Kasus Korupsi Bedah Rumah Desa Banjarsari
BANYUWANGI – Suliyono terdakwa kasus korupsi bedah rumah di Desa Banjarsari, Kecamatan Glagah, menghadapi sidang dengan agenda pembacaan tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU) kemarin. Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (tipikor) Surabaya tersebut.
Suliyono dituntut hukuman lima tahun penjara oleh JPU. Selain pidana penjara, jaksa juga mengenakan sanksi denda yang nilainya mencapai Rp 200 juta. Bila tidak dibayar, Suliyono wajib mendekam lebih lama enam bulan. JPU menilai terdakwa memenuhi unsur pidana dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Selain tuntutan pidana tersebut, JPU juga meminta Suliyono membayar biaya pengganti atas kerugian negara yang ditimbulkan. Biaya kerugian negara yang dibebankan kepada penggarap proyek itu Rp 325 juta. Jaksa mengemukakan sederet pertimbangan yang meringankan dan memberatkan.
Pertimbangan yang meringankan, terdakwa bersikap sopan, berterus terang, dan menyesali perbuatannya. Yang memberatkan, perbuatannya merugikan orang lain dan bertentangan dengan semangat pemerintah dalam memberantas praktik korupsi.
Atas keterangan saksi dan alat bukti yang terungkap di persidangan, JPU akhirnya menuntut hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan. Selain itu, Suliyono juga dikenai biaya pengganti sebesar Rp 325 juta.
Menanggapi tuntutan itu, kuasa hukum Suliyono, Ribut Puryadi, menyatakan akan mengajukan pleidoi. Menurutnya, ada beberapa hal yang akan disangkal terkait tuntutan yang disampaikan JPU. “Pekan depan akan kami ajukan pleidoi,” kata Ribut.
Dalam pleidoi itu dibahas kerugian negara yang ditimbulkan. Menurut Ribut, hitungan jaksa belum jelas dan rancu karena bu kan dihasilkan oleh BPKP, tapi hitungan internal kejaksaan. Selain itu, saat diaudit kondisi rumah sudah banyak berubah.
Di sisi lain, komponen pengerjaan proyek bedah rumah juga sudah mendapat persetujuan konsultan. Termasuk biaya tukang yang di masukkan dalam biaya yang ditanggung dalam proyek itu. “Biayanya tidak semua jadi bahan. Ada biaya tukang. Lengkapnya tunggu hasil pleidoi mendatang,” tegasnya.
Sekadar diketahui, proyek bedah rumah itu bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahun 2013 sebesar Rp 975 juta. Bantuan itu dikhususkan 126 warga miskin. Dengan rincian per rumah mendapat bantuan bedah rumah senilai Rp 7,5 juta.
Namun, dalam pengerjaannya, bantuan yang di terima hanya Rp 3 juta sampai Rp 4 juta. Kerugian negara yang ditimbulkan mencapai 376 juta. Anggrid Mardjoko sebagai kepala Bidang Pemberdayaan Usaha Ekonomi Masyarakat di kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Banyuwangi itu dianggap turut bertanggung jawab atas kebocoran pengerjaan dalam proyek itu. Anggrid pun kini baru tahap awal persidangan. (radar)