Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Adopsi Riset Pelajar, Banyuwangi Uji Coba Penyiraman Lahan Pertanian Lewat Smartphone

Foto: Merdeka
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Foto: Merdeka

BANYUWANGI – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi akan menguji coba hasil riset para pelajar di SMKN 1 Glagah, Banyuwangi, yang mengembangkan penyiram lahan pertanian atau tanaman secara otomatis melalui control dari smartphone.

Saat bertemu dengan para pelajar, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengaku sangat luar biasa pengembangan para pelajar SMKN 1 Glagah tersebut.

“Saya sudah meminta ke Dinas Pertanian untuk memanfaatkan teknologi mereka,” ujar Bupati Anas seperti dilansir dari Merdekacom, Rabu (26/6/2019).

“Perlu diuji coba misalnya untuk merawat berbagai komoditas tanaman hortikultura di kawasan Agro Wisata Tamansuruh. Dan bertahap bisa diproduksi dan dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tani di Banyuwangi,” imbuhnya.

Teknologi tersebut dikembangkan lima pelajar SMKN 1 Glagah, Banyuwangi. Terdapat dua alat, yaitu Sistem Irigasi Otomatis Tenaga Matahari (Singo Tangar) dan Bagaskara.

Singo Tangar digunakan untuk penyiraman pada taman atau green house (lahan skala kecil untuk budidaya tanaman). Adapun Bagaskara untuk lahan pertanian yang luas.

Oka Bayu Pratama, salah seorang pelajar pengembang teknologi itu, mengatakan, awalnya dia dan teman-temannya melihat halaman rumput di sekolah yang selalu mengering saat kemarau. Lalu muncul ide membuat penyiram tanaman bertenaga surya.

“Kan Indonesia tiap hari sinarnya terik, kenapa tidak kita manfaatkan,” ujarnya sambil memeragakan alat tersebut.

Mereka mulai merancang alat tersebut. Pelajar Jurusan Teknik Komputer tersebut mengaku, lebih dari dua bulan bergelut dengan berbagai instrument untuk menciptakan alat yang menghemat waktu, tenaga dan biaya.

Adapun keunikan alat ini karena menggunakan sinar matahari untuk mengubah energi panas menjadi listrik. Dari listrik disimpan ke accu, lalu digunakan menghidupkan pompa dan microcontroler yang dilengkapi sensor pembaca kelembaban tanah.

“Misalnya jika data kelembaban terdeteksi sekian persen, mesin akan menyiram secara otomatis. Dan jika kelembaban telah mencapai titik tertentu, misalnya 52 persen, maka mesin akan berhenti otomatis. Sehingga selain hemat energi, juga hemat air,” papar Oka.

Yang menarik, pengendalinya tidak hanya lewat sensor pendeteksi kelembaban, namun bisa dengan menggunakan tombol ataupun dikontrol lewat smartphone pengguna.

Sementara itu, Hari Wahyudy, guru pembimbing, menjelaskan, teknologi ”Singo Tangar” telah diaplikasikan di greenhouse SMKN 1 Glagah dan mampu memompa air dengan debit 38 liter per menit.

“Kalau di pakai di Taman Blambangan yang merupakan salah satu ruang terbuka hijau di Banyuwangi, hanya membutuhkan satu alat itu,” ujar Hari.

Selain Singo Tangar, ada penyiram tanaman tenaga surya berkapasitas lebih besar untuk sawah, namanya ”Bagaskara”.

Hari mengaku, Bagaskara belum dilengkapi sensor, namun kerjanya bisa nonstop, misalnya sejak pukul 07.00 sampai 16.30, mengikuti luasan lahan pertanian.

“Pengendaliannya dapat dilakukan dengan menggunakan timer yang ada pada sistem maupun kontrol dari gadget,” kata Hari.

”Bagaskara” sudah diujicobakan di lahan kedelai hitam di Kecamatan Purwoharjo. Hasilnya sangat memuaskan petani, karena mampu menghemat biaya bahan bakar genset untuk pompa air.

“Jika pakai genset, petani keluar biaya Rp 150 ribu per hari, namun dengan Bagaskara nol rupiah karena memanfaatkan energi matahari,” pungkasnya.