Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Puluhan Siswa SMALB Ikuti Ujian Nasional

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

BANYUWANGI – Puluhan siswa berkebutuhan khusus di jenjang SMA Luar Biasa (SMALB) tengah berjuang di ujian nasional yang berlangsung sejak Senin (9/42018) kemarin.  Bedanya dengan siswa SMA dan MA reguler, mereka masih menggunakan kertas (paper) untuk media ujian.

Ada sekitar 21 siswa kelas XII dari jenjang SMALB di Banyuwangi yang mengikuti ujian akhir. Mereka semua berasal dari empat lembaga pendidikan luar biasa, yaitu SMAN LB Banyuwangi, SMALB PGRI, SMALB Adelweis Gambiran, dan SMALB Bakti Pertiwi Cluring. Semuanya berkumpul mengerjakan soal Unas di SMAN LB Banyuwangi.

Selain itu mereka dibagi menjadi dua kelompok besar. Satu kelompok berisi 11 orang yang mengikuti Ujian Nasional Berbasis Pensil dan Kertas (UNPK) dan satu kelompok lagi berisi 10 siswa mengikuti Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN).

“Yang ikut USBN semuanya siswa dengan ketunaan C (Grahita), sedangkan yang ikut UNKP bervariasi, ada yang tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa,” kata Kepala SMAN LB Banyuwangi, Estuningsih.

Dia menjelaskan, untuk soal UNKP sama seperti ujian nasional umum. Standarnya sudah ditentukan dari pusat untuk seluruh SMALB. Sedangkan USBN soalnya dikerjakan oleh Provinsi Jatim. Yang membedakan, selain materi juga sistem penilaiannya. Untuk USBN penilaiannya lebih kepada ketentuan nasional.

“Kalau USBN standarnya ikut sekolah. Karena siswa tunagrahita ini memiliki IQ di bawah standar, jadi memang tidak bisa disamakan,” imbuh wanita asal Jogjakarta itu.

Estu menambahkan, seluruh soal yang digarap siswa masih menggunakan media kertas. Bahkan untuk siswa dengan ketunaan A (tunanetra) disediakan soal dengan huruf braille.

“Kita memang belum bisa kalau menggunakan komputer, anak-anak masih belum mampu. Ini saja mereka tetap harus didampingi dengan guru pendamping khusus saat mengerjakan,” imbuhnya.

Unas di SMALB sendiri digelar selama tiga hari. Hari ini (10/4) para siswa berkebutuhan khusus itu mengerjakan mata pelajaran terakhir, yaitu Bahasa Inggris.

“Mereka kita batasi satu kelas maksimal delapan siswa, malah ada yang satu siswa. Jadi mereka benar-benar bisa mengerjakan soal dengan optimal,” tandasnya.