Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Awalnya Hobi Kotekan, Kini Jadi Musisi Andal

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

afrizal-dwi-prasetya-alias-izul-saat-menabuh-ketipung-di-acara-pentas-seni-resepsi-hut-proklamasi-kemerdekaan-di-kantor-camat-muncar-selasa-lalu

Afrizal Dwi Prasetya, Pemain Kendang Cilik Asal Kedunggebang

SUARA musik kendang kempul terdengar begitu rancak dan menggoda telinga dari sound sistem yang cukup menggelegar. Hentakan kendang ketipung, membuat penonton dibuat manggut-manggut serasa ingin berjoget. Suara hentakan musik itu, dari rumah milik pasangan suami istri (pasutri) Anis Syamsudi, 44, dan Nur Hayati, 40, warga Dusun Damtelu, Desa Kedunggebang,  Kecamatan Tegaldlimo.

Di ruang tamu rumah itu, seorang anak bertubuh mungil sedang duduk dikursi plastik sambil menghadap layar komputer. Tepat di depan bocah itu duduk ada kendang ketipung. Bocah itu tampak serius mendengarkan suara kendang ketipung yang diputar di komputer itu.

Sesekali kedua tangannya memainkan kendang ketipung yang berada di depannya menirukan suara musik yang diputar itu. Itulah aktivitas yang sering dilakukan Izul sepulang sekolah.  Bocah kelas IV Madrasah Ibtidaiah (MI) Masroatul Huda, Dusun Damtelu, Desa Kedunggebang, itu rutin belajar dan mendengarkan musik melalui perangkat komputer  yang tersambung dengan internet.

“Awalnya Izul sering kotekan menggunakan gembreng (kaleng bekas roti),” ungkap Anis Syamsudi. Enam bulan lalu Izul minta dibelikan ketipung untuk ditabuh mengisi waktu luang sepulang sekolah. “Saya mengira hanya untuk mainan biasa, jadi saya belikan ketipung yang murah-murah, kok malah dibanting dan dibuang,” kenang Anis sambil melirik putranya.

Karena merengek untuk dibelikan ketipung, Anis menyerah dan membelikan ketipung di  Banyuwangi dengan harga Rp 350 ribu. Sejak itulah, Izul langsung menabuh ketipung itu tanpa dibantu mentor (guru pendamping). “Jadi belajar sendiri sambil mendengarkan musik dangdut dan Banyuwangian di depan  komputer,” jelasnya.

Setelah berlatih selama dua minggu, Izul minta kursus musik ketipung. Karena keseriusannya berlatih, kedua orang tuanya menuruti kemauan putranya itu dengan mendatangkan pelatih. Tidak disangka, baru dua kali tatap muka, sang mentor minta karena Izul dianggap sudah mampu menabuh ketipung   dengan baik.

“Jadi baru dua kali latihan bisa mengiringi musik dengan baik dan benar,” sahut Nur Hayati, ibunda Izul.  Sejak itulah Izul memberanikan diri tampil di hadapan  penonton dalam pertunjukan musik. Kebetulan ada salah  satu keluarga sedang melangsungkan pernikahan dan ada hiburan musik.

“Izul langsung nyumbang sebagai penabuh  ketipung,” katanya.  Penampilan perdananya itu ternyata memikat penonton  dan dilirik oleh pemilik kelompok musik. Apalagi saat itu, Izul  bisa tampil baik bersama musisi One Nada dengan mengiringi artis Banyuwangi, Wandra.

Para musisi dibuat terkejut dengan penampilan pengendang cilik tersebut. Hasilnya, Izul sukses mengiringi delapan lagu sekaligus. “Para musisi terkejut, karena selain temponya tepat, juga bisa mengiringi delapan lagu sekaligus. Biasanya ukuran anak kecil itu tiga lagu saja  sudah payah,” bebernya.

Sejak itu tawaran bermain musik terus berdatangan. Apalagi, kini izul sudah bisa disandingkan dengan musisi profesional Banyuwangi. Yang mencengangkan, Izul selama sepekan pernah menghibur para nara pindana (napi) di lembaga pemasyarakatan (lapas)  Banyuwangi saat hari raya Idul Fitri lalu.

Dalam setiap pementasan, kerap mendapatkan saweran dari para artis dan penonton. Bahkan, sawerannya itu lebih banyak disbanding ongkos bermain musik. “Kalau bayarannya  sekali tampil Rp 200 ribu, tapi sawerannya bisa mencapai Rp  600 ribu,” terang Nur Hayati dengan terkekeh-kekeh.

Meski tawaran bermain musik banyak berdatangan, tidak semuanya disetujui. “Kalau saya tergantung anaknya, mau apa tidak,  saya tidak memaksakan anak saya  bekerja, karena hanya sebatas hobi saja,” pungkasnya. (radar)

Kata kunci yang digunakan :