Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

DURIAN MERAH, Rela Kontrak Pohon Rp 6 Juta Setahun untuk Penelitian

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

relaDurian merah merupakan salah satu potensi hortikultura Banyuwangi yang tergolong langka. Tidak semua daerah memiliki durian jenis tersebut. Saat ini, tanaman langka tersebut mulai terancam punah. Semula pohon durian merah di Ba nyuwangi ada tiga. Namun, kini hanya tersisa dua pohon, karena satu pohon sudah ditebang pemilik. Tiga pohon itu melahirkan puluhan va rian dan jenis durian merah. Data te rakhir yang berhasil ditemukan Fo rum Pemerhati Hortikultura Banyu wangi (FPHB), setidaknya ada 32 varian durian merah.

Awalnya, FPHB menemukan 25 varian durian merah yang tersebar di be berapa kecamatan. Yang terbaru, FPHB menemukan tujuh varian baru yang berbeda dengan jenis du rian merah sebelumnya. Tujuh va r ian baru itu, tiga varian sudah di perkenalkan ke publik. Empat varian baru lain masih dalam proses penelitian dan belum diperkenalkan kepada masyarakat. Kualitas tiga varian baru itu lebih unggul dibanding yang sebelumnya. Dagingnya lebih tebal, bijinya lebih kecil, dan rasanya lebih manis. Tiga varian baru itu diberi nama durian merah-kuning, montong merah dan red hurn.

Tiga nama varian du rian merah itu merupakan nama pe nelitian yang dilakukan FPHB. “Varian yang baru ditemukan itu me rupakan keturunan tiga pohon in duk yang usianya di  atas 200 ta hun,” tutur Eko Mulyanto, peneliti FPHB Berdasar rasanya, durian merah dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yak ni durian VIP, bisnis, dan ekonomi. Ber dasar warnanya, durian merah juga di kelompokkan menjadi tiga, yakni merah total, pink, dan merah-kuning. Dari 32 varian yang ditemukan, belum semua dikembangkan.

Varian durian merah yang berhasil dikembangkan baru tiga, yakni varian dubang, talun jeruk, dan museng merah. Mengembangkan tiga varian durian merah butuh perjuangan keras yang cu kup memakan waktu, energi, dan bi aya. Tiga jenis itu menjadi prioritas un tuk dikembangkan karena alasan pe nye lamatan. Tiga varian itu merupakan durian merah asli Banyuwangi yang usia pohonnya cukup tua. Untuk menghindari kepunahan, FPHB memutuskan mengembangkan tiga varian itu. Untuk mengembangkan tiga varian, peneliti FPHB membutuhkan wak tu 3,5 tahun.

Saat ini, sudah ada ribuan bibit hasil pengembangan tiga varian durian merah asli Banyuwangi tersebut. “Proses pengembangan tiga varian durian merah itu kita mulai sejak 2009,” tutur Eko Mulyanto, peneliti FPHB. Proses pengembangan tiga varian itu penuh liku. Sebelum mengembangkan tiga va rian, FPHB melakukan pencarian tiga pohon induk durian yang tersisa. Setelah pohon ditemukan, FPHB tidak langsung melakukan penelitian, tapi mendekati pemilik. Langkah pertama yang dilakukan peneliti FPHB adalah mengamankan pohon itu agar aman dari penebangan.

Cara yang dipilih adalah mengontrak pohon induk durian selama satu tahun. Selama di kontrak, pemilik tidak boleh menebang po hon. Dengan cara tersebut, FPHB bisa leluasa melakukan penelitian tanpa di hantui bayang-bayang penebangan. “Da lam satu tahun, kita mengontrak pohon in duk durian merah itu sebesar Rp 2,5 juta hingga Rp 6 juta,” tutur humas FPHB, Arief Se tiawan. Selama kontrak, FPHB sama sekali tidak mengambil buah. Buah durian itu tetap menjadi hak pemilik pohon. Kontrak pohon bukan untuk mendapatkan buah, melainkan sekadar penelitian. Cara yang di tempuh tidak hanya itu saja.

Ada cara lain, yakni memberikan pekerjaan kepada pemilik pohon. Pekerjaan yang dipilih adalah memelihara sapi dan kambing. Pihak FPHB membeli beberapa ekor sapi dan kambing untuk di pelihara pemilik pohon. Dengan cara tersebut, pohon induk durian akan aman karena sang pemilik tidak mungkin menjual pohon durian merah itu. Sebab, dengan beternak sapi dan kambing yang disediakan FPHB, pemilih pohon memiliki pendapatan lain dalam menopang ekonomi keluarga. Hasil beternak itu dibagi dua dengan pe milik sapi atau kambing.

Selain bisa mengamankan pohon dari ancaman penebangan, peneliti FPHB juga bisa menjalin keakraban dengan pemilik pohon. Setelah proses mengamankan pohon selesai, baru dilakukan penelitian. Penelitian dilakukan dalam tujuh tahap. Setiap tahap, peneliti harus membawa sampel ke Surabaya untuk di teliti lebih lanjut di laboratorium. “Sekali ke laboratorium, kita harus membayar Rp 2,5 juta. Penelitian satu pohon butuh tujuh tahap,” papar Eko. Setelah penelitian rampung, baru di lakukan pengembangan. Dalam proses pengembangan, peneliti hanya mengambil pucuk dari pohon induk.

Pengambilan pucuk itu dilakukan secara cermat dan hemat agar tidak mengancam kelestarian pohon in duk. Pengembangan durian merah itu dilakukan dengan cara stek. Proses penyambungan durian merah dengan durian bi asa tidak langsung berhasil, tapi harus me lalui beberapa kali penelitian baru berhasil. “Kalau nggak hidup, kita lakukan pe nelitian untuk mencari penyebabnya,” papar Eko. Setelah ditemukan penyebabnya, di lakukan stek ulang. Melakukan stek durian me rah tidak sama dengan menyetek pohon lain.

Sebab, proses stek pohon durian merah harus dilakukan dengan pohon durian yang memiliki karakter sama. Jika tidak memiliki karakter sama, durian merah susah hidup dan berkembang. “Tidak semua durian cocok disambung dengan durian merah,” tuturnya. Lalu, berapa biaya yang dikeluarkan untuk pengembangan durian merah itu? Anggaran untuk pengembangan  urian merah tidak sama. Anggaran yang dikeluarkan berdasar varian yang dikembangkan. Anggaran itu digunakan untuk penelitian hingga proses penyambungan pohon. “Satu varian menghabiskan anggaran Rp 75 juta hingga Rp 98 juta,” beber Eko.

Lalu, bagaimana dengan varian durian yang lain? Eko mengaku sedang dalam proses pengembangan. Semua varian yang ada di Banyuwangi sedang diteliti. Saat ini ada beberapa varian yang sedang diteliti. Pengembangan beberapa varian itu tidak bisa dilakukan tanpa penelitian. Kesulitan yang dihadapi saat ini adalah tidak tersedianya laboratorium di Banyuwangi. Kalau saja laboratorium tersedia, penelitian beberapa varian itu bisa dilakukan lebih cepat. Namun, karena tidak tersedia laboratorium, penelitian beberapa varian itu harus dilakukan di luar kota. “Kita berharap pemerintah daerah membangun laboratorium demi pengembangan beberapa po tensi pertanian di Banyuwangi,” harap Eko. (radar)

Kata kunci yang digunakan :