Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Atasi Kemiskinan, Bupati Anas Akan Terapkan Metode IKM

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Bupati-Anas-saat-menjadi-narasumber-pada-acara-launching-metode-IKM-yang-dilakukan-Oxford-Poverty-and-Human-Development-Initiative-(OPHI),-Universitas-Oxford,-di-Jakarta-beberapa-waktu-lalu.

Untuk Tekan Jumlah Penduduk Miskin

BANYUWANGI – Untuk menekan jumlah warga miskin di Banyuwangi, Bupati Abdullah Azwar Anas akan menerapkan Indeks Kemiskinan Multidimensi  (IKM). Pola baru dikembangkan Oxford Poverty and Human Development Initiative (OPHI), Universitas  Oxford, Inggris itu dinilai relevan  untuk menyelesaikan masalah  sosial-ekonomi masyarakat secara komprehensif.

Saat ini, pola IKM ini menjadi salah  satu metode pengukuran kemiskinan yang bisa melengkapi metode yang selama ini telah digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Penerapan IKM  itu, tidak hanya melihat kemiskinan dari dimensi ekonomi atau pendapatan  saja, tapi lebih jauh dari itu.

Menurut Anas, ada tiga dimensi lain  yang diukur dalam IKM, yaitu dimensi pendidikan, kesehatan, dan kualitas hidup. Di dalamnya ada berbagai indikator, mulai dari kepemilikan aset, tingkat pendidikan, akses pendidikan prasekolah, hingga sanitasi.

”IKM saya lihat cukup kompleks, namun relevan dalam memotret problem daerah, terutama untuk kabupaten yang problemnya relatif lebih rumit dan kompleks,” katanya. Metode IKM di Indonesia diperkenalkan  di belum lama ini di Jakarta.

Pengukuran indeks ini didorong oleh lembaga Perkumpulan Prakarsa di mana modelnya digawangi Oxford Poverty and Human Development Initiative (OPHI), Universitas Oxford. Dalam launching metode IKM, Anas  yang hadir yang menjadi narasumber  sekaligus sebagai peserta.

Pada kesempatan itu, Anas menyampaikan pengenalan IKM itu sangat penting dalam penyusunan program pembangunan. Data yang presisi menjanjikan program yang tepat sasaran. Untuk menerapkan penghitungan IKM di Banyuwangi, Anas bakal menggandeng   sejumlah pihak sehingga bisa dilakukan pendataan yang terukur.

”Kami diberi kesempatan bertemu teman-teman peneliti. Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), dan Kementerian Sosial. Alhamdulillah, mereka dukung Banyuwangi untuk menerapkan  metode IKM,” ungkap Anas.

Anas, kemiskinan bukan sematamata soal aspek ekonomi saja, tapi berhubungan dengan berbagai dimensi. Dia mencontohkan, pendapatan per kapita Banyuwangi yang meningkat 62 persen dari Rp20,8 juta pada 2010 per orang menjadi Rp33,6  juta pada 2014.

”Capaian pendapatan itu kan secara kuantitatif. Saya kira  ini perlu ditelaah aspek kualitatifnya,  mulai dari pemerataannya hingga dimensi lainnya,” ujarnya.  Dengan pendekatan multidimensi akan tersaji informasi yang lebih spesifik, sehingga bisa menciptakan kebijakan yang lebih relevan  dan tepat sasaran.

Misalnya, di dalam IKM  ada dimensi pendidikan, salah satunya soal pendidikan  prasekolah.  Ada warga yang mungkin  secara ekonomi sudah mampu, namun tak mengirimkan anaknya ke  pendidikan prasekolah karena berbagai alasan,  seperti lokasi yang jauh.

”Informasi spesifik ini  bikin arah kebijakan terarah. Misalnya  dengan memanfaatkan Posyandu sekaligus menjadi tempat pendidikan  anak usia dini (PAUD). Saat ini  di Banyuwangi baru ada 275 Taman  Posyandu yang punya PAUD. Padahal  total ada lebih dari 2.000 posyandu,»  katanya. (radar)