detik.com
Suasana Dusun Sambungrejo, Desa Bayu, Kecamatan Songgon, Banyuwangi, tampak sunyi sore itu. Daun-daun hijau masih menyisakan tetesan air hujan. Dari sebuah rumah sederhana berdinding batu berlapis semen yang belum dicat, terdengar suara kambing bersahutan. Seorang pemuda terlihat sibuk merapikan rumput dan ranting muda di depan kandang.
Pemuda berkulit cokelat dengan rambut pendek itu adalah Wildan Yusuf Furqoni. Senyum dan lesung pipinya menyambut detikJatim saat berkunjung. Di usianya 29 tahun, Wildan bekerja keras memenuhi kebutuhan ibu dan tiga adiknya, setelah sang ayah meninggal saat pandemi COVID-19 tahun 2020.
Ia merawat kambing milik tetangga dengan sistem ijon, membersihkan kebun, hingga memanen buah untuk dijual. Tak banyak hasil yang ia dapat, tapi, bagi Wildan tak ada kata putus asa. Di tengah keterbatasan ekonomi, Wildan masih memiliki bakat natural yang ia andalkan, yakni dengan berlari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Lari itu bakat saya sejak sekolah. Dulu saat SMA, sekolah saya jaraknya sekitar 10 kilo dari rumah dan saya lari setiap hari, sekitar 40-50 menit,” kata Wildan, Sabtu (20/0/2025).
Saat bersekolah di SMA 1 Sragi Songgon, selama tiga tahun ia tak pernah meninggalkan kebiasaannya berlari. Selain menyehatkan tubuh, keterbatasan kendaraan membuatnya harus menempuh jalan dengan berlari.
“Ya karena saya gak punya kendaraan untuk sekolah, kadang bantu-bantu di rumah dulu. Jadi biar gak telat saya lari. Kan biar sehat juga,” ujarnya.
![]() |
“Tapi kadang-kadang ada yang kasih tumpangan. Kalau pas waktu sudah mepet, ya saya ikut tumpangan itu aja,” tambahnya.
Tahun 2016, Wildan sempat bekerja sebagai TKI di Brunei Darussalam lebih dari setahun. Ia bekerja sebagai kuli bangunan, namun sempat mengikuti lomba lari pegunungan hingga masuk 16 besar.
“Pas di Brunei itu saya kerja sebagai kuli bangunan, waktu ada event lari saya coba-coba eh kok juara 2,” ungkapnya.
Pulang ke tanah air, Wildan mulai mengikuti berbagai event trail run sejak 2017, diawali dengan Ijen Green Trail Run di Banyuwangi. Meski finis di posisi ke-5, ia terus mengasah mental dan kemampuan hingga berhasil meraih juara 1 kategori 25 kilometer.
“Ijen Green Trail Run 2017 lalu belum pengalaman. Setiap tahun ikut, dan pada Ijen Trail Run kemarin saya peringkat 1 kategori 25 kilometer,” ujarnya.
Meski punya target masuk Asian Trail Master di China, Wildan memilih realistis. Ia mengikuti kategori 25 km agar tetap bisa menjaga stamina untuk lomba berikutnya.
“Jujur motivasi saya adalah ekonomi, dari kompetisi ini ada kelebihan uang yang bisa saya kumpulkan untuk menyambung hidup saya dan adik-adik saya,” katanya.
Sehari-hari Wildan tetap bekerja sebagai penggembala. Usai Subuh, ia mencari rumput untuk 10 kambing titipan warga. Tangan dinginnya dikenal warga karena kambing-kambing yang dirawat selalu sehat.
“Alhamdulillah, ya lumayan. Kalau ada yang beranak saya kan dapat kambingnya. Ada yang saya rawat dibesarkan, ada yang sudah besar saya jual untuk bantu bayar sekolah adik-adik,” ujarnya.
Pendapatannya dari lomba lari juga ia sisihkan untuk memperbaiki rumah keluarga. Dari rumah beralas tanah dan berdinding kayu, kini sudah lebih kokoh dengan pondasi semen dan dinding batu.
“Alhamdulillah, dari lari saya bisa membangun rumah yang lebih layak untuk keluarga saya, terutama untuk Ibu saya,” tegasnya.
Untuk persiapan lomba, ia berlatih sambil menggembala kambing. Bukit-bukit di Songgon menjadi arena alami baginya. Bahkan, ia sempat hanya mengenakan kaus, celana, dan sepatu lokal Rp 300 ribu saat bertanding, sebelum akhirnya mendapat sponsor kecil dari brand lokal.
“Di Songgon ini kan bukit-bukit ya, kalau cari rambanan juga harus naik turun bukit dan bahkan memanjat pohon. Itu latihan saya setiap hari,” jelasnya.
“Gak ada pakaian khusus, ya baju yang saya pakai ini biasanya saya pakai juga untuk lari. Sepatu juga yang biasa saja,” imbuhnya.
Kini, Wildan sudah mencatat prestasi nasional, termasuk juara 1 Bandung Ultra 2025 dan peringkat 2 klasemen nasional. Ia juga pernah meraih juara 2 internasional maraton di Bontang dengan hadiah Rp 10 juta.
Atlet yang berada dibawah naungan Asosiasi Lari Trail Indonesia (ALTI) ini menduduki klasemen lima besar Nasional. Bagi Wildan, penghargaan tertinggi yang pernah ia dapat saat mengikuti Internasional Maraton di Bontang, menduduki juara 2 ia berhasil meraih hadiah sebesar Rp 10 juta. Tak jarang ia menjadi satu-satunya atlet nasional yang berdiri di podium diantara atlet internasional.
“Terbesar dapat hadiah saat internasional maraton di Bontang dapat Rp 10 juta. Yang di Bali juga waktu itu saya juara 2, yang juara 1 dari Prancis dan ke-3 dari Vietnam,” kisahnya.
Wildan berharap pemerintah lebih memperhatikan atlet-atlet trail run sekaligus mengembangkan potensi sport tourism Banyuwangi.
“Banyuwangi ini potensinya besar, selain Ijen dan Gunung Ranti, ada Alas Purwo, Suko Made, Glenmore, Kalibaru, bahkan Songgon ini luar biasa,” pungkasnya.
Setiap pekan, Wildan Yusuf Furqoni tak pernah absen untuk berlari dari satu kota ke kota lainnya dengan kocek pribadi. Namun, nama besar Kabupaten Banyuwangi turut harum dikenal oleh atlet-atlet Trail Run di seluruh nusantara. Kemana sepasang kaki Wildan berlari, disana ia jejakkan kaki untuk menanamkan wangi nama Banyuwangi.
Halaman 2 dari 2
(hil/hil)