Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Perjuangkan Tanah Warisan, Ratusan Warga Demo Kantor Bupati Banyuwangi

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

BANYUWANGI – Ratusan warga Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi menggelar aksi demo di depan Kantor Bupati Banyuwangi, Kamis (01/02/2018).

Dalam orasinya, mereka menuntut agar tanah warisan dari leluhurnya, seluas 4 ribu bahu atau lebih dari 3 ribu hektare sejak tahun 1929 silam agar dikembalikan pada warga. Anggapan mereka, bahwa status tanah versi warga sudah dikuasai negara melalui BUMN atau Perhutani serta PT. Bumi Sari.

Warga Pakel ke kantor Pemkab Banyuwangi didampingi Forum Suara Blambangan (Forsuba). Mereka secara bergantian orasi menyampaikan uneg-uneg dengan cara santun dan damai.

“Kami ingin meminta kembali hak atas tanah kami yang saat ini dikusai oleh pihak Perhutani wilayah Banyuwangi Barat dan PT Bumi Sari,” teriak orator aksi.

Permintaan masyarakat Desa Pakel, Kecamatan Licin, ini cukup beralasan. Suwarno, salah satu ahli waris, memang memiliki bukti yang cukup akurat. Berupa Surat Izin Membuka Tanah, seluas 4000 Bau kepada leluhurnya, DoelGani, Senen dan Karso, oleh Bupati Banyuwangi, Achmad Noto Hadi Soeryo, tertanggal 11 Januari 1929.

“Surat ini adalah peninggalan leluhur kami, dan kini tanah-tanah tersebut telah berubah status menjadi tanah negara. Di sini kami ingin mempertanyakan silsilah perubahan status tanah ini,” katanya.

Kini, lanjut Suwarno, tanah seluas 4000 Bau tersebut dikelola oleh Perhutani Wilayah Banyuwangi Barat dan sebagian disewakan ke PT Bumi Sari.

Selang beberapa waktu berorasi, sebagaian perwakilan massa ditemui dan diajak berdiskusi oleh Staf Ahli Bupati Bagian Pemerintahan, Hukum dan Pembangunan, Heru Santoso.

Dalam diskusi itu tercatat dalam data peta kabupaten bahwa tanah seluas 4000 bau yang disebut tanah warisan itu tidak terdaftar sebagai wilayah Perhutani maupun PT Bumi Sari. Hanya tertulis sebagai peta tanah Pakel. Untuk itu, perlu perumusan serta melibatkan banyak pihak seperti BPN, Perhutani, PT. Bumi Sari, dan masyarakat Desa Pakel tentunya.

Sementara itu, Ketua Forum Suara Blambangan (Forsuba), H. Abdillah Rafsanjani menyebutkan, sesuai pasal 2 aturan eralihan undang-undang tahun 1945, tanah yang bisa berubah status menjadi tanah negara adalah tanahjawatan milik Belanda. Sedang tanah di Desa Pakel, sesuai Surat Izin Pembukaan Tanah, sudah jelas tanah rakyat.

Jika mengacu pada pasal 24, PP Nomor 24 Tahun 1997, pengganti PP Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah. Warga Desa Pakel memiliki bukti kepemilikan dari leluhur mereka.

Abdillah menambahkan, pada pasal 18, UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar dan Pokok-pokok Agraria menyebutkan bahwa untuk kepentingan umum, kepentingan bangsa dan negara. serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti rugi yang layak dan menurut cara yang diatur oleh Undang-undang, paparnya.

Terpisah, Kepala Desa Pakel Mulyadi menyatakan, secara geografis luas wilayah daerahnya kurang lebih sekitar 300 hektar sedangkan jika ditotal keseluruhan mencapai 3000 hektar.

Untuk batas-batasnya sesuai pada tahun 1929 yakni, sebelah timur Desa Macan Putih. batas barat Gunung Wongso, batas utara Desa Segobang, batas selatan Desa Songgon. Batas-batas itu persis dengan batas atau peta yang pernah dikeluarkan pemerintah pada tahun 2014.

Memang perlu ketelitian, kejelian, dan kebijakan dari pemerintah, agar nantinya apa yang sudah diperjuangkan masyarakatnya bisa rampung dan sesuai harapan, imbuh Kades.

Sayangnya, belum ada penjelasan dari Perhutani Barat. Saat dikonfirmasi via sambungan pribadinya, Waka Administrasi Perhutani KPH Banyuwangi Barat, Bima Andrayuwana, S. Hut tidak merespons.