Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Budaya  

Ritual Tumpeng Songo: Pembuat Makanan Tak Boleh Mencicipi dan Puasa Bicara

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Para-wanita-di-Dusun-Andong,-Desa-Tamansuruh,-Kecamatan-Glagah,-mempersiapkan-ritual-Tumpeng-Songo.

SEJARAH Dusun Andong berdasar keterangan Sumantri, 52, salah seorang sesepuh di tempat tersebut, bennula saat dua orang bernama Unem dan Nimut yang sedang mencari lokasi permukiman. Saat itu wilayah Andong masih merupakan hutan belantara.

Di sana tumbuh kembang Andong atau bunga andong yang berwama merah memanjang. Melihat lokasi hutan yang dipenuhi bunga, keduanya merasa lokasi tersebut layak ditempati. Sumantri percaya dua orang yang merupakan kakek-buyutnya itu orang sakti, sehingga saat membangun pemukiman tidak ada gangguan makhluk halus maupun binatang liar.

Karena kemudahan tersebut, Buyut Unem dan Buyut Ninut akhirnya membuat ritual Tumpeng Songo. Maknanya mengucapkan rasa syukur karena telah dipermudah dalam membangun permukiman yang berada tepat di tengah hutan.

“Ritual ini sudah berjalan sembilan generasi. Saya generasi kesembilan yang mewarisi budaya ini dari buyut-buyut saya,” ujar Sumantri. Kata  songo atau sembilan memiliki filosofi sembilan lubang manusia. Angka sembilan, menurut pria berambut panjang itu, cukup keramat di kalangan  masyarakat Oseng.

“Angka sembilan merupakan simbol baik. Wali juga ada sembilan dan lubang hidup manusia ada sembilan. Yang kesepuluh baru keburukan. Biasanya disebut wirogo songo,”  jelas pria yang mengaku sudah menikah dua  kali itu.

Yang menarik dari ritual itu adalah proses persiapannya yang hampir melibatkan semua orang sedusun. Ada sekitar seribu macam kue yang dibuat wanita di Dusun Andong sejak lima hari sebelum ritual dimulai. Mereka yang membuat  kue atau masakan tidak diperkenankan bicara antara sesama.

Mereka pun tidak diperbolehkan mencicipi makanan yang sedang dibuat. Padahal, umumnya wanita akan mencicipi masakan yang sedang mereka racik. Jadilah, suasana dapur warga Dusun Andong sangat tenang. Hanya suara  sobekan daun dan bara api tungku yang terdengar  saat proses memasak berlangsung.

“Tidak boleh berbicara, tidak boleh sedang menstruasi, dan  tidak boleh mencicipi,” ujar Sumiyati, 80, salah seorang warga yang ikut memasak. Larangan-larangan itu memiliki arti tersendiri. Tidak boleh berbicara dimaknai mencegah  para wanita saling menggunjing dan menceritakan  kejelekan orang.

Sebab, umumnya  para wanita akan melakukan hal itu jika berkumpul. Selanjutnya, aturan tidak boleh sedang menstruasi mempunyai arti seluruh persiapan  makanan harus benar-benar bersih. Selain itu, orang yang menstruasi sering memiliki emosi berubah-ubah, sehingga dapat mempengaruhi masakan.

Yang terakhir tidak boleh mencicipi, bermakna setiap wanita harus mempercayai rekan-rekannya.  Jadi apa pun rasa masakan nanti, mereka harus tetap percaya. Seandainya tidak enak pun mereka tetap harus menerima kekurangan yang lain.

“Insya-Allah rasanya akan tetap enak. Kita pakai ilmu kira-kira. Sejak saya kecil takarannya tidak beda. Wanita yang memang biasa masak pasti bisa. Ragine wes pas, seng kiro seng enak (bumbunya sudah pas, tidak   mungkin tidak enak),” jelas Sumiyati.

Selain kue-kue, masakan yang tidak boleh ketinggalan dari ritual ini adalah jangan banci atau  sayur banci. Sayur yang terdiri atas seluruh bagian  sapi itu harus ada dalam kirab Tumpeng Songo.  Sayur yang isinya telinga, cingur, kepala, hati, ampela,  hingga kaki, itu wajib ada sebagai pelengkap ritual.

“Ini yang harus ada. Kalau ketinggalan bisa  bermasalah. Sudah menjadi kepercayaan turuntemurun,” timpal Aisiyah, warga lain. Yang terakhir adalah pethetheng atau ayam  guling yang dipasang pada sebuah tempat  mirip perahu-perahuan.

Pethetheng tersebut digotong oleh warga di barisan depan kirab Tumpeng Songo. Sebelum rombongan berjalan,  salah seorang sesepuh berteriak sambil  ber tanya dalam bahasa Oseng kepada para peserta kirab apakah semua perlengkapan  sudah siap. Para peserta kirab akan menjawab  dengan keras, “Sampun lengkap”.

Setelah itu petasan dinyalakan. Rombongan pembawa gamelan langsung memainkan kenong dan gong. Sembilan macam makanan yang menjadi bagian dari ritual Tumpeng Songo pun diminta para perempuan yang  menggunakan pakaian putih dan bawahan  jaret.

Selanjutnya, rombongan kirab berjalan ke wilayah Petahunan atau kuburan kuno  yang dipercaya sebagai tempat pemakaman buyut pembuka Dusun Andong.  Sembari berhenti sejenak, mereka memanjatkan doa untuk para leluhur, ulama, dan Nabi Muhammad.

Tak lama kemudian, tumpeng dibawa ke tengah perempatan untuk dimakan bersama. Begitu selesai, empat pethetheng yang digotong  lang sung diserbu warga. Mereka be rebut mendapatkan pethetheng itu.  Warga percaya, mereka yang bisa mengambil  daging paling banyak dari pethetheng itu akan   memperoleh berkah luar biasa.

“Intinya, selamatan desa ini untuk mendekatkan rezeki  dan menjauhkan bahaya. Tapi warga percaya,  yang dapat daging pethetheng rezekinya akan ikut banyak. Yang dapat tulang, tetap dapat  rezeki tapi sedikit,” imbuh Sumantri, tokoh masyarakat setempat. (radar)

Kata kunci yang digunakan :