Detik.com
Denpasar -Engeline Megawe ditemukan dalam keadaan sudah menjadi mayat dan dikubur di halaman belakang rumah ibu angkatnya di Jalan Sedap Malam No 26, Sanur, Denpasar, Bali, pada 10 Juni 2015. Kematian bocah 8 tahun itu sempat menghebohkan publik Indonesia. Musababnya, ia dibunuh oleh ibu angkatnya dan jasadnya dikubur bersama boneka Barbie kesayangannya di halaman belakang rumah.
Lantas, bagaimana kronologi tewasnya Engeline?
Dilansir dari detikX, Engeline adalah putri dari pasangan Hamidah dan Achmad Rosyidi. Engeline diadopsi oleh Margriet Megawe, warga Denpasar, Bali, pada 21 Mei 2007. Aturan adopsi menyebutkan orang tua kandung Engeline baru bisa bertemu dengan putrinya itu ketika sudah berumur 18 tahun dan tak boleh diberitahukan bahwa mereka adalah orang tua kandungnya.
Engeline hampir delapan tahun diasuh oleh Margriet. Dari balita hingga umur 8 tahun, Engeline tidur satu kamar dengan ibu angkatnya tersebut.
Di rumah Margriet juga tinggal Agus Tay, pembantunya, yang sehari-hari bekerja membersihkan kandang ayam dan memberi makan ayam. Juga ada Susiana dan Rahmad Handoko, yang tinggal kos di rumah tersebut.
Engeline Dikabarkan Hilang
Awalnya Engeline dikabarkan keluarga angkatnya telah menghilang dari rumah selama tiga hari sejak 16 Mei 2015. Keluarga angkatnya pun mencari anak perempuan berambut panjang sebahu itu ke sejumlah tempat, tapi tak menemukannya juga. Sore harinya, kedua kakak angkatnya, Yvonne dan Christina, melapor ke Polresta Denpasar bahwa Engeline telah hilang.
Yvonne sempat menyebarkan informasi hilang adik angkatnya itu melalui fanpage Facebook dengan judul ‘Find Angeline-Bali’s Missing Child’ pada 17 Mei 2015. Di akun khusus tersebut, ia mengunggah beberapa foto aktivitas Engeline.
Margriet dan Engeline (Foto: internet)
|
Salah satu foto yang diunggah di akun tersebut adalah ketika Engeline tengah jalan-jalan di sebuah supermarket dan tempat wisata bersama ibu angkatnya, Margriet alias Tely (60). Satu foto lainnya menampilkan Engeline bersama Margriet sedang duduk bersandar di bangku. Di bawahnya tertulis caption ‘Princess sama Mama’.
Melihat hal tersebut, publik bersimpati atas kehilangan Engeline. Sebagian ada yang sukarela ikut mencarinya atau sekadar membagikan ulang informasi melalui akun media sosial masing-masing.
Dua hari kemudian, tim gabungan dari Polresta Denpasar, Polda Bali, dan Polsek Sanur melacak Engeline ke seantero Kota Denpasar hingga wilayah Banyuwangi, Jawa Timur, pada 18-19 Mei 2015.
Tim polisi mengamati sejumlah jaringan closed circuit television (CCTV) di sekitar lokasi Engeline hilang. Menganalisis telepon seluler milik orang tua kandung dan angkatnya. Polisi malah sempat mengerahkan anjing pelacak, tapi indra penciumannya tak menemukan apa-apa. Anjing itu hanya berputar-putar di sekitar rumah Margriet.
Sikap Janggal Margriet
Kasus hilangnya Engeline menjadi perhatian Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Tim KPAI, yang dipimpin langsung Arist Merdeka Sirait, kala itu menyambangi rumah Margriet pada 25 Mei 2015. Dia menyimpulkan Engeline tinggal di rumah yang tak layak huni karena banyak kandang ayam yang berisi ratusan ekor unggas di dalamnya.
Arist kala itu hendak mengambil alih sementara hak asuh Engeline. Mendengar hal itu, Margriet langsung histeris dan murka. Dia melarang siapa pun merebut Engeline yang disayanginya itu. Bahkan, Margriet menolak bertemu dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi serta Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise ketika mengunjungi rumahnya pada 5-6 Juni 2015.
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Denpasar, yang menangani kasus ini, mulai mencium ketidakberesan di rumah itu. P2TP2A curiga Engeline tidak hilang diculik atau diambil orang, tapi dibunuh dan telah dikubur. Apalagi, menurut Arist Merdeka Sirait, ia mencium bau kurang sedap di seputar rumah itu, tapi tersamar oleh bau kotoran ayam di kandangnya.
Melihat sikap Margriet yang janggal, ia makin curiga. Dia dinilai Margriet tak kooperatif ketika polisi melakukan olah tempat kejadian perkara hilangnya Engeline. Lebih-lebih ketika meminta untuk memeriksa sebuah ruangan khusus, Margriet selalu tak mengizinkannya. Keterangan Agus Tay juga menyebut, sehari sebelum Engeline menghilang, hidungnya berdarah akibat dipukul ibu angkatnya tersebut.
Jasad Engeline Dikubur di Halaman Belakang Rumah
Pencarian dihentikan ketika polisi menemukan Engeline sudah menjadi mayat dan terkubur di halaman belakang rumahnya pada 10 Juni 2015. Jasadnya sudah rusak di bawah pohon pisang dan ditutup sampah. Engeline dikubur bersama boneka Barbie kesayangannya. Sejak saat itu, Find Angeline-Bali’s Missing Child’ dihapus.
Dari hasil autopsi, jenazah Engeline mengalami penganiayaan cukup berat. Luka-luka memar di wajah, leher, serta anggota gerak atas dan bawah. Di punggungnya ditemukan luka bekas sundutan rokok.
Ditemukan juga luka bekas lilitan tali plastik sebanyak empat lilitan. Penyebab kematian dipastikan kekerasan benda tumpul pada wajah dan kepala yang mengakibatkan pendarahan pada otak.
Engeline Dibunuh Margriet
Dari penyelidikan maraton, pelaku utama pembunuhan Engeline adalah ibu angkatnya sendiri, yang dibantu Agus Tay. Margriet ditetapkan sebagai tersangka setelah polisi menemukan tiga alat bukti, yaitu pengakuan Agus Tay, hasil analisis laboratorium forensik, dan petunjuk di tempat kejadian.
Dari persidangan di Pengadilan Negeri Denpasar yang mulai digelar pada 22 Oktober 2015, jaksa penuntut umum mengungkapkan awal peristiwa nahas tersebut. Margriet disebutkan memukul Engeline hingga mengucurkan darah dari kedua telinga dan hidungnya di kamarnya pada 16 Mei 2015. Pelaku juga beberapa kali memukul wajah korban dengan tangan kosong dan menjambak rambut korban.
Setelah menyiksa anak angkatnya, Margriet memanggil Agus Tay ke kamarnya. Agus Tay saat itu melihat majikannya itu kembali membanting tubuh anak angkatnya itu.
“Bu, alasan apa Ibu memukuli Engeline seperti ini?” tanya Agus Tay, yang terkejut atas apa yang dilihatnya. Bukan menjawab, Margriet menarik tangan Agus Tay dan berkata agar dirinya tak membuka mulut terkait apa yang telah dilakukannya itu.
“Kalau kamu tidak buka rahasia ini, saya kasih kamu uang Rp 200 juta, tanggal 24 aku kasih uangnya, langsung kamu pulang ke Sumba (NTB) dan jangan pernah kembali-kembali lagi,” ucap Margriet saat itu.
Setelah itu, Agus Tay diperintahkan mengambil kain seprai di kamarnya, tali, dan boneka korban. Agus Tay juga disuruh membuka seluruh pakaian yang dikenakan Engeline.
Margriet lantas menyuruh pembantunya itu untuk memperkosa jasad anak angkatnya. Sontak Agus Tay terkejut dan menolaknya. Dia lari menuju kamarnya, lalu mengganti celana. Celana jins yang bekas dipakainya itu lalu diserahkan kepada majikannya.
Boneka Barbie dan celana Agus Tay lalu ditaruh di atas tubuh bocah malang itu. Lalu, Margriet menyundutkan sebatang rokok ke tubuh anak angkatnya itu. Agus Tay diminta menggali lubang sedalam 50 sentimeter dengan cangkul di halaman belakang rumahnya. Setelah selesai, Agus Tay membopong tubuh Engeline yang sudah terbungkus seprai dan tali ke dalam lubang yang dibuat tak jauh dari kandang ayam.
Setelah dimasukkan ke dalam lubang, jasad Engeline lalu ditimbun tanah kembali. Di atas gundukan tanah lalu ditumpuk kayu bambu bekas membuat kandang ayam, keranjang tempat menaruh botol sabun cuci bekas, dan ditaburi makanan ayam agar tak terlihat bekas galian. Setelah proses menghilangkan bukti kejahatan, Margriet merancang siasat dengan pura-pura mendatangi tetangga untuk menanyakan keberadaan Engeline.
Margriet Divonis Seumur Hidup
Margriet Megawe (Foto: Putri Akmal/detikcom)
|
Selama persidangan berlangsung, Margriet menolak semua tuduhan jaksa tersebut. Dia menyatakan dirinya sangat menyayangi Engeline sebagaimana layaknya kepada anak kandungnya sendiri. Namun, majelis hakim Pengadilan Negeri Denpasar yang dipimpin oleh Edward Harris Sianaga, dengan anggota hakim I Wayan Sukanula dan Agus Walujo Tjahjono, memiliki pertimbangan lain.
Hakim menjatuhkan vonis hukuman seumur hidup kepada Margriet, seperti dituangkan dalam putusan PN Denpasar bernomor 863/Pid.B/2015/PN Dps tanggal 29 Februari 2016. Margriet divonis terbukti secara meyakinkan melakukan pembunuhan berencana, melakukan eksploitasi, penelantaran, dan diskriminasi terhadap anak. Sementara itu, Agus Tay dijatuhi vonis hukuman 10 tahun penjara.
Karena tak puas, Margriet melalui kuasa hukumannya mengajukan banding. Tapi Pengadilan Tinggi Bali dalam putusannya bernomor 12/PID/2016/PT.DPS tertanggal 3 Mei 2016 menguatkan keputusan PN Denpasar. Masih belum puas, Margriet melalui kuasa hukumnya mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Lagi-lagi, MA memutuskan hal yang sama sesuai putusan bernomor 1813 K/PID.SUS/2016 tanggal 26 Oktober 2016.