JAKARTA, KOMPAS.com – Saat ini, sudah banyak item fesyen yang didesain ramah lingkungan. Salah satunya Cheris Vest karya Organic Culture, jenama lokal asal Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, yang ingin mengajak masyarakat untuk membantu mencegah limbah plastik dan tekstil.
“Vest ini bisa dipakai sebagai vest, dan bisa jadi tote bag kalau diritsleting penuh,” kata COO Organic Culture, Wanda saat ditemui Kompas.com di acara Langkah Membumi oleh Blibli di Jakarta Selatan, Minggu (9/11/2025).
Baca juga:
Ide pembuatan Cheris Vest dari Organic Culture
Berangkat dari kekhawatiran akan limbah
Ketika sedang berbelanja, kebanyakan toko tidak lagi menyediakan kantong plastik untuk konsumen membawa barang belanjaannya. Sebagai gantinya, mereka menawarkan tote bag atau tas kain.
Kendati demikian, pembeli bisa lupa membawa tote bag saat bepergian, terutama jika sejak awal tidak ada rencana untuk belanja.
Tote bag pun terpaksa dibeli, dan lama-lama semakin menumpuk di rumah. Pada akhirnya, tumpukan tote bag dibuang. Umumnya, tote bag dibiarkan begitu saja dan menjadi limbah tekstil.
Di sisi lain, ketika membawa belanjaan pakai kantung platik, limbah plastik juga akan semakin menumpuk.
“Inspirasi Cheris Vest memang dari kekhawatiran akan limbah (plastik dan tekstil). Harapan kami, kita bisa tampil kece dengan pakai vest. Tapi, saat kita ingin belanja, kita bisa buka vest untuk dijadikan kantung belanja,” ujar Wanda.
Baca juga:
Dari limbah menjadi produk fesyen kekinian
Kompas.com / Nabilla Ramadhian Produk fesyen dari jenama lokal asal Banyuwangi bernama Organic Culture. Mereka memanfaatkan sumber daya alam di kawasan, serta limbah plastik dan kain perca dari pesisir pantai yang dikumpulkan setiap kegiatan pembersihan pantai tahunan.
Cheris Vest memiliki tampilan yang cukup berbeda. Dari kacamata orang awam, produk fesyen ini mungkin terlihat aneh karena tampak “compang-camping”.
Namun, penampilannya berasal dari limbah tekstil berupa kain perca jeans, yang digabungkan menjadi vest kekinian. Ring gesper untuk mengatur panjang tali vest-nya pun terbuat dari limbah plastik yang terkumpul dari tepi laut.
Organic Culture mengumpulkannya lewat kegiatan pembersihan area tepi pantai tahunan. Tahun ini, kegiatan berlangsung pada bulan Februari.
Sampah laut yang terkumpul dan dikelola cukup banyak. Bahkan, pada periode pengumpulan 3 Maret 2024 sampai 10 April 2025, Organic Culture telah mengelola 230 kilogram sampah plastik laut berjenis HDPE, alias plastik yang kuat dan tahan lama.
“Kami sudah mengumpulkan sampah plastik laut kayak tutup botol dan jerigen, untuk dibuat produk seperti kancing dan ring gesper,” tutur Wanda.
“Memang konsepnya zero waste. Enggak perlu banyak menggunakan plastik saat belanja karena nantinya kan bakal jadi limbah,” lanjut dia.
Organic Culture adalah jenama fesyen lokal dari kawasan Sky Farm Glenmore di Dusun Krajan, Tegalharjo, Kecamatan Glenmore, yang didirikan pada tahun 2021 oleh dr. Anita Yuni.
Mereka berdiri atas keresahan akan limbah tekstil yang semakin menggunung setiap tahunnya, baik dari pabrik tekstil, produsen pakaian, maupun fast fashion.
Baca juga:
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang








