radarbanyuwangi.jawapos.com – Permintaan penambahan kapal yang beroperasi di lintasan Ketapang–Gilimanuk oleh Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, kepada Kementerian Perhubungan RI dinilai belum tepat.
Hal itu disampaikan oleh Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) setelah Gubernur Khofifah menyampaikan usulannya menyusul terjadinya kemacetan panjang di wilayah Banyuwangi.
Permintaan tersebut disampaikan Gubernur Khofifah setelah Kemenhub menghentikan operasional 15 kapal jenis Landing Craft Tank (LCT) yang telah beroperasi puluhan tahun di lintasan tersebut.
Penghentian yang berlangsung sekitar lima hari itu berdampak pada antrean kendaraan, terutama truk, yang mengular hingga sepanjang 40 kilometer.
Kondisi tersebut memicu protes keras dari masyarakat yang kemudian viral di media sosial. Kini, ke-15 kapal tersebut telah kembali beroperasi.
Baca Juga: Antrean Truk Meluber di Ketapang! Polisi Minta Pelabuhan Benoa Dibuka untuk Rute Alternatif dari Jawa ke Bali
Ketua Bidang Tarif dan Usaha DPP Gapasdap, Rahmatika, mengatakan bahwa kemacetan yang terjadi di Ketapang bukan disebabkan oleh kekurangan kapal, melainkan karena keterbatasan jumlah dermaga.
Dari total 56 kapal yang tersedia, hanya 28 kapal yang bisa beroperasi setiap hari akibat terbatasnya fasilitas sandar.
Bila penambahan kapal tetap dilakukan, hal itu justru akan menambah deretan kapal yang menganggur karena tidak memiliki dermaga.
“Artinya, penambahan kapal bukan berarti menambah kapasitas muat atau daya angkut, tetapi justru menimbulkan antrean panjang operasional kapal karena kekurangan dermaga,” kata Rahmatika.
Alumnus Teknik Perkapalan ITS Surabaya itu menambahkan, Gapasdap menyarankan agar yang ditambah di lintasan Ketapang–Gilimanuk bukan kapal, melainkan dermaga. Minimal dua pasang dan maksimal lima pasang dermaga.
Hal itu untuk mengantisipasi 28 kapal yang selama ini menganggur agar dapat dimanfaatkan secara optimal.
“Bila ditambah tiga pasang dermaga saja, sudah bisa mengoperasikan 12 kapal tambahan. Ngapain tambah kapal? Ekonomi kita masih sulit!” tegas pengurus Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) itu.
Dengan penambahan dermaga tersebut, Rahmatika memastikan hal itu sudah bisa mengantisipasi 50 persen tambahan kebutuhan kendaraan.
Page 2
Page 3
radarbanyuwangi.jawapos.com – Permintaan penambahan kapal yang beroperasi di lintasan Ketapang–Gilimanuk oleh Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, kepada Kementerian Perhubungan RI dinilai belum tepat.
Hal itu disampaikan oleh Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) setelah Gubernur Khofifah menyampaikan usulannya menyusul terjadinya kemacetan panjang di wilayah Banyuwangi.
Permintaan tersebut disampaikan Gubernur Khofifah setelah Kemenhub menghentikan operasional 15 kapal jenis Landing Craft Tank (LCT) yang telah beroperasi puluhan tahun di lintasan tersebut.
Penghentian yang berlangsung sekitar lima hari itu berdampak pada antrean kendaraan, terutama truk, yang mengular hingga sepanjang 40 kilometer.
Kondisi tersebut memicu protes keras dari masyarakat yang kemudian viral di media sosial. Kini, ke-15 kapal tersebut telah kembali beroperasi.
Baca Juga: Antrean Truk Meluber di Ketapang! Polisi Minta Pelabuhan Benoa Dibuka untuk Rute Alternatif dari Jawa ke Bali
Ketua Bidang Tarif dan Usaha DPP Gapasdap, Rahmatika, mengatakan bahwa kemacetan yang terjadi di Ketapang bukan disebabkan oleh kekurangan kapal, melainkan karena keterbatasan jumlah dermaga.
Dari total 56 kapal yang tersedia, hanya 28 kapal yang bisa beroperasi setiap hari akibat terbatasnya fasilitas sandar.
Bila penambahan kapal tetap dilakukan, hal itu justru akan menambah deretan kapal yang menganggur karena tidak memiliki dermaga.
“Artinya, penambahan kapal bukan berarti menambah kapasitas muat atau daya angkut, tetapi justru menimbulkan antrean panjang operasional kapal karena kekurangan dermaga,” kata Rahmatika.
Alumnus Teknik Perkapalan ITS Surabaya itu menambahkan, Gapasdap menyarankan agar yang ditambah di lintasan Ketapang–Gilimanuk bukan kapal, melainkan dermaga. Minimal dua pasang dan maksimal lima pasang dermaga.
Hal itu untuk mengantisipasi 28 kapal yang selama ini menganggur agar dapat dimanfaatkan secara optimal.
“Bila ditambah tiga pasang dermaga saja, sudah bisa mengoperasikan 12 kapal tambahan. Ngapain tambah kapal? Ekonomi kita masih sulit!” tegas pengurus Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) itu.
Dengan penambahan dermaga tersebut, Rahmatika memastikan hal itu sudah bisa mengantisipasi 50 persen tambahan kebutuhan kendaraan.