Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Teater Janger kian Tercecer

TRADISI: Lakon Damar Wulan dan Prabu Minak Jinggo paling populer dalam pementasan seni janger.
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
TRADISI: Lakon Damar Wulan dan Prabu Minak Jinggo paling populer dalam pementasan seni janger.
TRADISI: Lakon Damar Wulan dan Prabu Minak Jinggo paling populer dalam pementasan seni janger.

SRONO – Seni peran tra disional memang banyak ragamnya. Lain daerah lain pula seni drama yang dimiliki. Be tawi punya Lenong, Su rabaya punya Lundruk, dan masyarakat Mataraman memiliki seni ketoprak. Banyuwangi juga memiliki iden titas dan ciri khas seni teater tradisional tersendiri. Kesenian itu disebut dan dikenal masyarakat Banyuwangi atau Suku Osing dengan sebutan janger. Dibandingkan kesenian se jenis, janger memiliki k e khasan tersendiri.

Kesenian janger yang menjadi salah satu identitas Banyuwangi memang cukup unik. Sekilas, seni peran yang satu ini me rupakan akulturasi budaya Jawa, khususnya Banyuwangi, dan Bali. Kostum, gamelan, dan gerak tarinya, memiliki ke miripan dengan budaya Pulau Dewata. Namun, bahasa dan cerita yang dilakonkan adalah cerita rakyat Jawa. Bahkan, dalam beberapa lakon, bahasa yang digunakan adalah bahasa Osing. Perkembangan zaman dengan ragam alternatif hiburan, janger mencoba bertahan dengan cara nya sendiri.

Hal itulah yang dirasakan Temu Haryono sebagai nakhoda grup janger asal Dusun Sumberwangi, Desa Wonosobo, Kecamatan Srono. Berbekal kecintaan dan ke bulatan tekad melestarikan janger, dia mencoba berinovasi dan terus berkarya dalam dunia janger. Dengan kekuatan 60 personel, grup New Sastra Dewa-Lak sana Mustika Dewa sudah hampir dua tahun ini eksis kembali di belantika hiburan teater tradisional. Suka-duka pun dialami Temu dalam membesarkan dan mempertahankan eksistensi grup jangernya. “Ya modalnya cuma senang,” ujarnya.

Penghasilan dari kesenian tersebut memang tidaklah besar. Sekali manggung, bayaran yang di terima kru dan pemain hanya Rp 5,5 juta. tetapi, kalau tempat manggung jauh, biasanya ongkosnya bisa sampai Rp 18 juta. Bayaran itu sepintas me mang  cukup besar. Namun, bilamelihat jumlah kru, tentu bayaran itu tidaklah besar. Bahkan, tergolong kecil. Sebab, seka li manggung, lamanya enam hingga delapan jam, yaitu mulai pukul 20.00 sampai 05.00. Itu belum termasuk modal yang harus dikeluarkan Temu untuk memodali grup nya.

Untuk membeli satu set gamelan saja, dia harus merogoh kocek lebih kurang Rp 179 juta. Selain itu, kostum yang dibutuhkan juga sangat ba nyak karena di sesuaikan karakter tokoh. “Satu kostum paling sederhana harganya Rp 1,5 juta Selain beli, biasanya saya buat sendiri agar lebih irit. Selain itu, pemain juga ada yang punya beberapa aksesori sendiri,” bebernya. Pengeluaran tidak berhenti di situ. Temu juga harus menyisihkan budget untuk latar dekorasi. Biayanya pun terbilang tidak murah.

Dalam satu kali  pentas, biasanya membutuhkan tujuh dekorasi dengan ragam suasana sesuai cerita. Jenis dekorasi pun beragam, mulai keraton, taman, hutan,  langit, laut, dan gua. Ukuran latar dekorasi cukup besar, yakni enam meter kali delapan meter. Pembuatannya, Temu menggunakan tenaga seorang pelukis. Biaya pembuatan satu latar dekorasi mencapai Rp 5 juta. Selain itu, berapa ongkos Temu membuat pentas? Tentu tidak murah. Tetapi, Temu cukup beruntung. Kalau sedang ramai, mereka bisa tampil di lima hingga sepuluh lokasi dalam sebulan.  (radar)