Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Akhir Kisah Kepala Desa Tamansuruh, Ferdinand B Iwannosky

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Jenazah-Kades-Ferdinand-dibawa-ambulans-dari-RSUD-Blambangan-menuju-rumahnya-kemarin.

Kalah oleh Serangan Penyakit Tumor Paru-paru

NAMA Kades Ferdinand sempat jadi perhatian warga Bumi Blambangan pekan lalu. Betapa tidak, berbagai cobaan mendera kades yang satu ini. Salah satu cobaan yang berat dialaminya ketika dia tersandung kasus hukum. Dia tersandung kasus dugaan pungutan liar dan gratifikasi program operasi nasional agraria (prona).

Dia dijebloskan ke tahanan oleh penyidik tindak pidana korupsi (tipikor) Kejaksaan Negeri Banyuwangi beberapa waktu lalu. Ferdinand diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam program operasi  nasional agrarian (prona) di desanya  tahun 2013 silam.

Dalam kasus tersebut, Ferdinand diduga menerima gratifikasi senilai Rp 12 juta. Selanjutnya, penyidik kejaksaan memutuskan untuk menahan  Ferdinand dan dititipkan di Lapas Banyuwangi. Sekadar diketahui, Ferdinand ditetapkan sebagai tersangka sejak bulan November 2015 lalu.

Dia diduga terlibat dalam pungutan liar dalam pelaksanaan Prona di desanya. Dia dianggap  bertanggung jawab atas pungutan Rp 600 ribu yang dibebankan kepada setiap peserta program ini. Total pungli program tersebut  yang dibebankan kepada masyarakat  mencapai lebih kurang  Rp 120 juta.

Namun, dalam perkara ini, kades diduga menerima dana Rp 12 juta hasil dari pungutan sertifikat Prona tersebut. Dana itu merupakan pemberian dari panitia pelaksana program tersebut. Kuasa hukumnya, Jaenuri  mengatakan, penahanan merupakan kewenangan penuh penyidik.

Sebagai kuasa hukum, pihaknya akan meminta agar kliennya diberikan penangguhan penahanan. Alasannya, kliennya dalam kondisi sakit. Dia mesti menjalani kemoterapi atas penyakit tumor paru-paru yang  dideritanya. “Klien kami butuh  pengobatan khusus,” ujarnya saat itu.

Kondisi sakit dan tersandung kasus hukum, membuat para rekan sejawat bersimpati. Beberapa waktu lalu, beberapa kades urunan sukarela untuk membantu Ferdinand. Aksi solidaritas itu digalang setelah Kades  Ferdinand dirawat di ruang kelas  III RSUD Blambangan.

“Kami iba melihat kondisinya, masak seorang  kepala desa dirawat di ruang kelas tiga,” ujar Kades Gumirih, Kecamatan Singojuruh, Murai Ahmad saat itu. Apalagi, jelas Murai, Kades Ferdinand itu tengah menghadapi  persoalan hukum dengan menjadi  tersangka kasus dugaan pungutan  liar (pungli) program operasi nasional agraria (Prona) di Desa Tamansuruh  tahun 2013.

“Sudah sakit kronis, apa masih mau ditahan,” terang lelaki yang juga sekretaris Asosiasi Kepala Desa Kabupaten Banyuwangi (ASKAB) itu.  Ferdinand menjalani rawat inap di RSUD Blambangan sejak  7 Maret 2016 lalu.

Sejak itu,  beberapa kades berupaya memindahkan dari ruang kelas III  ke ruang kelas 1. Itu dilakukan  agar yang bersangkutan mendapatkan perawatan dan ruangan istirahat yang memadai. “Seluruh  biaya rawat inap dan pembelian obat-obatan, kita tanggung dengan menggalang dana kepada 189 kepala desa se Kabupaten  Banyuwangi yang tergabung dalam ASKAB,” jelas Murai saat itu.

Hasil penggalangan dana itu, nanti akan diserahkan langsung  pada Neni Indra Suwari, istri Kades Ferdinand. “Terlepas dari  kasus hukum yang dialami, kami berdoa semoga Pak Ferdinand  segera diberi kesembuhan dari penyakit yang diderita,” cetus Kades Lemahbang Kulon, Agin Sunyoto.

Sayangnya, Ferdinand akhirnya  kalah oleh penyakitnya. Jenazahnya langsung dibawa ke rumah duka usai disemayamkan sejenak di kamar mayat RSUD Blambangan.  Tampak pihak keluarga  dan kerabat turut hadir mengantar  jasad Ferdinand menuju kediamannya.

Dia dirawat di rumah sakit lebih kurang dua pekan. Atau persisnya, sejak sehari setelah penyidik  Kejaksaan Negeri Banyuwangi melakukan penahanan terhadap  Ferdinand. Terhitung sejak 7 Maret  lalu, kasusnya pun sudah sempat dilimpahkan ke Pengadilan Tindak  Pidana Korupsi (Tipikor).  Alhasil ini membuat statusnya menjadi tahanan pengadilan tipikor.

Di sisi lain, meninggalnya  Ferdinand tentu mengundang kekecewaan dari tim kuasa hukumnya. Setidaknya itu disuarakan oleh Rohman Adi Purnomo. Dia menyayangkan berbelitnya upaya penangguhan  penahanan yang harus diterima  oleh kliennya.

“Semestinya saat ditahan kejaksaan kami sudah upayakan. Sebab dia (Ferdinand) harus menjalani kemoterapi,” bebernya. Bahkan setelah statusnya beralih ke tahanan pengadilan tipikor,  usaha untuk mengajukan upaya penangguhan terus dilakukan.

Termasuk di antaranya permohonan  untuk merawat Ferdinand yang sedang mengalami sakit. Namun, usaha itu  tampaknya kembali gagal, hingga akhirnya kliennya mengembuskan  napas terakhirnya di rumah sakit. (radar)