Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Budaya  

Cuaca Diselimuti Mendung, Warga Kemiren Tetap Mepe Kasur

GLAGAH – Kepercayaan masyarakat Oseng yang tinggal di Desa Kemiren akan ritual mepe kasur tampaknya masih cukup mengakar. Meski Minggu pagi (12/8/2018) langit Kemiren dirundung mendung, beberapa masyarakat tetap mengeluarkan kasur berwarna hitam merah yang mereka miliki untuk dipepe di depan rumahnya.

Biasanya, sejak pukul 06.00 sampai pukul 08.00, warga Desa Kemiren sudah berbondong-bondong mengeluarkan kasur yang mereka jemur di atas kursi bambu atau kursi kayu. Namun, karena suasana pagi hari kemarin sedikit berbeda dikarenakan mendung yang tidak kunjung pergi, beberapa warga tampak ragu-ragu mengeluarkan kasur dari dalam rumah.

Seperti yang diungkapkan Sutikanah warga setempat. Ibu satu anak itu mengatakan jika belum ada panas matahari, khawatir jika nekat mengeluarkan kasur, nantinya akan kehujanan.

“Saya menunggu agak panas dulu. Kalau terang biasanya jam tujuh sudah keluar semua, ini masih mendung jadi mungkin masih mikir-mikir mau mengeluarkan apa tidak,” kata Sutikanah sambil menyapu halamanya.

Ada juga beberapa warga yang tetap menjemur kasurnya meski langit masih terlihat mendung. Seperti beberapa warga yang tinggal di timur Sanggar Genjah Arum, mereka terlihat memukulkan penebah ke kasur meskipun cahaya matahari belum terlihat menyengat.

“Setiap tahun yang paling pagi mengeluarkan kasur memang dari barat biasanya terus sampai ketimur,” kata salah seorang pemilik kasur.

Ritual mepe kasur sendiri menjadi rangkaian dari ritual tumpeng sewu yang digelar setiap mendekati hari raya Idul Adha. Masyarakat Oseng Kemiren percaya, dengan mengeluarkan kasur dan membersihkanya di depan rumah bisa membawa dampak baik bagi rumah tangga dan kehidupan masyarakat. Termasuk menghilangkan hal-hal negatif seperti penyakit dan kesialan.

Warna kasur yang dijemur pun memiliki perlambangan tersendiri. Warna hitam dianggap mewakili keabadian atau kelanggengan yang berdampak pada awetnya rumah tangga. Kemudian merah dianggap sebagai simbol kerja keras yang juga merupakan komponen penting dari sebuah keluarga.

Ketua Lembaga Masyarakat Adat Oseng (LMAO) Kemiren Purwanto menambahkan, filosofi dari bersih-bersih kasur sendiri memiliki makna bersih-bersih untuk kehidupan rumah tangga masyarakat Oseng. Jika bersih desa untuk membersihkan hal negatif yang ada di sebuah perkampungan, maka mepe kasur bertujuan membersihkan hal negatif dari sebuah rumah tangga.

Dulunya, baik ritual bersih desa maupun mepe kasur hanya dilaksanakan secara terbatas di masing-masing lingkungan atau dusun. Namun sekitar sepuluh tahun terakhir, budaya tersebut disatukan sehingga munculah kemudian mepe kasur yang terlihat serentak dan tumpeng sewu yang ramai.

“Kalau begini memang jadinya terlihat lebih rukun. Masyarakat percaya, dengan mepe kasur rumah tangga mereka menjadi kuat langgeng dan kerjanya juga semakin bersemangat,” tandasnya.