Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Batu Badar Emas Hutan Tangkup Lebih Berkelas

akik-bwiBATU akik saat ini memang sedang hangat diperbincangkan masyarakat berbagai lapisan. Mulai tukang becak, pedagang, hingga pejabat, sedang dilanda “mabuk” akik. Warga Banyuwangi juga sedang “demam” akik.

Selama menyisir hutan jati di Dusun Tangkup, tim ekspedisi jawa Pos Radar Banyuwangi juga menemukan batu-batu yang bisa digunakan sebagai akik. Batu yang ditemukan itu boleh dibilang berkelas. Tidak hanya di hutan jati.

Di sungai Tangkup di sekitar hutan jati juga sangat mudah dijumpai batu-batu yang bisa dijadikan akik. Tim ekspedisi pun tidak hanya mencari batu akik di dalam hutan. Tim juga menyisir Sungai untuk sekadar melihat-lihat jenis batu akik di sungai tersebut.

Sekilas batu-batu di sungai tersebut sama halnya batu yang pernah ditemukan di sungai lain. Tapi yang bikin kami heran, tim ekspedisi lokal Wongsorejo malah memungut batu-batu tersebut. Ternyata batu-batu tersebut bisa dijadikan batu akik.

Uniknya lag, jok motor milik tim ekspedisi asal Wongsorejo juga penuh batu yang diambil di sungai tersebut. “Sekilas memang seperti batu biasa. Tapi kalau digosok nanti ini jadi virus hitam,” kata Kepala Dusun Badolan, Jumaidi.

Jenis batu yang ditemukan juga tidak hanya satu, melainkan banyak. Jenis-jenis batu tersebut adalah meteor, badar emas, pinus hitam, badar besi, batu gambar, blue safir, kecubung ireng, batu wisnu, dan lain-lain.

“Badar emas dan pirus hitam di hutan ini terkenal di kalangan pecinta batu,” kata Ubaidillah, pakar batu akik asal Dusun Krajan, Desa Wongsorejo, Kecamatan Wongsorejo, yang ikut tim ekspedisi jawa Pos Radar Banyuwangi.

Pria yang akrab disapa Bang Obet itu menuturkan, batu badar emas yang ditemukan di hutan jati Dusun Tangkup itu lain daripada badar emas yang ditemukan di daerah lain. Yang menjadi ciri khas badar emas di hutan jati ini terletak pada kombinasi corak emasnya.

“Badar emas yang ditemukan di sini corak emasnya lebih muda. Itu yang bikin mahal. Saya saja pernah jual satu cincin Rp 2 juta,” ungkap Bang Obat. Bahkan, di sungai Tangkup tersebut terdapat batu berwarna merah yang masih belum bisa diangkat karena ukurannya sangat besar.

Katanya, batu tersebut nantinya kalau sudah digosok memiliki daya jual cukup tinggi karena batu tersebut sangat unik. “Itu namanya batu wisnu. Kalau sudah digosok sekilas warnanya hitam. Tapi kalau terkena sinar warnanya jadi hijau.” tambah Bang Obet.

Wapimred Jawa Pos Radar Banyuwangi, Syaifuddin Mahmud, beruntung kala itu. Saat menelusuri sepanjang Sungai Tangkup, dia menemukan batu berukuran kecil berwarna hijau. Setelah ditanyakan kepada pakar akik, batu yang ditemukan tersebut merupakan jenis jamrud.

“Alhamdulillah dapat jamrud,” ujar pria yang akrab disapa Aif itu. Adanya temuan batu Jamrud tersebut semakin membuat anggota ekspedisi lain bersemangat mencari batu di sungai tersebut. Seluruh kepala anggota tim ekspedisi pun tertunduk melihat sungai berharap menemukan baru lain yang bisa dijadikan akik.

“Ini batu meteor, ujar jumari, salah satu anggota tim ekspedisi sembari menunjukan batu berwarna hitam pekat mengkilat. Alhasil, sekitar satu jam lebih menyusuri Sungai Tangkup, seluruh anggota tim ekspedisi tidak pulang dengan tangan hampa.

Hampir seluruh anggota tim ekspedisi membawa pulang batu beragam jenis dari Sungai Tangkup tersebut. Jenis baru yang kita bawa itu bukan batu ecek-ecek, bisa dibilang baru berkualitas. Sementara itu, banyaknya batu-batu akik yang kita temukan di hutan dan Sungai Tangkup tersebut kita memprediksi batu-batu tersebut berasal dari Gunung Baluran yang pernah meletus.

Menurut, MH. Qowim, salah satu anggota ekspedisi, menyebut batuan yang banyak ditemukan di Hutan Tangkup tersebut adalah batuan beku yang bersifat masif. Batuan tersebut bernama Obsidian. Obsidian adalah batuan yang sangat mirip kaca.

“jadi yang orang-orang sebut sebagai batu meteor, jamrud, dan wisnu itu sebetulnya Obsidian. Itu adalah salah satu jenis batuan beku yang berasal dari lava gunung meletus,” katanya. Lebih jauh peneliti bahasa Oseng itu menjelaskan, batuan beku atau igneous rock merupakan batuan yang terbentuk dari pembekuan lava, baik secara ekstrusif (di atas permukaan bumi) maupun intrusif (di bawah permukaan bumi).

Proses pendinginan lava tersebut nanti akan mempengaruhi tekstur dan struktur batuan. Selain batuan padat, menurutnya, di hutan tangkap juga ditemukan batuan beku jenis scoriaceous dan flow-structure. Scoriaceous adalah batuan beku terdapat lubang-lubang tidak teratur.

Sedangkan flow-structure adalah batuan yang telihat adanya kesejajaran mineral yang menunjukkan struktur aliran. Dibandingkan Obsidian, batuan scoriaceous lebih banyak ditemukan di Hutan Tangkup. Kalau dicari secara serius, MH. Qowim menduga, mungkin semua jenis batuan beku yang berasal dari lava gunung meletus akan ditemukan di lokasi tersebut.

Namun demikian, menurutnya, yang lebih penting setelah batuan-batuan itu diteliti oleh ahlinya adalah apakah gunung meletus tersebut yang meluluhlantakkan kerajaan Blambangan kuno di sana? Ataukah kerajaan tersebut telah pindah lebih dulu sebelum gunung tersebut memuntahkan lava.

MH. Qowim memberikan satu analogi sederhana yang bisa membawa kita menemukan Konklusi. Menurutnya, di hutan tangkap tersebut banyak ditemukan pecahan porselen dan tembikar. Bahkan, tidak sedikit batuan beku yang menempel di bagian atas tembikar dan porselen tersebut.

Logikanya, kalau kerajaan itu pindah sebelum gunung meletus, maka tidak akan ditemukan banyak pecahan tembikar dan porselen. Sebab, porselen waktu itu merupakan barang mewah. Kemungkinan besar barang-barang itu akan dibawa mengungsi.

“Kalau batuan beku sampai menempel di bagian atas porselen, berarti porselen itu belum dipindah. Dengan kata lain, saat lava itu menyapu, di lokasi tersebut masih banyak manusia bersama barang-barangnya. Tetapi, ini dugaan, silakan ahlinya yang memastikan,” pungkas editor bahasa jawa Pos Radar Banyuwangi itu. (radar)