Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

KAI Tekor Rp2 Triliun Gara-Gara Whoosh, Apa Dampaknya ke Keuangan Negara?

kai-tekor-rp2-triliun-gara-gara-whoosh,-apa-dampaknya-ke-keuangan-negara?
KAI Tekor Rp2 Triliun Gara-Gara Whoosh, Apa Dampaknya ke Keuangan Negara?

radarbanyuwangi.jawapos.com – Kereta Cepat Jakarta–Bandung atau yang dikenal dengan nama Whoosh hadir sebagai simbol modernisasi transportasi di Indonesia.

Whoosh digadang-gadang sebagai simbol kemajuan bangsa.

Namun, hanya setahun beroperasi, proyek ini harus bergulat dengan kerugian triliunan rupiah.

Diluncurkan pada 2 Oktober 2023 oleh Presiden Joko Widodo, kereta ini mampu melaju hingga 350 km/jam dan memangkas waktu tempuh dari 3–4 jam menjadi hanya 36–45 menit.

Whoosh, singkatan dari Waktu Hemat, Operasi Optimal, Sistem Hebat, dirancang dengan kapasitas lebih dari 600 penumpang per perjalanan.

Tersedia berbagai kelas layanan, termasuk fasilitas ramah disabilitas dan gerbong restorasi.

Harapannya, proyek ini mampu meningkatkan konektivitas, mengurangi kemacetan, serta mendorong pertumbuhan ekonomi regional.

Namun, di balik prestasi tersebut, Whoosh dihadapkan pada tantangan besar berupa kerugian finansial yang membebani BUMN.

Baca Juga: P5 Dihapus dari Kurikulum 2025, Nilai Karakter Diarahkan ke Kegiatan Kokurikuler

Kerugian Fantastis Whoosh: Rp4,195 Triliun pada 2024

PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), pemegang saham mayoritas KCIC, melaporkan kerugian Rp4,195 triliun pada 2024, setara 2 hingga 4 kali rata-rata laba bersih tahunan PT Kereta Api Indonesia (KAI).

Tren ini berlanjut pada semester pertama 2025 dengan tambahan rugi Rp1,625 triliun.

Sebagai pemegang 58,53 persen saham PSBI, KAI harus menanggung kerugian hampir Rp1 triliun (Rp951,48 miliar) hanya dalam enam bulan.

Baca Juga: Lipstik Yang Biasa Kita Pakai, Ternyata Dulu Beracun?

KAI Rugi Rp2 Triliun per Tahun Akibat Whoosh

Kerugian yang ditanggung KAI terhitung sangat besar.


Page 2

Konsorsium PSBI juga berupaya melakukan efisiensi keuangan dan diversifikasi bisnis.

Pemerintah menekankan pentingnya mempertimbangkan manfaat sosial seperti pengurangan kemacetan, peningkatan konektivitas, dan penurunan emisi karbon, meski tidak tercermin langsung dalam laporan keuangan.

Kerugian fantastis tersebut tentu berdampak langsung pada KAI sebagai pemegang saham utama.

Baca Juga: 5 Makanan Yang Wajib Dicoba: Warung Padang

Kerugian besar yang ditanggung KAI berpotensi mengalihkan dana dari pemeliharaan infrastruktur dan peningkatan layanan kereta reguler.

Jika kondisi berlanjut, kualitas layanan kereta konvensional bisa terdampak.

Selain itu, beban biaya proyek berisiko mendorong kenaikan tarif tiket Whoosh maupun tarif layanan kereta lainnya.

Kekhawatiran semakin meningkat, terutama terkait isu sosial seperti pembebasan lahan, dampak lingkungan, hingga keterbatasan akses air bersih di sekitar jalur proyek.

Baca Juga: Warga Girang! Jembatan Baru di Silirsari Hasil TMMD TNI Kini Siap Dilintasi

Peluang Ekonomi di Balik Proyek Whoosh

Meski tekanan finansial membesar, proyek Whoosh juga memunculkan peluang ekonomi baru yang tidak bisa diabaikan.

Contohnya pada pengembangan kawasan bisnis dan properti di sekitar stasiun yang memicu kenaikan nilai tanah dan investasi.

Penciptaan lapangan kerja serta pemberdayaan UMKM lokal melalui peningkatan mobilitas masyarakat juga berpotensi muncul.

Pariwisata diperkirakan akan meningkat berkat akses cepat Jakarta–Bandung yang menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.

Selain itu, efek multiplier ekonomi juga mendorong mendorong sektor perdagangan, jasa, dan transportasi lokal.

Kemudian, inovasi bisnis non-tiket seperti periklanan, layanan premium, digitalisasi penjualan, hingga paket wisata terintegrasi juga menjadi peluuang ekonomi dengan adanya proyek kereta cepat Whoosh.


Page 3

Pada 2024, perusahaan mencatat kerugian Rp2,23 triliun dari proyek ini.

Untuk 2025, proyeksinya berkisar Rp1,9–2 triliun per tahun.

Beban finansial ini jelas menekan likuiditas KAI yang juga memiliki tanggung jawab besar dalam pengoperasian layanan kereta reguler di seluruh Indonesia.

Baca Juga: QRIS di Jepang Resmi Berlaku Mulai 17 Agustus 2025, Wisatawan Indonesia Makin Mudah Belanja

Mayoritas pendanaan Whoosh berasal dari pinjaman Bank Pembangunan China (China Development Bank/CDB).

Biaya pembangunan sempat membengkak hingga 1,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp18 triliun.

Total investasi proyek kini ditaksir mencapai Rp114–140 triliun.

Dengan beban utang luar negeri yang besar serta biaya operasional tinggi, risiko keuangan harus ditanggung seluruh pemegang saham KCIC, mulai dari KAI, Wijaya Karya, hingga Jasa Marga.

Baca Juga: Ternyata Begini Awal Mula Lomba 17-an di Hari Kemerdekaan

Balik Modal Whoosh Diperkirakan hingga 100 Tahun

Masa balik modal Whoosh dinilai sangat panjang.

Dalam skenario paling optimistis, pengembalian modal bisa tercapai dalam 48 tahun dengan syarat okupansi penuh, tarif Rp350.000, dan 36 perjalanan per hari.

Namun, proyeksi realistis memperkirakan 70–100 tahun, terutama dengan ketidakpastian jumlah penumpang dan beban bunga pinjaman yang besar.

KCIC menargetkan masa konsesi 50–80 tahun, sambil mengandalkan pendapatan tambahan dari pengembangan kawasan sekitar stasiun dan bisnis non-tiket.

Baca Juga: Windah Basudara Jadi Pembina Upacara HUT RI ke-80, Bocil Kematian Heboh

Respons Pemerintah dan Konsorsium

Untuk meringankan beban, Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia menyiapkan skema restrukturisasi utang.