Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Kisah KH Yazid Karimullah: Santri Setia Kiai As’ad, Pendiri Pesantren Besar Jember yang Pernah Dimarahi Sang Guru

kisah-kh-yazid-karimullah:-santri-setia-kiai-as’ad,-pendiri-pesantren-besar-jember-yang-pernah-dimarahi-sang-guru
Kisah KH Yazid Karimullah: Santri Setia Kiai As’ad, Pendiri Pesantren Besar Jember yang Pernah Dimarahi Sang Guru

radarbanyuwangi.jawapos.com – Nama KH. Yazid Karimullah begitu masyhur di kalangan pesantren. Beliau adalah pendiri sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Nurul Qarnain, Desa Baletbaru, Sukowono, Jember.

Lahir pada 25 Februari 1950 dari pasangan KH. Karimullah dan Nyai Hj. Maimunah, sosok Kiai Yazid tumbuh dalam lingkungan religius yang kental.

Sejak muda, beliau haus ilmu. Berguru pada banyak ulama, mulai dari KH. Nawawi (Ponpes Tarbiyatul Athfal), KH. Abdullah Yakin (Ponpes Bustanul Ulum Mokorejo), hingga sosok karismatik yang paling berpengaruh dalam hidupnya: KHR. As’ad Syamsul Arifin, pengasuh kedua Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo.

Tahun 1964, atas dawuh keluarga, Yazid remaja berangkat ke Sukorejo. Di pesantren itu, ia bukan hanya belajar kitab, tetapi juga mengabdi penuh kepada sang guru.

Bahkan, beliau kerap membantu pembangunan pesantren sambil menyerap ilmu kehidupan.

Salah satu kisah yang sering dikenang, Kiai Yazid rela begadang hanya demi diperhatikan oleh Kiai As’ad. Doa dan restu sang guru menjadi sesuatu yang selalu ia nantikan.

Hingga suatu malam, Kiai As’ad yang sedang berkeliling riyadhoh menegurnya langsung dan menanyakan asal-usulnya.

Peristiwa kecil itu menjadi awal kedekatan yang terus terjalin hingga seumur hidup.

Mendirikan Pesantren di Usia 16 Tahun

Meski masih nyantri, pada 1966 Kiai Yazid bersama ayahandanya mulai mendirikan pesantren di Jember dengan nama Karang Sewu. Usianya baru 16 tahun.

Namun semangatnya tak terbendung. Ia bolak-balik Jember–Situbondo demi tetap belajar di Sukorejo sekaligus mengajar santri di Jember.

Baru pada 1968, Kiai Yazid resmi boyong dari Sukorejo dan total mengelola pesantren.

Seiring waktu, Karang Sewu bertransformasi menjadi Nurul Qarnain. Dari sinilah kiprah dakwah KH. Yazid Karimullah makin meluas.

Kedekatan Tak Pernah Putus

Meski sudah boyong, Kiai Yazid tak pernah putus sowan kepada Kiai As’ad. Setiap kali menemui kesulitan, ia datang membawa kegelisahan.

Salah satu kisah penuh hikmah terjadi ketika Yazid muda dihantam banyak fitnah dan masalah.

Sumber: berbagai sumber, nurulqarnain.net


Page 2

Saat sowan ke Sukorejo, awalnya ia tak berani menyampaikan masalah di hadapan tamu lain.

Namun setelah dua tamu itu pamit, ia memberanikan diri. Baru separuh bercerita, tiba-tiba Kiai As’ad memotong dengan suara lantang, bahkan sambil memukul meja:

“Sana pulang! Berhenti jadi kiai. Letakkan kitabmu, suruh pulang santrimu. Orang jadi kiai harus berani dimusuhi, difitnah, lapar, rugi. Kalau masih ada enaknya, itu bukan kiai, apalagi ulama.”

Ucapan keras itu justru menjadi energi seumur hidup. Sejak saat itu, Kiai Yazid berkhidmah tanpa beban.

Ia yakin sepenuhnya pada kuasa Allah. Perjuangan tak lagi dihitung untung-rugi.

Warisan Spirit Sang Guru

Hampir setengah abad lebih, Pesantren Nurul Qarnain terus berkembang. Ribuan santri belajar di bawah asuhan KH. Yazid Karimullah.

Dalam banyak ceramahnya, beliau sering membocorkan kisah-kisah filosofis dan penuh hikmah tentang Kiai As’ad.

Bagi KH. Yazid, gurunya bukan hanya tempat menimba ilmu, tetapi juga teladan dalam menata umat.

Dari Kiai As’ad, ia belajar bahwa jadi kiai bukan soal kehormatan, melainkan keberanian untuk menanggung beban umat.

Kini, Nurul Qarnain berdiri kokoh sebagai salah satu pesantren besar di Jember.

Dan nama KH. Yazid Karimullah dikenang bukan hanya sebagai pendiri, tetapi juga santri setia yang mewarisi api perjuangan Kiai As’ad Syamsul Arifin. (*)

Sumber: berbagai sumber, nurulqarnain.net


Page 3

radarbanyuwangi.jawapos.com – Nama KH. Yazid Karimullah begitu masyhur di kalangan pesantren. Beliau adalah pendiri sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Nurul Qarnain, Desa Baletbaru, Sukowono, Jember.

Lahir pada 25 Februari 1950 dari pasangan KH. Karimullah dan Nyai Hj. Maimunah, sosok Kiai Yazid tumbuh dalam lingkungan religius yang kental.

Sejak muda, beliau haus ilmu. Berguru pada banyak ulama, mulai dari KH. Nawawi (Ponpes Tarbiyatul Athfal), KH. Abdullah Yakin (Ponpes Bustanul Ulum Mokorejo), hingga sosok karismatik yang paling berpengaruh dalam hidupnya: KHR. As’ad Syamsul Arifin, pengasuh kedua Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo.

Tahun 1964, atas dawuh keluarga, Yazid remaja berangkat ke Sukorejo. Di pesantren itu, ia bukan hanya belajar kitab, tetapi juga mengabdi penuh kepada sang guru.

Bahkan, beliau kerap membantu pembangunan pesantren sambil menyerap ilmu kehidupan.

Salah satu kisah yang sering dikenang, Kiai Yazid rela begadang hanya demi diperhatikan oleh Kiai As’ad. Doa dan restu sang guru menjadi sesuatu yang selalu ia nantikan.

Hingga suatu malam, Kiai As’ad yang sedang berkeliling riyadhoh menegurnya langsung dan menanyakan asal-usulnya.

Peristiwa kecil itu menjadi awal kedekatan yang terus terjalin hingga seumur hidup.

Mendirikan Pesantren di Usia 16 Tahun

Meski masih nyantri, pada 1966 Kiai Yazid bersama ayahandanya mulai mendirikan pesantren di Jember dengan nama Karang Sewu. Usianya baru 16 tahun.

Namun semangatnya tak terbendung. Ia bolak-balik Jember–Situbondo demi tetap belajar di Sukorejo sekaligus mengajar santri di Jember.

Baru pada 1968, Kiai Yazid resmi boyong dari Sukorejo dan total mengelola pesantren.

Seiring waktu, Karang Sewu bertransformasi menjadi Nurul Qarnain. Dari sinilah kiprah dakwah KH. Yazid Karimullah makin meluas.

Kedekatan Tak Pernah Putus

Meski sudah boyong, Kiai Yazid tak pernah putus sowan kepada Kiai As’ad. Setiap kali menemui kesulitan, ia datang membawa kegelisahan.

Salah satu kisah penuh hikmah terjadi ketika Yazid muda dihantam banyak fitnah dan masalah.

Sumber: berbagai sumber, nurulqarnain.net