar laporan transaksi jualbeli tanah dan pajak tanah yang dilaporkan notaris dan pejabat pembuat akta tanah (PPAT) se- Ba nyuwangi. Laporan dari notaris dan PPAT itu dibandingkan dengan NJOP di Banyuwangi. Hasilnya, antara laporan notaris dan PPAT dengan NJOP terjadi selisih kelas tanah antara tiga kelas sampai 18 kelas. “Misalnya tanah dijual seharga Rp 100 ribu per me ter persegi, tapi NJOP tanah ter sebut “hanya” Rp 5 ribu per meter persegi,” ujar Suyanto Jumat (7/2) lalu.

Dijelaskan, berdasar Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1994, NJOP diklasifikasikan dalam seratus kelas. Tanah kelas 100 berharga Rp 140 per me ter persegi, dan kelas tanah tertinggi atau kelas satu seharga Rp 68.545.000 per meter persegi. “Pada praktiknya, sebidang tanah di Banyuwangi yang NJOP-nya sebesar Rp 1.000 per meter persegi dijual seharga Rp 400 ribu per meter persegi,” cetusnya.

Setelah dikaji, imbuh pejabat yang karib disapa Yayan tersebut, harga NJOP di Banyu wangi tidak sesuai harga di pasaran. Konsekuensinya, masyarakat dirugikan karena harga tanah di Bumi Blambangan sangat rendah. Sebab, sebelum membeli tanah, investor berpedoman kepada NJOP. Hingga akhirnya, kata Yayan, terbitlah Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 1 Tahun 2014 tentang penyesuaian NJOP dengan harga di pasaran.

Konsekuensi perbup tersebut, masyarakat di untungkan karena ketika jual beli dilakukan, NJOP tersebut bisa dijadikan salah satu pedoman. “Konsekuensi lain, penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB) Banyuwangi meningkat,” tuturnya. Sementara itu, penyesuaian NJOP tanah yang segera diberlakukan di seantero Banyuwangi dipastikan berdampak positif bagi masyarakat.

Selain dapat terhindar dari “permainan” spekulan tanah, penyesuaian NJOP tersebut dapat meningkatkan kemampuan permodalan masyarakat dalam menjalankan usaha. Penyesuaian NJOP dilakukan sebagai salah satu sarana meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menjalankan usaha. Contohnya, di tengah geliat industri kecil menengah (IKM) dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) akhir-akhir ini, pengusaha kecil yang butuh modal bisa mengajukan kredit lebih besar di perbankan.

“Sebab, patokan kredit yang disalurkan bank adalah NJOP. Nah, di tengah perkembangan IKM dan UMKM yang begitu pesat, banyak masyarakat yang butuh modal. Penyesuaian NJOP itu akan memperluas gerak masyarakat mendapatkan modal,” papar Asisten Administrasi Pembangunan dan kesejahteraan Rakyat Pemkab Banyuwangi, Wiyono Sabtu (8/2). (radar)