RADARBANYUWANGI.ID – Di sudut barat Banyuwangi, tepatnya di lereng sunyi Gunung Raung, terdapat sebuah batu besar yang berdiri di atas batu kecil. Seolah menantang hukum alam. Warga menyebutnya Watu Perahu.
Secara kasat mata, batu itu menyerupai bentuk perahu. Tapi keunikan Watu Perahu tak berhenti pada bentuknya. Tempat ini juga dikenal sebagai lokasi yang kental dengan nuansa mistis, sarat akan cerita-cerita lisan yang menempatkan alam tak kasat mata sebagai bagian dari lanskapnya.
Salah satu kisah yang paling sering disebut adalah tentang sosok misterius bernama Sundari. Dalam narasi lokal, nama ini diyakini tak boleh sembarangan disebut di lokasi tersebut.
Cerita-cerita warga menggambarkan Sundari sebagai sosok perempuan yang wafat secara tragis menjelang pernikahannya, dan arwahnya kemudian menjadi penghuni setia di sekitar Watu Perahu.
Namun jika kita tarik ke ranah simbolik dan psikologis, sosok Sundari bisa dibaca sebagai representasi dari trauma kolektif masyarakat terhadap peristiwa kematian yang tak tuntas, luka batin yang belum terobati, atau ketakutan yang dibungkus dengan mitos agar dapat diwariskan tanpa harus dijelaskan secara rasional.
Baca Juga: Arti Mimpi Hamil? Dalam Kehidupan Sehari-hari ini Bisa Jadi Tanda Kamu Siap Memulai Hal Baru dalam Hidup
Tokoh seperti Sundari sering muncul dalam kebudayaan lokal sebagai bentuk penyaluran rasa takut terhadap hal-hal yang berada di luar kendali manusia, kematian mendadak, pernikahan yang gagal, atau rasa kehilangan yang mendalam.
Dalam beberapa cerita, Sundari dikatakan mendekati orang-orang yang memanggil namanya.
Jika yang memanggil adalah perempuan, maka sosok ini akan “mengganggu” keturunan perempuannya. Jika laki-laki, terlebih yang belum menikah, maka konon Sundari ingin mengajak menikah.
Meski terdengar menyeramkan, narasi ini dapat dimaknai sebagai alegori tentang tekanan sosial terhadap status lajang dan ekspektasi pernikahan yang kadang tak manusiawi, terutama bagi perempuan yang dianggap “perawan tua”.
Dalam perspektif psikologis, kisah semacam ini juga bisa menjadi gambaran tentang gangguan kecemasan, delusi, atau kondisi disosiatif yang muncul setelah seseorang mengalami pengalaman emosional yang intens.
Salah satu kisah yang sering diceritakan warga adalah tentang seorang pemuda yang setelah berkunjung ke Watu Perahu mengalami kondisi kejiwaan yang tidak stabil, dia merasa dihantui.
Bahkan seperti hidup bersama sosok tak kasat mata. Dalam pendekatan medis, ini bisa dikaitkan dengan psikosis ringan, stres pascatrauma, atau pengalaman spiritual yang menimbulkan konflik batin mendalam.
Ceritanya, seorang pemuda asal Bali dikabarkan pernah dihantui sosok Sundari setelah berkunjung ke tempat tersebut. Ia datang bersama rombongan untuk berziarah spiritual.
Page 2
Sepulang dari Watu Perahu, hidupnya berubah. Pemuda itu tak bisa tidur nyenyak. Di malam hari, sosok wanita misterius muncul di sisi tempat tidurnya. Matanya tajam, rambutnya berantakan, dan ia tersenyum… seolah mereka sudah sah menjadi pasangan.
Hari demi hari, pemuda itu menjadi linglung. Ia tidak bisa berbicara, tak mampu berpikir jernih. Keluarganya panik, hingga mereka mencari bantuan seorang spiritualis bernama Mbah Bibit.
Kabar beredar, Sundari menawarkan kekayaan tak terbatas jika keluarganya setuju dengan pernikahan tersebut. Tapi tentu saja, tak ada yang mau menjual anaknya demi emas dan harta dari dunia seberang.
Akhirnya, dilakukan penyembuhan di lokasi Watu Perahu. Ritual panjang itu mengantar kembali si pemuda ke kesadarannya, sedikit demi sedikit. Tapi sejak itu, ia tak pernah lagi berani menyebut nama yang dulu ia ejek.
Disisi lain, menariknya Watu Perahu juga dikenal sebagai tempat bertapa dan pelatihan spiritual. Bagi sebagian orang yang mendalami laku batin, tempat seperti ini menjadi ruang kontemplasi di mana hening alam dipakai sebagai cermin jiwa.
Dalam suasana sunyi dan gelapnya hutan, pikiran manusia mudah menangkap simbol-simbol dari dalam dirinya sendiri, yang kadang muncul dalam bentuk “penampakan” atau sensasi keberadaan entitas lain.
Masyarakat sekitar tak pernah benar-benar menolak keberadaan kisah-kisah mistis itu. Tapi mereka juga tahu bahwa cerita seperti ini tak selalu harus dipercaya secara harfiah.
Bagi mereka, menghormati alam dan sejarah lokal adalah bentuk menjaga keseimbangan antara dunia nyata dan yang tak terlihat. Nama-nama seperti Sundari, pocong, atau genderuwo bukan sekadar sosok horor, tapi juga representasi dari narasi kolektif tentang batas-batas yang tak boleh dilanggar baik oleh manusia, maupun oleh cerita.
Watu Perahu mungkin tak memiliki bukti ilmiah tentang kehadiran makhluk halus. Tapi ia menyimpan sesuatu yang lebih nyata berupa ingatan, keyakinan, dan tafsir tentang dunia yang tak selalu bisa dijelaskan oleh logika.
Dan selama tempat itu tetap berdiri di kaki Gunung Raung, kisah tentangnya pun akan terus hidup mengalir dalam bisikan-bisikan, dan sesekali, mungkin dalam mimpi mereka yang terlalu berani menyebut satu nama yang tak semestinya disebut.
Hampir kelupaan, lokasi Watu Perahu ini ada di Desa Jambewangi, Kecamatan Sempu. Dari Stasiun Kalisetail, kisaran berjarak 15 kilometer.
Page 3
RADARBANYUWANGI.ID – Di sudut barat Banyuwangi, tepatnya di lereng sunyi Gunung Raung, terdapat sebuah batu besar yang berdiri di atas batu kecil. Seolah menantang hukum alam. Warga menyebutnya Watu Perahu.
Secara kasat mata, batu itu menyerupai bentuk perahu. Tapi keunikan Watu Perahu tak berhenti pada bentuknya. Tempat ini juga dikenal sebagai lokasi yang kental dengan nuansa mistis, sarat akan cerita-cerita lisan yang menempatkan alam tak kasat mata sebagai bagian dari lanskapnya.
Salah satu kisah yang paling sering disebut adalah tentang sosok misterius bernama Sundari. Dalam narasi lokal, nama ini diyakini tak boleh sembarangan disebut di lokasi tersebut.
Cerita-cerita warga menggambarkan Sundari sebagai sosok perempuan yang wafat secara tragis menjelang pernikahannya, dan arwahnya kemudian menjadi penghuni setia di sekitar Watu Perahu.
Namun jika kita tarik ke ranah simbolik dan psikologis, sosok Sundari bisa dibaca sebagai representasi dari trauma kolektif masyarakat terhadap peristiwa kematian yang tak tuntas, luka batin yang belum terobati, atau ketakutan yang dibungkus dengan mitos agar dapat diwariskan tanpa harus dijelaskan secara rasional.
Baca Juga: Arti Mimpi Hamil? Dalam Kehidupan Sehari-hari ini Bisa Jadi Tanda Kamu Siap Memulai Hal Baru dalam Hidup
Tokoh seperti Sundari sering muncul dalam kebudayaan lokal sebagai bentuk penyaluran rasa takut terhadap hal-hal yang berada di luar kendali manusia, kematian mendadak, pernikahan yang gagal, atau rasa kehilangan yang mendalam.
Dalam beberapa cerita, Sundari dikatakan mendekati orang-orang yang memanggil namanya.
Jika yang memanggil adalah perempuan, maka sosok ini akan “mengganggu” keturunan perempuannya. Jika laki-laki, terlebih yang belum menikah, maka konon Sundari ingin mengajak menikah.
Meski terdengar menyeramkan, narasi ini dapat dimaknai sebagai alegori tentang tekanan sosial terhadap status lajang dan ekspektasi pernikahan yang kadang tak manusiawi, terutama bagi perempuan yang dianggap “perawan tua”.
Dalam perspektif psikologis, kisah semacam ini juga bisa menjadi gambaran tentang gangguan kecemasan, delusi, atau kondisi disosiatif yang muncul setelah seseorang mengalami pengalaman emosional yang intens.
Salah satu kisah yang sering diceritakan warga adalah tentang seorang pemuda yang setelah berkunjung ke Watu Perahu mengalami kondisi kejiwaan yang tidak stabil, dia merasa dihantui.
Bahkan seperti hidup bersama sosok tak kasat mata. Dalam pendekatan medis, ini bisa dikaitkan dengan psikosis ringan, stres pascatrauma, atau pengalaman spiritual yang menimbulkan konflik batin mendalam.
Ceritanya, seorang pemuda asal Bali dikabarkan pernah dihantui sosok Sundari setelah berkunjung ke tempat tersebut. Ia datang bersama rombongan untuk berziarah spiritual.