Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Pakar K3 Unair Soroti Kegagalan Sistemik di KMP Tunu Pratama Jaya

pakar-k3-unair-soroti-kegagalan-sistemik-di-kmp-tunu-pratama-jaya
Pakar K3 Unair Soroti Kegagalan Sistemik di KMP Tunu Pratama Jaya
Banyuwangi

Tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Banyuwangi menuai sorotan beberapa akademisi, termasuk pakar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Universitas Airlangga (Unair) Neffrety Nilamsari. Ia menilai kejadian itu mencerminkan kegagalan sistemik dalam keselamatan transportasi laut di Indonesia hingga menyoroti kondisi fisik kapal.

“Aspek cuaca memang tidak bisa dikendalikan oleh manusia meskipun memiliki alat secanggih apapun. Tapi sistem keselamatan dan teknologi prediksi seharusnya mampu memberi peringatan dini. Kecelakaan ini terjadi karena sistem itu tidak berfungsi atau diabaikan,” kata Neffety, Kamis (10/7/2025).

Neffrety juga menyoroti kondisi fisik kapal yang disinyalir tidak laik berlayar. Di mana pemeriksaan kapal tidak hanya dilakukan untuk formalitas saja.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Korosi pada dinding atau dek kapal bisa membuat kapal mudah robek jika terseret jangkar. Pemeriksaan menyeluruh harus dilakukan, bukan hanya formalitas,” ujarnya.

Menurutnya, banyak kapal tidak diperiksa oleh tenaga ahli bersertifikasi. Awak kapal ditugaskan menguji mesin, radar, hingga indikator angin, tugas yang seharusnya dilakukan teknisi profesional.

“Kesalahan teknis kecil bisa berujung bencana jika ditangani orang yang tidak kompeten,” ujarnya.

Selain itu, jumlah penumpang yang melebihi kapasitas juga menambah risiko. Apalagi jika kapal kekurangan pelampung dan sekoci.

“Penumpang non-manifest sangat berbahaya dalam kondisi darurat. Evakuasi jadi kacau, dan identifikasi korban sulit dilakukan. Kesadaran publik juga perlu dibangun. Kalau kapal penuh, jangan nekat. Keselamatan harus jadi prioritas, bukan sekadar tiba lebih cepat,” jelasnya.

Baginya, perlu melakukan audit menyeluruh dan penerapan SOP ketat oleh perusahaan pelayaran.

“Jangan tunggu tragedi berikutnya. Disiplin keselamatan tidak boleh lagi dinegosiasikan,” katanya.

Kemudian, ia menyoroti radar cuaca, sistem komunikasi, hingga early detection yang menjadi standar di kapal penumpang. Namun seringkali sistem ini luput dari pengujian secara fungsi sebelum kapal berangkat.

“Ada kemungkinan kegagalan sistem sehingga tidak bisa memperlihatkan prediksi cuaca sebelum berangkat. Sehingga penerapan keselamatan untuk penumpang dan awak kapal itu menjadi minimal,” urainya.

Dampaknya, keselamatan penumpang dan awak kapal menjadi minim. Penanganan darurat pun terhambat karena tidak semua kru memahami prosedur evakuasi dengan baik.

“Ini menunjukkan kurangnya pelatihan dan kedisiplinan operasional di lapangan,” pungkasnya.

20D

(auh/hil)