Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Gelar Pitu Kupat Lodoh, Sedekah Bumi Suku Osing Dukuh Glagah Banyuwangi

gelar-pitu-kupat-lodoh,-sedekah-bumi-suku-osing-dukuh-glagah-banyuwangi
Gelar Pitu Kupat Lodoh, Sedekah Bumi Suku Osing Dukuh Glagah Banyuwangi
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Banyuwangi, Jurnalnews – Rangkaian ritual Gelar Pitu Dukuh Talun Jeruk Dusun Kampung Baru, Desa/Kecamatan Glagah.  Ragam tradisi setiap desa di Kabupaten Banyuwangi merupakan warisan leluhur yang sampai saat ini tradisi tersebut masih melekat di masyarakat. Salah satunya tradisi unik setelah hari raya yakni Gelar Pitu.

Warga Dukuh Talun Jeruk Dusun Kampung Baru Glagah, Banyuwangi, menyebutnya sebagai ketupat gunungan. Setiap warga ada yang nyumbang satu ketupat, dua ketupat atau 10 ketupat. Isi uang di dalamnya pun sukarela tidak ada ketentuan. Tradisi Gelar Pitu yang diselenggarakan Selasa , (16-04-2024).

Acara sedekah bumi ini sebagai ritual bersih desa yang masih terus dilestarikan dan diselenggarakan bertepatan dengan hari ketujuh hari raya Idul Fitri 1445 Hijriah.

Arak-arakan barong dan ketupat gunungan diarak di sekitar rumah penduduk. Menyusuri gang dan areal persawahan hingga menuju makam Buyut Saridin yang merupakan leluhur warga Dukuh Talun Jeruk. Di sana kemudian digelar acara selamatan serta makan bersama ancak yang ikut diarak. Di puncak acara, gunungan ketupat kembali diperciki air sekaligus merapalkan berbagai doa. Baru kemudian warga diperbolehkan berebut ketupat berisi uang. Warga meyakini semakin banyak mendapatkan ketupat, maka akan semakin diberi kelancaran rezeki.

IMG-20240417-WA0009

Gelar Pitu merupakan acara sedekah bumi sebagai ritual bersih desa masih terus dilestarikan bertepatan dengan hari ketujuh hari raya Idul Fitri 1445 Hijriah. Tak ubahnya ritual-ritual khas suku Osing, Gelar Pitu yang berarti pergelaran di hari ketujuh Lebaran tersebut juga diramaikan dengan gamelan dan angklung paglak khas Banyuwangi. Sejak pukul 13.00 masyarakat sudah berbondong-bondong untuk dapat melihat langsung ritual asli tradisi Gelar Pitu berlangsung setiap tujuh hari setelah lebaran, berupa arak-arakan barong disertai gunungan dari ketupat. Sebelum diarak, ketupat gunungan dan barong terlebih dahulu disucikan dengan tujuh mata air yang ada di desa. Air suci tersebut lantas dipercikkan pada ketupat gunungan dan barong dengan tujuan penyucian. Lantunan doa kemudian dibacakan oleh gambuh/tetua adat sebagai simbol agar diberi keberkahan dan keselamatan.

Uniknya, ketupat gunungan ini tidak berisi beras seperti ketupat pada umumnya. Melainkan berisi sejumlah uang hasil sumbangan warga sekitar. Setelah berkumpul, ketupat berisi uang ini lantas disusun seperti bentuk gunung.

Setiap desa di Kabupaten Banyuwangi memiliki ragam tradisi yang diwarisi dari leluhur mereka. Salah satu dari tradisi tersebut adalah “Sedekah Bumi”, yang diadakan setiap tujuh hari yaitu hari ke tujuh hari raya Idul Fitri. Tradisi Sedekah Bumi merupakan acara yang masih dilestarikan hingga saat ini, dan dilaksanakan di Dukuh Talun Jeruk, Dusun Kampung Baru, Desa Glagah, Kecamatan Glagah, Banyuwangi. Pemangku adat Sanusi Marhaendi (66), menceritakan selamatan sedekah bumi, acara dimulai dengan mengarak barong dan ketupat gunungan di sekitar rumah penduduk, menyusuri gang dan area persawahan, hingga sampai di makam Buyut Saridin, yang merupakan leluhur warga Dukuh Talun Jeruk. diselenggarakan acara selamatan dan makan bersama, yang diikuti oleh orang yang mengikuti arak-arakan. Sebelum diarak, ketupat gunungan dan barong terlebih dahulu disucikan dengan tujuh mata air yang ada di desa tersebut. Air suci kemudian dipercikkan pada ketupat gunungan dan barong sebagai simbol pensucian. Lantunan doa dibacakan oleh gambuh atau tetua adat sebagai upaya memohon keberkahan dan keselamatan.

“Kita selenggarakan setiap tahun, pastinya setelah 7 hari raya Idul fitri, atau biasa disebut orang sini lebaran kupat. Masyarakat sini guyub rukun untuk menggelar acara ini, ” terang Sanusi.

IMG-20240417-WA0007

Tradisi Gelar Pitu merupakan warisan leluhur yang berharga dan menjadi bagian dari identitas masyarakat Banyuwangi. Dengan adanya upaya pelestarian, diharapkan tradisi ini dapat terus dilestarikan dan diwariskan kepada generasi selanjutnya. Halaman Selanjutnya Gelar Pitu berasal dari kata Gelar yang artinya menggelar atau menata, sedangkan pitu berarti pitutur atau ucapan.

“Jadi, jika diartikan, Gelar Pitu mengandung makna menata ucapan dari Buyut Saridin, seorang leluhur mereka yang telah memberikan tujuh wejangan kepada keturunannya, “tambahnya .

“Dalam tradisi yang telah dilaksanakan turun-temurun ini, para warga dari berbagai usia berbondong-bondong mengikuti ider bumi mengarak gunungan tumpeng dari ketupat yang sudah diisi uang 2000 – 5000 – 10.000 – 20.000 bahkan 50.000. Semua warga dukuh Talun Jeruk berpartisipasi dalam acara ini dengan guyub dalam suasana gotong royong, “ pungkas Sanusi.

Penjelasan Sanusi diatas dikuatkan oleh Aekanu Hariyono budayawan , “Masyarakat petani Osing yang tinggal di pedukuhan di kelilingi persawahan di kampung Dukuh Talun Jeruk desa Glagah, kecamatan Glagah, kabupaten Banyuwangi menggelar “Tradisi Gelar Pitu” yang dilaksanakan pada hari ke tujuh Syawal, Inti yang terdapat dalam ritual komunal ini adalah sebagai rasa syukur kepada Tuhan YME juga sekaligus memohon keselamatan agar senantiasa dilindungi dari segala malapetaka, balak penyakit yang bersifat alamiah maupun berupa gangguan gaib termasuk untuk mengusir pageblug , “ungkapnya.

“Masyarakat Osing ini masih mempercayai bahwa mereka tinggal di tanah leluhur dan menyadari bahwa ritual ini digelar sebagai media berkomunikasi dengan sesuatu di luar dirinya dan juga merupakan bentuk ikhtiar manusia untuk lebih memahami dan menyelaraskan hidup dengan apa yang ada di sekitarnya. Mereka percaya bahwa kehidupan manusia akan berjalan baik apabila keharmonisan dalam masyarakat, dengan alam dan dengan Tuhan Adikrodati tetap terjaga, ” pungkas Aekanu.(Ilham Triadi)