RADARBANYUWANGI.ID – Di sebuah hutan yang subur dan rimbun, hiduplah sekelompok hewan yang damai dan rukun. Mereka hidup tenang—hingga Kancil mulai bosan.
Kancil muda yang lincah dan cerdik itu terkenal bukan hanya karena otaknya encer, tapi juga karena… usilnya tiada tanding.
Suatu hari, ia bangun pagi-pagi dengan ide brilian (menurut dirinya): “Bagaimana kalau aku buat ular bohongan? Pasti seru!”
Dengan semangat seperti sedang membuat karya seni tingkat dunia, Kancil mengumpulkan daun kering, ranting panjang, dan sejumput ilalang.
Ia menyusunnya membentuk ular besar dengan lidah merah dari kelopak bunga dan mata dari buah buni.
Hasilnya? Sangat meyakinkan. Bahkan Kancil sendiri sempat terkejut, “Astaga, hampir aku lari dari karyaku sendiri!”
Dia menaruh si “ular” di jalan setapak hutan, tempat favorit warga hutan lewat. Lalu, Kancil bersembunyi di balik semak sambil cekikikan.
Tak lama, muncullah Kura-kura Pak Tarto. Begitu melihat “ular”, dia berhenti mendadak, mengeluarkan suara “EEK!” dan langsung masuk ke dalam tempurungnya. “Hari ini saya libur jalan-jalan,” gumamnya dari dalam tempurung.
Kemudian datang Rusa Rini. Dia melihat “ular”, matanya membesar seperti kelapa dua biji. “Ular!” teriaknya dan langsung meloncat tiga meter ke belakang. Rekor pribadi.
Tak puas, Kancil menunggu korban berikutnya. Tapi tiba-tiba, dari atas dahan, terdengar suara tenang, “Kancil… sedang latihan jadi seniman horor, ya?”
Itu suara Burung Hantu Opung, hewan paling bijak se-hutan dan juga satu-satunya yang bisa ngopi sambil berdiri (karena kakinya cuma dua, tapi tetap santai).
Opung turun perlahan, melihat ular-ularan itu, lalu tersenyum.
“Hebat juga, bisa masuk museum kalau ada yang buka cabang di hutan. Tapi Kancil, tahu nggak, leluconmu ini bikin Pak Tarto mogok jalan dan Rusa Rini trauma sama daun-daunan. Besok kalau lihat salad bisa pingsan.”
Kancil yang awalnya tertawa-tawa, kini senyumnya pelan-pelan menciut seperti daun kena panas. “Eh… iya ya, Opung. Aku nggak kepikiran soal itu…”
Page 2
Opung mengangguk pelan, “Boleh lucu, tapi jangan sampai bikin hutan panik. Gunakan kecerdikanmu buat bantu teman, bukan buat bikin mereka lari lintang-pukang.”
Kancil pun mengangguk penuh rasa bersalah. Ia segera membongkar ular bohongan itu, lalu meminta maaf pada semua teman-temannya. Untung saja Rusa Rini masih bisa ketawa walau agak merinding kalau lihat ranting.
Sejak hari itu, Kancil jadi bintang hutan bukan karena usil, tapi karena ide-idenya yang seru dan berguna: lomba lari sambil nyanyi, sekolah cerdas-cermat untuk hewan muda, dan bahkan kompetisi “Siapa yang bisa meniru suara gajah paling realistis”.
Dan yang terpenting, tidak ada lagi “ular” aneh di jalan hutan.
Tamat.
Page 3
RADARBANYUWANGI.ID – Di sebuah hutan yang subur dan rimbun, hiduplah sekelompok hewan yang damai dan rukun. Mereka hidup tenang—hingga Kancil mulai bosan.
Kancil muda yang lincah dan cerdik itu terkenal bukan hanya karena otaknya encer, tapi juga karena… usilnya tiada tanding.
Suatu hari, ia bangun pagi-pagi dengan ide brilian (menurut dirinya): “Bagaimana kalau aku buat ular bohongan? Pasti seru!”
Dengan semangat seperti sedang membuat karya seni tingkat dunia, Kancil mengumpulkan daun kering, ranting panjang, dan sejumput ilalang.
Ia menyusunnya membentuk ular besar dengan lidah merah dari kelopak bunga dan mata dari buah buni.
Hasilnya? Sangat meyakinkan. Bahkan Kancil sendiri sempat terkejut, “Astaga, hampir aku lari dari karyaku sendiri!”
Dia menaruh si “ular” di jalan setapak hutan, tempat favorit warga hutan lewat. Lalu, Kancil bersembunyi di balik semak sambil cekikikan.
Tak lama, muncullah Kura-kura Pak Tarto. Begitu melihat “ular”, dia berhenti mendadak, mengeluarkan suara “EEK!” dan langsung masuk ke dalam tempurungnya. “Hari ini saya libur jalan-jalan,” gumamnya dari dalam tempurung.
Kemudian datang Rusa Rini. Dia melihat “ular”, matanya membesar seperti kelapa dua biji. “Ular!” teriaknya dan langsung meloncat tiga meter ke belakang. Rekor pribadi.
Tak puas, Kancil menunggu korban berikutnya. Tapi tiba-tiba, dari atas dahan, terdengar suara tenang, “Kancil… sedang latihan jadi seniman horor, ya?”
Itu suara Burung Hantu Opung, hewan paling bijak se-hutan dan juga satu-satunya yang bisa ngopi sambil berdiri (karena kakinya cuma dua, tapi tetap santai).
Opung turun perlahan, melihat ular-ularan itu, lalu tersenyum.
“Hebat juga, bisa masuk museum kalau ada yang buka cabang di hutan. Tapi Kancil, tahu nggak, leluconmu ini bikin Pak Tarto mogok jalan dan Rusa Rini trauma sama daun-daunan. Besok kalau lihat salad bisa pingsan.”
Kancil yang awalnya tertawa-tawa, kini senyumnya pelan-pelan menciut seperti daun kena panas. “Eh… iya ya, Opung. Aku nggak kepikiran soal itu…”







