SEKILAS bentuk cabai jamu terbilang mirip dengan tanaman suruh atau sirih dengan daun lebar dan bersifat merambat. Setelah diamati lebih dekat, tanaman ini memiliki buah yang mirip cabai. Dengan bentuk sedikit berbeda karena memiliki bintil-bintil kasar di seluruh kulitnya.
Ramang Rameli Rakasiwi, 51, salah seorang warga di Lingkungan Kampung Ujung, Kelurahan Kepatihan yang membudidayakan tanaman ini mengatakan, cabai jamu saat ini cukup banyak dibudidayakan. Ramang mengaku sering didatangi orang yang meminta bibit tanaman yang memiliki rasa pedas dan hangat itu untuk ditanam di tempat tinggalnya.
Awalnya Ramang mendapatkan tanaman tersebut secara tidak sengaja saat bermain di wilayah Pesanggaran. Dia diberi oleh seorang wanita yang kebetulan menanam cabai jamu di depan rumahnya. Wanita itu mengatakan, cabai jamu yang ditanamnya itu berasal dari pedalaman Taman Nasional Merubetiri.
Karena tertarik melihat cabai tersebut, Ramang pun membawanya ke rumah. Kebetulan, pria yang aktif sebagai aktivis sampah ini juga gemar menanam tanaman obat. Sehingga tak butuh waktu lama, si cabai jawa yang dibawanya dari Pesanggaran itu tumbuh dengan lebat di kediamannya.
“Saya perlakukan seperti menanam anggur. Ternyata pertumbuhannya cepat, dalam waktu delapan bulan sudah berbuah banyak. Dilihat juga menyenangkan, apalagi kalau sudah matang,” kata Ramang. Setelah melihat tanaman itu bisa berkembang dengan baik, Ramang mulai mengembangbiakkan cabai jawa dengan mengambil dari batang-batang pohon.
Bagian batang pohon yang sudah dipotongnya kemudian ditanamnya lagi dalam plastik bag kecil sebelum dipindahkannya ke tempat yang lebih luas. Tak butuh lama, tanaman itu pun tumbuh semakin lebat. Apalagi Ramang memang sudah mahir membuat tanaman lebih subur dengan pupuk-pupuk yang dibuatnya dari bahan baku sampah.
Di sekitar rumah Ramang, ada lebih dari empat bagian rumah yang dijalari tanaman cabai jawa tersebut. “Awalnya saya berniat untuk membuat penghijauan saja, tapi ternyata tanaman ini banyak manfaatnya. Air sisa rebusan dari cabai jawa bisa dibuat peptisida dan pupuk, mulai saat itu saya coba perbanyak tanamannya,” terang pria berkumis itu Pernah suatu kali istrinya, Khotimah, 51, tidak sengaja menemukan penjual cabai jamu kering di pasar.
Ternyata cabai jamu memiliki nilai yang cukup ekonomis. Pedagang di pasar Banyuwangi menjualnya dengan harga mulai Rp 60 ribu sampai Rp 80 ribu per kilogramnya. Melihat itu, Ramang pun mulai mengolah cabai-cabai jamu yang ditanamnya agar layak jual.
Istri Ramang, Khotimah menunjukkan cara mengolah cabai jamu dengan memilih cabai-cabai yang sudah matang. Setelah itu cabai direbus kurang lebih lima menit. Baru setelah itu cabai jamu dijemur sampai benar-benar kering. “Kalau sudah kering baru saya kemasi. Warnanya harus sampai hitam dulu. Setelah itu baru bisa dijual. Kata orang di pasar ini buat campuran jamu, beberapa juga menggunakan ini untuk masakan gulai,” kata Khotimah.
Melihat tanamannya mulai terus berbuah, Ramang mengatakan jika beberapa orang yang tertarik mulai datang untuk meminta bibit dan menanyakan cara memelihara cabai jamu kepadanya. Dia pun memberikan bibit itu dengan cuma-cuma kepada teman dan orang yang datang.
Apalagi banyak dari mereka yang mengatakan ingin menanam cabai jamu untuk penghijauan di rumahnya. Karena Ramang senang jika banyak orang menanam tumbuhan, dia pun memberikan berapa pun yang diminta orang- orang yang datang ke tempatnya.
Sampai kemudian pernah salah seorang temannya yang datang dan tiba-tiba mentraktir dirinya tanpa alasan. Ternyata setelah ditanya, temannya mentraktir karena habis menjual cabai jamu yang didapatinya dari Ramang. “Ada banyak yang minta, ya saya beri saja, wong saya juga diberi. Katanya malah berbuah lebat di mana-mana. Teman saja habis menjual dua kwintal katanya, makannya langsung ditraktir semua orang-orang di sini,’’ terang Ramang.
Sambil menunjukkan tanaman cabai jamu yang menjalar di belakang rumahnya, Ramang menjelaskan jika banyak keuntungan jika mau menanam tanaman itu. Selain memiliki nilai ekonomis, tanaman itu juga bisa digunakan obat. Salah satunya obat sakit gigi dan obat sakit perut.
“Bisa dimakan mentah, tidak usah dikeringkan. Khasiatnya sama saja. Kalau ada yang mau silakan minta saja ke rumah,” kata Ramang sambil menggigit cabai jamu. (radar)