radarbanyuwangi.jawapos.com – Sidang permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang diajukan Dahlan Iskan terhadap PT Jawa Pos kembali bergulir di Pengadilan Niaga Surabaya, Kamis (31/7).
Namun dalam sidang itu, pakar hukum kepailitan Universitas Airlangga (Unair), Prof. Hadi Subhan, menyebut bahwa dasar permohonan Dahlan tidak memenuhi unsur yang dipersyaratkan dalam UU Kepailitan dan PKPU.
Guru besar yang dihadirkan sebagai saksi ahli dari pihak PT Jawa Pos itu menegaskan, utang dividen bukan termasuk jenis utang yang bisa diajukan sebagai dasar PKPU.
“Dividen bukan utang dalam pengertian undang-undang kepailitan. Utang dalam konteks PKPU harus jelas berasal dari perjanjian,” ujar Hadi di hadapan majelis hakim.

Hadi Subhan, ahli kepailitan dari Unair Surabaya menjelaskan tentang definisi utang dan dividen dalam dalam sidang di Pengadilan Niaga Surabaya, Kamis (31/7). (JawaPos.com)
Menurutnya, sengketa mengenai pembagian dividen tidak bisa diselesaikan melalui mekanisme PKPU karena sifatnya kompleks dan tidak memenuhi asas pembuktian sederhana yang menjadi dasar pengajuan perkara.
“Kalau ada sengketa, laporan pidana, atau gugatan perdata, itu menandakan pembuktiannya tidak sederhana,” tambahnya.
Tidak Cukup Dua Kreditur, Tidak Cukup Laporan Keuangan
Dalam keterangannya, Hadi juga menyoroti aspek formal pengajuan PKPU yang mewajibkan adanya minimal dua kreditur.
“PKPU itu untuk penyelesaian utang secara kolektif. Kalau pemohonnya hanya satu pihak saja, tidak cukup. Apalagi jika tidak bisa dibuktikan dengan sederhana,” ucapnya.
Selain itu, laporan keuangan dan pajak tidak bisa dijadikan bukti mutlak, karena bersifat dinamis.
“Laporan keuangan 2024 tidak mencerminkan kondisi sekarang. Kalau dulu ada utang, sekarang bisa saja sudah lunas,” katanya.

Pakar akuntansi Unair, Zaenal Fanani menjadi ahli dalam sidang di Pengadilan Niaga Surabaya, Kamis (31/7). (JawaPos.com)
Hal senada juga diungkapkan ahli akuntansi Unair, Zaenal Fanani. Menurutnya, utang dividen harus muncul dalam laporan keuangan sebagai konsekuensi keputusan RUPS.
Page 2
Jika tidak tercatat dalam laporan, maka tidak bisa diklaim sebagai utang.
“Kalau di tahun berikutnya tidak tercatat, bisa diartikan sudah lunas,” tegasnya.
Jawa Pos: Tidak Ada Utang, Tidak Ada Dasar PKPU
Kuasa hukum PT Jawa Pos, E.L. Sajogo, menduga permohonan PKPU dari Dahlan Iskan tidak diajukan dengan itikad baik.
Pasalnya, berdasarkan bukti-bukti dan keterangan ahli, tidak ada utang apapun dari PT Jawa Pos kepada Dahlan, maupun kepada dua bank yang disebut dalam permohonan.
“Kalau tidak ada utang, jangan diada-adakan. Jangan memaksakan permohonan PKPU,” ujarnya.
Menurut Sajogo, jika memang ada kreditur lain, harus dihadirkan dalam sidang untuk membuktikan klaim utang secara jelas dan tegas.
Tim Dahlan Akan Hadirkan Saksi Ahli
Sementara itu, pengacara Dahlan Iskan, Arif Sahudi, menyatakan akan memberikan tanggapan atas keterangan para ahli dari PT Jawa Pos.
Mereka juga menyiapkan saksi ahli versi pemohon. “Yang bisa membantah saksi ahli ya ahli juga. Nanti kami hadirkan,” ujar Arif.
Sebagai informasi, Dahlan Iskan mengklaim memiliki piutang dividen sebesar Rp 54 miliar yang belum dibayarkan oleh PT Jawa Pos.
Permohonan PKPU yang diajukannya kini sedang diperiksa oleh Pengadilan Niaga Surabaya. (*)
Page 3
radarbanyuwangi.jawapos.com – Sidang permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang diajukan Dahlan Iskan terhadap PT Jawa Pos kembali bergulir di Pengadilan Niaga Surabaya, Kamis (31/7).
Namun dalam sidang itu, pakar hukum kepailitan Universitas Airlangga (Unair), Prof. Hadi Subhan, menyebut bahwa dasar permohonan Dahlan tidak memenuhi unsur yang dipersyaratkan dalam UU Kepailitan dan PKPU.
Guru besar yang dihadirkan sebagai saksi ahli dari pihak PT Jawa Pos itu menegaskan, utang dividen bukan termasuk jenis utang yang bisa diajukan sebagai dasar PKPU.
“Dividen bukan utang dalam pengertian undang-undang kepailitan. Utang dalam konteks PKPU harus jelas berasal dari perjanjian,” ujar Hadi di hadapan majelis hakim.

Hadi Subhan, ahli kepailitan dari Unair Surabaya menjelaskan tentang definisi utang dan dividen dalam dalam sidang di Pengadilan Niaga Surabaya, Kamis (31/7). (JawaPos.com)
Menurutnya, sengketa mengenai pembagian dividen tidak bisa diselesaikan melalui mekanisme PKPU karena sifatnya kompleks dan tidak memenuhi asas pembuktian sederhana yang menjadi dasar pengajuan perkara.
“Kalau ada sengketa, laporan pidana, atau gugatan perdata, itu menandakan pembuktiannya tidak sederhana,” tambahnya.
Tidak Cukup Dua Kreditur, Tidak Cukup Laporan Keuangan
Dalam keterangannya, Hadi juga menyoroti aspek formal pengajuan PKPU yang mewajibkan adanya minimal dua kreditur.
“PKPU itu untuk penyelesaian utang secara kolektif. Kalau pemohonnya hanya satu pihak saja, tidak cukup. Apalagi jika tidak bisa dibuktikan dengan sederhana,” ucapnya.
Selain itu, laporan keuangan dan pajak tidak bisa dijadikan bukti mutlak, karena bersifat dinamis.
“Laporan keuangan 2024 tidak mencerminkan kondisi sekarang. Kalau dulu ada utang, sekarang bisa saja sudah lunas,” katanya.

Pakar akuntansi Unair, Zaenal Fanani menjadi ahli dalam sidang di Pengadilan Niaga Surabaya, Kamis (31/7). (JawaPos.com)
Hal senada juga diungkapkan ahli akuntansi Unair, Zaenal Fanani. Menurutnya, utang dividen harus muncul dalam laporan keuangan sebagai konsekuensi keputusan RUPS.