Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Kali Pertama Ikut Lomba Langsung Juara

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

RAUT wajahnya berbinar. Senyumnya mengembang tatkala namanya disebut oleh dewan juri, sebagai juara satu Green  Recycle Fashion Week 2017. Perempuan  dengan tinggi badan 165 centimeter itu melangkahkan kakinya dari balik panggung dengan penuh percaya diri.

Perempuan bertubuh tinggi semampai itu tak bisa menahan rasa haru bahagia yang terus berkecamuk di lubuk sanubarinya. Sembari terus berjalan ke atas stage, sesekali Ratna menebar senyum  yang memesona ke arah penonton yang  memadati Gesibu Blambangan.

Rasa bangga, bahagia, haru semakin tak bisa disembunyikan saat Wakil Bupati  (Wabup) Yusuf Widyatmoko menyerahkan plakat dan tropy sebagai bentuk hadiah  dan penghargaan atas prestasi yang  diraih. “Saya baru kali ini ikut lomba fashion, jadi nggak nyangka kalau bisa jadi juara,” ungkap perempuan bernama Ratna Asih Dwi Purnami itu.

Awal mengikuti recycle fashion, Ratna mengaku jika dia terpilih dalam penjaringan yang  dilakukan oleh kelompok kerja Pusat Kesehatan  Masyarakat (PKM) wilayah dua yang meliputi  PKM Yosomulyo, Genteng Kulon, Kembiritan, Siliragung,Pesanggaran, Kebondalem, Kedungwungu, Sumberagung, Jajag, Tegaldlimo dan PKM Sambirejo.

Masing-masing PKM mengirimkan perwakilannya untuk diseleksi mengikuti lomba recycle fashion tersebut di bawah koordinasi Dinas Kesehatan (Dinkes) Banyuwangi untuk turut bertasipasi dalam agenda tahunan Pemkab Banyuwangi tersebut.

Setelah berkumpul  itulah diputuskan jika, dia yang lolos seleksi untuk mewakili kelompok kerja PKM wilayah  dua tersebut. Atas dukungan teman-teman seprofesinya itulah, Ratna langsung mengiyakan dengan mendaftar dalam lomba ajang fashion berbahan  daur ulang tersebut ke kantor  Dinas Lingkungan  Hidupp(DLH) Banyuwangi. Proses tahapan   juga dilalui, mulai mengikuti workshop dan pelatihan pembuatan kostum.

“Banyak ilmu dan pengetahuan baru yang saya dapat selama workshop dan pelatihan,” ujar perempuan yang sehari-hari bekerja sebagai Tenaga Latih  Kerja (TLK) di Puskesmas Yosomulyo, Kecamatan Gambiran itu.  Dengan niat yang kuat dan tekad bulat, dia  pun memutuskan untuk terjun secara serius dalam ajang fashion dari bahan kertas dan  plastik bekas tersebut.

Meski tidak mempunyai basic dan skill dalam tata busana, dia berupaya  serius dalam setiap session selama workshop   dan pelatihan. Dari sedikit bekal selama mengikuti workshop  dan pembekalan dari panitia itu, dia sudah mulai memiliki gambaran rancangan busana gaun malam tersebut.

Hanya saja untuk mempratikkan dalam sebuah karya masih sangat kesulitan. Untuk membantu memudahkan selama pengerjaan itu, dia juga sesekali browsing  internet tentang gaun malam yang elegan, sesuai selera dan cocok dikenakan di tubuhnya.

Setelah menemukan gaun malam yang cocok dengan seleranya, dia pun langsung mencoba menggambar dengan oret-oretan, termasuk   bahan yang akan dikenakan, yakni dari kertas koran bekas, bungkus kue bikang, dan kresek plastik belanjaan bermotif.

Bahan material bekas itu dikumpulkan dalam  waktu hampir seminggu, dengan mengumpulkan dari sampah rumah tangga dan memanfaatkan barang bekas di sekitar rumah dan tempat kerjanya. Usai semua bahan dasar yang dibutuhkan terkumpul dirasa cukup, barulah dia memutuskan  untuk membawanya ke penjahit.

“Gambar pola dan bahan sudah ada, hanya tinggal menjahit saja,” terang ibu satu anak ini.  Idenya membuat gaun malam dari bahan bekas itu juga sempat ditertawakan oleh keluarga  dan suaminya karena dinilai mode busana “gila”.  Namun, setelah semua itu dijelaskan, suami  dan keluarganya justru berbalik memberikan  dukungan dan dorongan motivasi,  termasuk Muhammad Efendi penjahit busana yang total mendukung karya kreatifnya itu.

Hanya dalam hitungan dua hari, ide gila dalam  benaknya terwujud dalam sebuah karya yang luar biasa. Tak banyak biaya yang dikeluarkan untuk membuat kostum gaun malam yang tampak glamour dan mewah. Maklum seluruh material bahan bekas itu hasil dari mengumpulkan. Satu kostum itu, dia hanya merogoh kocek Rp  75 ribu, itupun hanya untuk biaya ongkos jahit.

“Kalau bisa jahit sendiri mungkin ya tidak ada  biaya,” cetus alumnus Universitas Bakti Indonesia  (UBI) ini.  Pasca gaun ciptaannya selesai dijahit, tidak  seketika langsung puas dan selesai. Ternyata saat dicoba, busana itu justru masih belum  sempurna, karena ada beberapa bagian yang  terlihat kurang menarik dan kurang nyaman  saat untuk berjalan.

“Sempat bongkar pada bagian lengan, awalnya seperti rompi tapi karena kurang bagus akhirnya ganti dengan lengan rufel dari plastik motif,” terang istri  Bripka Mohammad Sujarwo ini. Setelah sempat dibongkar dan diganti, dia  juga masih menambahkan asesoris di bagian  gaun malam karyanya.

Salah satu tambahan asesoris itu juga tidak dari bahan jadi, melainkan dari bungkus kue bikang. Sentuhan warna emas dari kertas bungkus bikang itu justru  menambahkan kesan glamour pada busananya. Meski pakaian gaun malam tersebut sudah  jadi, tidak lantas membuatnya senang dan  bisa tidur nyenyak.

Masih ada pekerjaan dan tantangan yang harus diselesaikan dan menghantui pikirannya, yakni latihan berjalan dan bergaya di atas catwalk layaknya model profesional. Khusus untuk berjalan dan bergaya di atas catwalk tersebut, dia hanya belajar sendiri  di rumah dengan menirukan gaya model profesional melalui youtube.

Menaklukkan emosi diri, bagi Ratna bukan  perkara mudah. Apalagi saat hujan turun, dan  beberapa kali peserta nyaris terpeleset saat berjalan di atas catwalk. Dia juga sempat grogi,  detak jantungnya tak beraturan ketika melangkahkan kaki di atas catwalk dengan ribuan pasang  mata tertuju ke arahnya.

Namun, perasaan grogi  itu berhasil ditaklukkan hanya dengan ucapan  doa dan menikmati acara malam itu. Setelah mendapatkan gelar juara, dia juga  berencana akan menggantung busana gaun  malam tersebut di Puskesmas Yosomulyo tempatnya bekerja sebagai bentuk kenang-kenangan yang tidak pernah terpulakan.

Dia  juga mendukung langkah dan program Pemkab Banyuwangi dalam pemanfaatan bahan bekas  menjadi karya yang memiliki nilai jual, guna  mengurangi sampah yang terbuang  sia-sia. “Saya sangat bangga dan bahagia atas prestasi  ini, semoga bisa menginspirasi, dan terimakasih untuk semuanya yang mensupport saya,”  tandas putri pasangan suami-istri Subandi dan Sutiah ini. (radar)