Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Hukum  

Tiga Tersangka Diproteksi Kejari

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Mayoritas Kasek Kompak Bungkam

BANYUWANGI – Pengungkapan kasus pungutan liar (pungli) selain fee proyek 10 persen atas rehabilitasi bangunan fisik sekolah pada hibah dana bansos APBN 2014 semakin memperpanjang ketidakberesan dalam pelaksanaan program tersebut. Meski kejaksaan menyatakan bahwa pihak sekolah menjadi korban dalam kasus tersebut, nyatanya tidak sedikit sekolah yang menerima bantuan itu memilih bungkam. Beberapa kepala sekolah yang ditemui dan dihubungi lewat telepon memilih tidak berkomentar terkait masalah itu.

Bahkan, di antara mereka ada yang memilih mematikan telepon sejak penangkapan tiga pelaku pungutan liar oleh kejaksaan itu.  Juga ada yang menghindar dari wartawan saat berkunjung ke sekolahnya. Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri Banyuwangi, Paulus Agung Widaryanto menyatakan, tahap pemeriksaan tetap akan berjalan seperti biasa. Pihaknya dalam waktu dekat berencana akan memanggil sejumlah saksi yang berkaitan dengan kasus tersebut. 

Namun, dia belum memastikan kapan pemanggilan itu akan dilayangkan. “Secepatnya saksi akan kami panggil,” tegasnya. Di sisi lain, Kejaksaan Negeri  Banyuwangi rupanya berupaya keras mendalami kasus dugaan pungutan liar (pungli) yang melibatkan oknum kepala UPTD Kalibaru, kepala sekolah, dan LSM, itu. Selain berencana akan memeriksa saksi, pihak Korps Adhyaksa juga akan memproteksi para tersangka dari dunia luar.

Selain menitipkan ketiga tersangka di Lapas Banyuwangi, kejaksaan juga mewajibkan keluarga atau siapa pun yang ingin bertemu ketiga tersangka terlebih dulu izin kepada pihak kejaksaan. “Tanpa terkecuali semua wajib  apor dan memberi tahu ke kejaksaan bila mau membesuk,” ujar Kasi Pidsus Kejari, Paulus Agung Widaryanto. Agung menuturkan, itu merupakan aturan baku dan sudah diatur dalam undang-undang. Seseorang yang masih berstatus tahanan kejaksaan dilarang bertemu siapa pun tanpa izin kejaksaan. 

Disinggung tentang alasan proteksi ketiga tersangka dengan dunia luar terkait “nyanyian” Kasek Ririn, jaksa asal Jogjakarta ini membantah. Lebih lanjut dia menjelaskan, Kejari hanya ingin menerapkan aturan yang ada. Itu semata-mata demi kelangsungan penyelidikan dan hak tersangka. Kalaupun ada yang ingin berkunjung, sudah sewajarnya izin ke kejaksaan dulu. Sekadar mengingatkan, kejaksaan mendapat temuan baru terkait kasus tersebut, di antaranya adanya dugaan pungutan liar yang dilakukan tersangka bersama oknum Dinas Pendidikan (Dispendik) Banyuwangi.

Dugaan pungli itu untuk biaya akomodasi pelaksanaan bimbingan teknis (bimtek) program bansos di Surabaya. Disebut-sebut dalam kegiatan itu pihak sekolah juga dipungut iuran. Biaya akomodasi perwakilan Dinas  Pendidikan di acara itu dibebankan kepada pihak sekolah sama rata. Tiap sekolah yang mendapat bantuan dari APBN itu dipungut Rp 100 ribu. Ternyata itu bukan satu-satunya pungutan yang dibebankan kepada pihak sekolah. Selepas acara, pihak sekolah masih dibebani biaya Rp 200 ribu. 

Konon, uang itu akan diberikan kepada pemateri bimtek yang akan dirupakan kenang-kenangan. Hanya saja tidak disebutkan bentuk kenang-kenangan yang diberikan kepada pemateri tersebut. Seperti diberitakan sebelumnya, penyidik kejaksaan terus melakukan pemeriksaan serius terhadap tiga tersangka pungli proyek Dana Bansos Pendidikan 2014. Tiga tersangka itu adalah Ahmad Munir, 55, yang sehari-hari sebagai kepala UPTD Dinas Pendidikan Kalibaru; Ahmad Farid alias Mamak, 50, seorang oknum LSM pendamping; dan Ririn Puji Lestari, 48, Kepala SDN Kalibaru Wetan.

Dari balik jeruji besi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Banyuwangi, Ririn dan Munir sempat ”bernyanyi”. Keduanya mendesak kejaksaan memeriksa seluruh kepala sekolah penerima bantuan dana hibah pendidikan tersebut. Kasek Ririn juga meminta agar kejaksaan memeriksa 20 kepala SDN yang menerima bantuan sosial dari APBN bersama dirinya. Menurut Ririn, pemberian fee 5 persen yang rencananya akan diserahkan kepada atasannya dan ”orang pusat” tersebut juga atas kesepakatan semua penerima bansos se-Jatim. 

Ririn menuturkan, tiga hari lalu ketika dirinya ditangkap kejaksaan, dia sedang berkumpul dengan para kepala sekolah penerima bansos tersebut. Mereka berkumpul di SDN 2 Tampo, Kecamatan Cluring, dan mengumpulkan sendiri uang yang katanya diperuntukkan atasannya dan ”orang pusat” itu. “Saya tidak pernah minta. Mereka sendiri yang mengumpulkan uangnya dan menulis di kertas,” kata Ririn ketika menghubungi Jawa Pos Radar Banyuwangi beberapa hari lalu. (radar)