Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Satu Perahu Selerek Bisa Rugi Puluhan Juta

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

satuSepi ikan tangkapan membuat nelayan mengalami rugi besar. Bayangkan, dalam sekali melaut, satu unit perahu selerek membutuhkan biaya operasional Rp 4 hingga Rp 5 juta. Bagaimana jika pulang tak dapat ikan. Padahal, perahu selerek di Muncar berjumlah ratusan unit. UJIAN berat sangat dirasakan para ne layan yang mangkal di Pelabuhan Muncar. Sebab, usaha mencari ikan di laut tak mendapatkan hasil yang memuaskan. Bahkan, mereka kerap pulang tanpa hasil.

Pantauan Jawa Pos Radar Banyuwangi di Pelabuhan Muncar menyebutkan, ratusan perahu selerek tampak “parkir” di kawasan Pelabuhan Muncar. Setelah ditelusuri, ter nyata para nelayan memang sengaja tidak melaut. Alasannya, saat ini sedang musim paceklik. Situasi itu sudah berlangsung beberapa bulan terakhir. Tentu saja, para nelayan harus mengikat perut kencang-kencang.

Sebab, tak ada rezeki yang didapat setelah me nguras keringat di tengah laut. Aki batnya, keluarga para nelayan ter ancam kekurangan biaya hidup. Setiap pemilik selerek mengalami rugi besar hingga puluhan juta da lam sebulan. Sebab, dana yang di keluarkan tidak sesuai hasil yang di dapatkan. ‘’Musim paceklik sekarang, satu perahu bisa rugi Rp 30 sampai Rp 40 juta,’’ ungkap Fauzan, salah satu pemilik slerek kemarin. Dia menjelaskan, pada musimmusim tertentu, kerugian itu bisa bertambah. Dia menyebut, bulan tujuh (Juli) kerugian setiap pemilik selerek mencapai Rp 60 sampai 70 juta,” terang warga Kampung Duwaraan, Dusun Kalimati, Desa Kedungrejo, Kecamatan Muncar,

Menurut dia, sejumlah nelayan memang nekat melaut. Itu dilakukan dalam rangka mencari peruntungan. Tetapi, hasilnya sangat jauh dari memuaskan. ‘’Banyak yang tak dapat ikan. Lihat saja, banyak perahu yang sandar. Karena memang nggak ada ikan,” keluhnya. Setiap nelayan memang berusaha men dapatkan ikan sebanyak-banyaknya. Kerja keras itu berlangsung berkali-kali. Namun, hasilnya tak jauh beda dengan ha sil sebelumnya. “Misalnya, satu selerek sekarang berangkat, dan pulang pagi nggak da pat ikan.

Besok cari lagi, nggak dapat ikan lagi. Setelah itu, ya libur dulu,” tutur Fauzan. Bukan hanya Fauzan yang kalang kabut. Hampir semua nelayan kalang kabut menghadapi musim sepi ikan tersebut. Malahan, ada seorang nelayan yang sudah bangkrut. ‘’Jalan tiga kali saja, sepeda Hon da Mega Pro bisa melayang. Makanya, se karang semua nelayan sini menjerit,” keluh nelayan lain. Apa penyebab ikan sulit didapat? Dia memprediksi kondisi air laut saat ini terlalu dingin. Hal itu menyebabkan ikan pindah tempat. ‘’Limbah pabrik juga termasuk salah satu penyebab.

Karena pabrik-pabrik banyak yang tidak punya IPAL (instalasi pengolah air limbah, Red). Jadi, laut jadi tercemar,” kata Fauzan. Yang membuat nelayan terkejut, pada musim paceklik kali ini pabrik berani membeli ikan dengan harga tinggi. Jika pada tahun 2012 lalu harga ikan jenis layang atau marnying hanya dihargai Rp 3.500 per kilogram (kg), tapi saat ini harganya mencapai Rp 7.000 per kg. ‘’Ikan memang sulit didapat,” jelasnya. Dia berharap agar paceklik ikan tersebut segera berakhir. Sebab, jika hal itu berlangsung terus-menerus, bukan tidak mungkin semua nelayan miskin mendadak. ‘’Karena melaut menjadi pekerjaan satusatunya,” ujar Fauzan. (c1/aif)