Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Budaya  

Tradisi Mepe Kasur Masal di Desa Kemiren

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

tradisiBentuk dan Warnanya Seragam Hitam-Merah
TRADISI menjemur kasur secara masal di Desa Kemiren mungkin satu-satunya diIndonesia, bahkan di dunia. Tradisi mepe kasur itu hanya ditemui di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi. Tradisi mepe kasur adalah rangkaian selamatan kampung Desa Kemiren, yaitu Tumpeng Sewu. Tradisi itu di adakan setiap Kamis atau Minggu pertama bulan Haji atau bulan besar kalender Jawa. Warga setempat mempercayai tradisi itu sudah berlangsung sejak zaman nenek moyang mereka.

Konon, tradisi mepe kasur itu sebagai simbol tolak bala. Mengapa kasur harus di jemur? Konon sumber penyakit itu dahulu ada di kasur. Karena itu, warga Desa Kemiren secara senentak menjemur kasur di depan rumah masing-masing. Mengenai warna kasur warga Desa Kemiren yang seragam, yakni merah-hitam, itu ada maknanya tersendiri. Kerena Adat Desa Kemiren, Adi Purwadi mengatakan, kasur yang benwarna merah dan hitam tersebut mengandung filosofi. 

“Abang (merah) merupakan simbol semangat, sedangkan cemeng (hitam) adalah simbol kelanggengan. Jadi, dengan menggunakan kasur abang-semeng di harapkan pengantin bisa langgeng seumur hidup dan selalu semangat menjalin hubungan rumah tangga,” jelas pria yang akrab disapa Kang Pur tersebut. Sisi atas dan bawah kasur wangi Kemiren berwarna hitam Merah adalah warna kelikeliling kasur tersebut. “Isun bengen tuku, Dek. saiki isun pepe kasure nyangni rijik, iki wes tradisi wong kemerin. (Saya dulu beli, Dik.

Sekarang saya jemur kasur ini biar bersih. Ini sudah tradisi warga Kemiren, ujar salah satu warga Desa Kemiren. Terlihat seluruh warga Desa Kemiren secara serentak menjemur kasur-kasur tanpa ada komando dari siapa pun. Selain dijemur, tampak juga kasur-kasur itu dipukul dengan geblog (pemukul kasur berbahan rotan). Itu bertujuan agar debu dan kotoran yang menempel di kasur tersebut hilang. Kegiatan mepe kasur itu dilakukan warga sejak pukul 07.00 pagi. Saat matahari mulai panas, kasur-kasur tersebut dijemur hingga sehari. 

Tujuannya, agar kasur tersebut kembali bersih dan kotoran-kotoran di kasur tersebut hilang. Tidak hanya warga di sepanjang jalan saja yang melakukan kegiatan mepe kasur. Seluruh warga Desa Kemiren secara serentak melakukan hal yang sama. Terlihat pula warga menjemur kasur di gang-gang di Desa Kemiren. Warnanya juga sama, yaitu merah dan hitam. “KAdung kasure abang-cameng iku berarti wong Kemiren.

Kadang yang abang-cemeng iku pasti wong pendatang (Kalau kasur berwarna merah dan hitam berarti itu warga asli Kemiren. Kalau bukan merah dan hitam berarti itu warga pendatang,” ujar Dirman, salah satu warga. Dirman yang juga sebagai ketua RT mengatakan, kasur yang dijemur miliknya tesebut umurnya sudah puluhan tahun. Dirinya mempunyai kasur ini sejak dia menikah dulu yaitu atas pemberian orang tuanya. “Kasur isun iki sekat anak isun durun anok leak, sampe saiki mageh awet. 

kiro-kiro wes 20 tahun kepungkur (Kasur saya ini mulai anak saya belum ada, sampai sekarang masih awet, kira-kira sudah 20 tahun lalu) tambah pria bemmur 49 ini dengan Bahasa osing yang kental. Saat kami mengelilingi Desa Kemiren dan memastikan kalau warga secara serentak menjemur kasur merah hitam miliknya di depan rumahnya. Penulis menemukan satu perempuan yang sudah berumur. Dia adalah satu-satunya warga Kemiren yang sampai saat ini masih membuat kasur berwarna merah hitam itu.

Asih, perempuan asli Desa Kemiren ini sampai saat ini masih menerima pesanan kasur wama merah hitam warga yang ingin memiliki kasur berwarna merah hitam tersebut. Asih mengaku tidak ada yang mengajari membuat kasur. Dia hanya belajar secara otodidak membuat kasur dan sampai saat ini dialah satu-satunya warga Desa Kemiren yang bisa membuat kasur merah hitam tersebut. Bahkan, dia sudah membuat kasur sejak zaman penjajahan Tepang. Ditanya mengenai kenapa dirinya tertarik membuat kasur merah hitam tersebut karena dulu anaknya ingin mempunyai kasur warna hitam dan merah tersebut. 

Karena terdesak oleh keinginan anaknya tersebut Asih berusaha untuk membuat kasur tersebut sendiri. ”Bengen isun belajar dewek, ndelengi wong gawe kasur, akhire iyo biso gawe kasur dewek. Arepe tuku bengen seng duwe picis (Dulu saya belajar sendiri, melihat orang bikin kasur akhirnya saya bisa membuat sendiri. Dulu mau beli ke orang tidak punya uang), “jelas Asih. Nah, berawal dari keinginan sang anak tersebut, sampai sekarang dirinya masih aktif membuat kasur dari bahan dasar kapuk ini apabila ada warga yang ingin memesan.

Sekadar tahu, tradisi mepe kasur abang-cemeng ini merupakan rangkaian acara Tumpeng Sewu. Tumpeng Sewu adalah selamatan yang bertujuan agar Desa Kemiren dijauhkan dari segala bencana dan sumber penyakit. Mepe kasur itu dilakukan karena tradisi bersih desa ini tidak hanya melakukan selamatan makan-makan saja, tetapi juga dilakukan tindakan yaitu mepe kasur. ” Kasur di jemur ini biar bersih lagi, kalau kasur bersih . 

Insya Allah kesehatan kita juga akan terjaga, ” kata Ketua Adat Desa Kemiren, Purwadi. Kang Pur juga menambahkan, bahwa rentetan acara selamatan kampung yang ada diDesa Kemiren ini menurut warga Kemiren sudah menjadi tradisi tahunan yang di percaya harus di lakukan setiap tahunnya agar desa terhindar dari bencana dan sumber penyakit.” Kita tidak peduli yang nonton banyak atau sedikit, yang terpenting selamatan ini tetap berlangsung setiap tahunnya. Yang namanya ritual itu sudah menjadi tuntunan, jadi ini bukan tontonan,” jelasnya. (radar)