BANYUWANGI – Upaya memperkuat siaran keagamaan Islam yang moderat dan adaptif terus dilakukan Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Banyuwangi. Salah satunya lewat gelaran Dialog Kerukunan Intern Umat Beragama, yang digelar Kamis (13/6/25) di aula bawah Kemenag Kabupaten Banyuwangi.
Acara yang difokuskan untuk memperkuat siaran dakwah ini dihadiri sejumlah pimpinan ormas Islam, pengurus majelis taklim, hingga para penyuluh agama Islam dari berbagai kecamatan di Banyuwangi.
Dalam forum tersebut, majelis taklim disorot sebagai ujung tombak dakwah di masyarakat multikultural. Tantangan dakwah di era digital juga menjadi sorotan, termasuk pentingnya sinergi antarorganisasi Islam untuk membumikan nilai-nilai moderasi beragama.
Kasi Bimas Islam Kemenag Banyuwangi, H. Mastur, mengungkapkan bahwa saat ini di Banyuwangi ada lebih dari 6.900 majelis taklim yang aktif. Jumlah jamaahnya bervariasi, mulai dari 15 hingga lebih dari 30 orang atau lebih tiap kelompok.
“Majelis taklim bukan sekadar forum pengajian, tapi kekuatan sosial. Jika mereka memiliki legalitas lewat SKT (surat keterangan terdaftar), maka posisinya akan lebih kuat sebagai agen perubahan sosial,” ujarnya.
Kegiatan ini dibuka oleh Kasubag TU Kemenag Banyuwangi, Drs. H. Moh. Jali, M.Pd.I., yang mewakili Kepala Kantor Kemenag. Ia menyebut dialog intern semacam ini jarang digelar secara formal, padahal sangat penting.
“Dialog seperti ini adalah upaya meneguhkan pesan damai di antara kita, sebelum bicara keluar soal toleransi lintas iman,” tegasnya.
Diskusi yang dipandu H. Syafaat, S.H., M.H.I., ini juga menghadirkan Ketua FKUB Banyuwangi, Drs. Nur Chozin, S.H., M.H. Ia menegaskan bahwa toleransi bukan soal mencampuri ibadah, tapi diwujudkan lewat kerja sama sosial, kebangsaan, dan kehidupan bernegara.
Hal senada disampaikan Abdul Aziz, S.H.I., M.H., Sekretaris Tanfidziah PCNU sekaligus Ketua Umum ISNU Banyuwangi. Ia menekankan pentingnya strategi dakwah digital. Menurutnya, penyuluh dan majelis taklim harus diarahkan memanfaatkan media sosial dan platform digital untuk menjangkau generasi muda.
Dialog ini juga menjadi ruang konsolidasi antarormas Islam seperti NU, MUI, Muhammadiyah, Al Irsyad, BKPRMI, dan LDII. Berbagai gagasan segar turut disampaikan dalam forum yang berlangsung akrab dan antusias itu.
Masukan dari forum ini bakal ditindaklanjuti dengan pelatihan digitalisasi dakwah untuk penyuluh dan pengurus majelis taklim. Harapannya, siaran keagamaan di Banyuwangi bisa menjawab tantangan zaman tanpa meninggalkan nilai-nilai rahmatan lil ‘alamin. Termasuk juga masukan dari para pimpinan pondok pesantren yang hadir, turut memperkaya arah gerakan dakwah Islam yang lebih inklusif dan membumi.
Di akhir forum, seluruh peserta sepakat bahwa kerukunan umat harus terus dijaga dari dalam. Dimulai dari penguatan narasi damai di internal umat Islam, lalu meluas ke relasi antarumat beragama di Banyuwangi yang selama ini dikenal sebagai daerah yang rukun dan toleran.(Syaf)