Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Kerajinan Sangkar Burung Tembus Bali

MUNCAR – Kerajinan sangkar burung ukir berbahan kayu jati dan sonokeling buatan Suwari, 36, warga Dusun Krajan, Desa Kedungrejo,  Kecamatan Muncar, banyak diburu pencinta burung asal Bali. Sangkar burung buatan bapak satu  anak itu dinilai memiliki daya tarik  dan kualitas bagus.

Setahun terakhir pesanan banyak datang dari kalangan menengah ke atas di wilayah  Banyuwangi dan Bali. Selain bahan kayu yang bagus, ukirannya juga khas. Suwari mengerjakan sangkar burung itu sendiri. Pekerjaan itu dilakukan di  sela-sela menunggu warga yang akan  menambal ban di rumahnya.

Ukuran sangkar burung karyanya itu bervariasi, tergantung pesanan. Tetapi, untuk burung berkelas, seperti murai dan cucak ijo, biasanya berukuran 40 centimeter x 70 centimeter. Untuk mempercepat mengerjakan pesanan sangkar burung  itu, Suwari menggunakan alat semi modern, yakni gergaji potong dan ukir yang dirangkai dengan dinamo.

“Kalau dikerjakan manual dengan gergaji tangan,  lama dan cepat lelah,” katanya.  Dengan bantuan gergaji rakitannya  yang semi modern itu,  dalam sehari Suwari bisa menyelesaikan dua buah sangkar  burung yang berkualitas. Bahan  dia pilih secara hati-hati. Selama  ini kayu yang dibuat sangkar itu kayu jati dan sonokeling.

“Bambunya itu jenis apus, benel, dan ori, yang sudah tua,” terangnya. Pemilihan bahan kayu jati dan sonokeling itu, selain lebih kuat dan keras, juga memiliki motif batik yang sangat bagus bila dipernis. “Harga sangkar itu  mulai Rp 200 ribu sampai Rp  250 ribu,” ungkapnya.

Sangkar burung buatannya, terang dia, selama ini diminati  para pencinta burung dari Bali. Orang Bali senang karena ukirannya,  jerujinya halus, sangkarnya  lurus, dan kualitas bambu yang dianggap bagus. Bukan hanya itu,  sangkar itu cukup kuat dan ada kakinya, dempel, sindik, tempat mainan burung, dan mahkota ruji.

“Jika sangkar itu hanya digantung,  bisa kuat hingga 15 tahun,”  terangnya. Pesanan sangkar burung, lanjut dia, semakin lama semakin bertambah. Tetapi, karena terbentur modal, belum semua pesanan bisa dilayani.

“Kadang pemesannya datang dan marah-marah, karena belum  selesai, tapi saya sabar karena menjaga kualitas,” terangnya. Suwari mempunyai keinginan mengajari siapa saja yang mau. Sebab, dirinya sudah mulai kewalahan  melayani permintaan  pasar.

“Kalau punya anak buah dan showroom sendiri mungkin lebih praktis dan orang tinggal pilih sesuai selera,” katanya. (radar)