Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

NJOP Tanah Bakal Naik

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

BANYUWANGI – Pemkab Banyuwangi segera menyesuaikan klasifikasi nilai jual objek pajak (NJOP) di seantero Bumi Blambangan. Penyesuaian itu dilakukan setelah NJOP kali te rakhir disesuaikan sebelas ta hun silam, tepatnya ta hun 2003. Sementara itu, kenyataan di lapangan, harga jual tanah di kabupaten ber juluk Sunrise of Java ini te rus meningkat dari waktu ke waktu.

Kepala Dinas Pendapatan (Dispenda) Banyuwangi, Suyanto Waspotando Wicak sono mengatakan, bila dibandingkan harga jual tanah secara riil, klasifi kasi NJOP di Banyuwangi sangat rendah Kenyataan tersebut diketahui berdasar hasil laporan transaksi jual beli tanah dan pajak tanah yang dilaporkan notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) se-Banyuwangi.

Kemudian, laporan dari notaris dan PPAT itu di ban dingkan dengan NJOP di Ba nyu wangi. Hasilnya, antara la poran notaris dan PPAT dengan NJOP ada selisih kelas tanah an tara tiga kelas sampai 18 ke las. “Misalnya, tanah dijual dengan harga Rp 100 ribu per meter persegi, tapi NJOP tanah tersebut “hanya” Rp 5 ribu per meter persegi,” ujarnya kemarin (7/2).

Dijelaskan, berdasar Undang- Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1994, NJOP diklasifikasikan dalam seratus kelas. Tanah kelas 100 berharga Rp 140 per meter per segi, sedangkan kelas tanah ter tinggi atau kelas satu seharga Rp 68.545.000 per meter persegi. “Pada praktiknya, sebidang ta nah di Banyuwangi yang NJOP-nya sebesar Rp 1.000 per meter persegi dijual dengan harga Rp 400 ribu per meter persegi,” cetusnya.

njopSetelah dikaji, imbuh pejabat yang karib disapa Yayan tersebut, disimpulkan harga NJOP di Banyuwangi tidak sesuai harga di pasaran. Konsekuensinya, masyarakat dirugikan karena harga tanah di Bumi Blambangan sangat rendah. Sebab, sebelum membeli tanah, investor berpedoman pada NJOP. “Kami membuat kajian hingga mencapai kesimpulan NJOP di Banyuwangi sangat layak disesuaikan.

Itu pun tidak sertamerta grade-nya kita sesuaikan seratus persen dengan harga pasaran, tapi hanya sekitar 75 persen sampai 80 persen dari harga riil di pasaran. Misalnya,tanah seharga Rp 1 juta permeter persegi, NJOP-nya diturunkan menjadi Rp 800 ribu per meter persegi,” terangnya. Menurut Yayan, dari hasil kajian tersebut, masing-masing ta nah akan naik lima kelas.Misalnya tanah yang saat ini be rada di kelas 89 seharga Rp 5 ribu per meter persegi akan menjadi kelas 84 seharga Rp 27 ribu per meter persegi.

Hingga akhirnya, kata Yayan, ter bitlah Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 1 Tahun 2014 tentang penyesuaian NJOP dengan harga di pasaran. Konsekuensi perbup tersebut, masyarakat di untungkan karena ketika jualbeli dilakukan, NJOP tersebut bisa dijadikan salah satu pedoman. “Konsekuensi lain, pe nerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Banyuwangi meningkat,” tuturnya. Yayan menggarisbawahi bahwa peningkatan penerimaan PBB itu terjadi karena pe ning katan NJOP, bukan akibat perubahan tarif PBB.

Tarif PBB tetap, yakni sebesar 0,1 persen dari NJOP. Lebih jauh dikatakan, penyesuaian NJOP yang diberlakukan tahun 2014 ini diprediksi mampu meningkatkan penerimaan PBB sekitar Rp 30 miliar. Di tahun 2013, baku atau potensi penerimaan PBB di Banyuwangi mencapai Rp 23 miliar. Dari baku sebesar Rp 23 miliar itu, hanya terealisasi sebesar Rp 19 miliar.

“Setelah penyesuaian NJOP, baku penerimaan PBB sebesar 58 miliar, target realisasinya sebesar Rp 50 miliar atau naik sekitar 30 miliar dibandingkan penerimaan PBB tahun 2013,” tuturnya. Peningkatan penerimaan PBB itu nanti akan digunakan untuk membangun infrastruktur di Bumi Blambangan. “Kami sudah berkoordinasi dengan Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah). Dana tersebut akan ditempatkan untuk pembangunan infrastruktur,” pungkasnya. (radar)