ngopibareng.id
Banyuwangi sedang panen raya kopi. Termasuk para petani kopi rakyat. Panen tahun ini membuat petani kopi rakyat bahagia karena hasil panennya meningkat. Tidak hanya itu, peningkatan panen ini juga dibarengi dengan peningkatan harga.
Seperti Petani kopi rakyat di Kelurahan Gombengsari, Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi. Wilayah ini dikenal dengan produksi kopi robusta. Luasan kebun kopi rakyat di tempat itu sekitar 700 hektare. Selain Robusta, di sana juga terdapat produksi kopi exelsa.
Sekretaris Kelompok Tani Kelurahan Gombengsari, Abdurahman, mengatakan, panen raya kopi sudah dimulai sejak Juli 2025. Biasanya panen kopi berlangsung hingga tiga bulan. Sehingga diperkirakan panen akan berlangsung hingga September 2025 ini.
Dijelaskannya, pada awal Juli, harga kopi sempat turun. Harganya berkisar Rp45 ribu hingga Rp48 ribu per kilogram. Saat ini harga kopi dengan kualitas yang sama berkisar antara Rp65 ribu hingga Rp70 ribu per kilogram.
“Itu yang kualitas biasa. Kalau yang grade bagus, yang petik merah dan tersortir, bisa mencapai Rp90 ribu hingga Rp100 ribu per kilogram,” jelasnya, kata Abdurahman, Jumat, 5 September 2025.
Dari sisi hasil panen, mayoritas produksi kopi di Gombengsari meningkat. Dalam satu hektare lahan kebun kopi rakyat, menghasilkan lebih dari 1 ton kopi. Tahun sebelumnya hanya sekitar 8 kuintal.
“Kenaikan produksi rata-rata 20 persen. Bisa dibilang tahun ini panen kopi di Gombengsari hasilnya bagus,” bebernya.
Baca Juga
Peningkatan produksi ini dipengaruhi beberapa faktor. Mulai faktor cuaca hingga sistem cocok tanam yang dilakukan petani. Metode perawatan petani yang semakin baik menjadi faktor yang paling penting. Saat harga kopi mulai meningkat dua tahun terakhir, para petani makin semakin intensif merawat tanaman kopi.
“Dulu kopi murah, merawatnya asal-asalan. Karena beberapa tahun terakhir harga bagus, lahan mulai dibersihkan, dipupuk, cabangnya rutin dipangkas, dan sebagainya. Jadi wajar kalau produksi meningkat,” terangnya.
Awalnya, kopi hasil panen petani Gombengsari banyak dibeli oleh tengkulak. Tapi perlahan mulai banyak petani yang mengolah kopi secara mandiri dan menjualnya dalam bentuk bean atau bubuk.
“Karena Gombengsari sekarang juga dikenal sebagai wisata kopi, produk kami banyak juga yang diminati para wisatawan luar negeri. Mereka beli sebagai oleh-oleh,” ungkapnya.
Selain kopi robusta, di Gombengsari juga terdapat kopi exelsa. Jumlah pohonnya sekitar 10 persen dari kopi robusta. Sebenarnya harga kopi exelsa inu lebih tinggi dibanding robusta. Namun, pohon kopi exelsa lebih besar dan memakan tempat. Sehingga petani kurang berminat untuk menanamnya.
“Biasanya kopi exelsa ini pohonnya lebih digunakan untuk pagar atau pembatas,” pungkasnya.