Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Rektor Untag Harap Peran Kades Dimaksimalkan Jadi Hakim Perdamaian

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Jakarta

Rektor Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Banyuwangi, Andang Subaharianto, berharap peran kepala desa (kades) harus dimaksimalkan untuk menjadi hakim perdamaian desa. Sebab, bila masalah bisa diselesaikan di tingkat desa, hal itu bisa mengurangi beban aparat penegak hukum hingga pengadilan. Dalam jangka panjang, bila desa aman dan tertib, negara juga aman dan tertib.

“Saya mengapresiasi langkah Badan Pembinaan Hukum Nasional (BHPN) Kemenkumham dan Mahkamah Agung (MA) yang mendorong peran Kepala Desa sebagai Hakim Perdamaian Desa,” kata Andang kepada wartawan, Kamis (2/2/2023).

Dalam perspektif kebudayaan, kades tersebut menjalankan peran resolusi konflik. Bila kades memiliki kapasitas mumpuni (baik) dalam resolusi konflik, niscaya hal itu akan membantu penyelesaian hukum di desanya, yang ujungnya akan membantu tugas mahkamah (pengadilan).

“Faktanya, sejauh ini, menurut saya, kepala desa memang menjadi ‘tempat curhat’ warga desa dalam masalah-masalah hukum warga desa,” ujar Andang yang juga Sekjen Perkumpulan Perguruan Tinggi Nasionalis Indonesia (PERTINASIA) itu.

Warga masyarakat bersengketa antarwarga maupun dengan warga di luar desa. Lalu kades menjadi tempat mengadu. Suka tidak suka, mau tidak mau, kades harus menyelesaikannya.

“Nah, bila Kepala Desa lalu ditingkatkan kapasitasnya dan diberi apresiasi (penghargaan) sebagai Hakim Perdamaian Desa, saya kira hal ini penting sekali dan perlu didukung penuh,” tegas Andang.

Secara kultural, masyarakat desa pada umumnya masih memegang erat nilai-nilai tradisi. Orientasi kuat pada nilai-nilai tradisi itulah yang lalu menempatkan sosok kades menjadi ‘hakim’, menjalankan fungsi yudikatif.

“Jadi bukan hanya fungsi eksekutif yang dijalankan Kepala Desa, tetapi sekaligus fungsi yudikatif,” papar Andang.

Karena ikatan nilai-nilai tradisi itu, kata Andang, kades sangat dipercaya masyarakat desa. Kepercayaan tersebut merupakan bekal untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah hukum di desa dengan cara-cara berdasarkan kearifan lokal. Melihat mayoritas penduduk Indonesia tinggal di desa, maka kasus-kasus pelanggaran hukum dan konflik hukum di desa dalam berbagai bentuk dari masalah keluarga, waris, utang piutang hingga main hakim sendiri, dapat teratasi di desa.

“Masalah warga desa selesai di desa, tidak mengalir dan menumpuk di kota (pengadilan),” urai Andang.

Atas konsep di atas, Andang menilai langkah BPHN dan MA sudah tepat, yaitu bergandengan untuk melatih kades dengan ilmu paralegal dan mediasi.

“Saya kira tepat inisiatif yang dilakukan oleh BPHN dan MA tersebut untuk mendorong peran Kepala Desa sebagai hakim perdamaian dalam rangka menjaga kondusivitas dan kohesivitas desa. Strategi membangun keamanan dan ketertiban nasional (kamtibnas) bisa dimulai dari desa. Asumsinya, bila desa aman dan tertib, maka negara akan aman dan tertib pula,” pungkas Andang.

(asp/zap)

source