Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Ratusan Produsen Genting di Desa Kedunggebang Gulung Tikar

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Pekerja-membakar-genting-yang-sudah-kering-dalam-tungku-di-Dusun-Krajan,-Desa-Kedunggebang,-Kecamatan-Tegaldlimo,-Banyuwangi,-kemarin

TEGALDLIMO – Ratusan perajin genting di sentra industri genting Desa Kedunggebang, Kecamatan Tegaldlimo, gulung tikar. Selama lima tahun terakhir, jumlah perajin genting yang ada di desa itu menurun hingga  50 persen lebih.

Menurunnya jumlah perajin genting itu karena dianggap kurang menjanjikan dan bahan baku yang semakin  sulit di dapat. “Saya sudah lima tahun lebih tidak membuat genting, penjualannya menurun,” terang Sutamar,  53, salah seorang perajin genting asal  Dusun Krajan, RT 22, RW 3, Desa  Kedunggebang.

Sebelum memutuskan untuk mengakhiri usaha pembuatan genting, Sutamar mengaku beberapa kali jatuh bangun  dalam menjalani bisnis genting dengan tiga orang karyawan itu. “Hasilnya sangat  tipis dan mepet, itu belum dibuat membayar gaji karyawan,” ujarnya.

Karena sering jatuh bangun dan nyaris bangkrut itu, dia akhirnya memutuskan untuk berhenti memproduksi genting dan beralih profesi menjadi petani padi dan budidaya jeruk. “Rata-rata semua yang berhenti membuat genting itu kini jadi petani,” katanya.

Sutamar menyebut pada lima tahun lalu, hampir setiap kepala keluarga (KK) di desanya itu memproduksi genting dan memiliki tempat penjemuran sendiri. Kini pemandangan itu tidak akan tampak lagi. Tempat penjemuran genting, kini banyak dimanfaatkan untuk tempat penjemuran padi dan tempat olahraga, seperti jadi  lapangan bola voli dan tempat penjemuran kayu bakar.

“Dulu perajin genting itu mulai dari Dusun Damtelu, kini di Dusun Damtelu hanya tinggal empat orang perajin  saja,” cetusnya.  Hal senada juga diakui oleh Yahdin,  50. Perajin genting yang hingga kini masih aktif memproduksi itu  mengatakan jumlah perajin genting di Desa Kedunggebang banyak berkurang. Lima tahun silam, jumlah perajin genting di desanya  jumlahnya mencapai 600 KK.

“Sekarang tinggal 250 KK saja yang masih aktif membuat genting,” ungkapnya. Banyaknya perajin yang gulung tikar dan berhenti memproduksi genting itu, diduga karena minimnya  pendapatan yang di peroleh. Sehingga, mereka memilih  alih profesi.

“Sebagian ada yang  beralih profesi memproduksi batu bata, batako, dan paving. Tapi lebih banyak yang tani,” cetusnya. Bisnis genting memang di butuhkan kerja keras dan ketelatenan.  Belum lagi, harga genting itu masih  sering fluktuatif karena bahan baku tanah liat semakin susah didapat dan harus beli dari lain desa.

“Bahan baku sulit di dapat, kita sering mencari dari luar desa,” katanya.  Untuk pemasaran, dia tidak terlalu kesulitan karena genting made in Kedunggebang masih menjadi primadona warga Banyuwangi dan Bali. Harga genting pres Kedunggebang mencapai Rp 1,1 juta per seribu genting.

Untuk genting kualitas super, harganya bisa mencapai Rp 1,4 juta per seribu genting. Harga itu masih harga jual di  tempat. Kalau harus dikirim ke tempat tujuan tambah ongkos kirim sekitar Rp 250 ribu, tergantung jarak tempuh. “Yang saya rasakan, sementara ini masih lancar dan tidak ada kendala,” terang Yahdin.

Hanya saja, untuk pemasaran  itu dirinya membeli genting yang diproduksi oleh keluarga dan saudaranya. “Kalau ada pesanan jumlah banyak dan barang saya kurang, maka mengambil barang milik saudara-saudara yang ada,”  terangnya.

Banyaknya perajin genting yang gulung tikar dan beralih profesi itu, diakui oleh Kepala Desa Kedunggebang, Eko Budi Santoso. Menurutnya, jumlah perajin  genting di desanya sudah banyak berkurang. “Mungkin memang hasilnya kurang menjanjikan,  karena hasilnya sangat minim dan modal banyak yang pinjam ke bank,” ungkapnya.

Sebagai kepala desa, dirinya banyak  terlibat dalam pemasaran genting buatan warganya itu hingga ke luar kota seperti Bali, Lumajang, dan Sumbawa (Nusa Tenggara Barat).  “Saya sering promosi kalau ke luar kota, dan akhirnya banyak mendapat pesanan dari luar kota,” cetusnya.

Itu dilakukan untuk tetap mempertahankan dan menyelamatkan nama baik Desa Kedunggebang sebagai sentra industri perajin genting terbesar di Kabupaten Banyuwangi. “Membangun image baik di masyarakat ini susah, makanya saya sebisanya harus mampu dan tetap mempertahankan,” pungkasnya. (radar)