BANYUWANGI, Jawa Pos Radar Banyuwangi – Pengacara senior di Banyuwangi Achmad Wahyudi secara resmi meluncurkan Kantor Hukum baru di Jalan Kepiting No. 34-35, Kelurahan Tukangkayu, Banyuwangi, Senin (28/7). Acara tersebut bukan hanya menandai pembukaan kantor hukum, tetapi juga meresmikan sebuah pusat konsultasi, advokasi, dan kajian multidisipliner yang mencakup bidang hukum, sosial, budaya, ekonomi, hingga politik.
Peluncuran tersebut diharapkan menjadi tonggak lahirnya paradigma baru dalam pengabdian yang berlandaskan nilai-nilai, ilmu pengetahuan, dan keberpihakan pada keadilan substantif.
Dalam kesempatan itu juga digelar Project Group Discussion dengan tema “Mentracking KUHP Nasional sebagai Upaya Membangun Paradigma Hukum Pidana Abad 21 serta Menelaah Pemberlakuannya Berdasar Asas-asas Hukum Pidana”.
Diskusi panel yang intensif ini menghadirkan narasumber terkemuka, antara lain Kompol Komang Yogi Arya Wiguna selaku Kasatreskrim Polresta Banyuwangi, Gede Agastia Erlandi selaku Kasubsi Pra Penuntutan Kejaksaan Negeri Banyuwangi, dan Dr Riza Alifianto Kurniawan selaku Ahli Hukum Pidana FH Unair. Diskusi itu dimoderatori langsung oleh Achmad Wahyudi selaku praktisi dan advokat terkemuka di Kabupaten Banyuwangi.
Para peserta yang terdiri dari praktisi hukum, aparatur negara, akademisi, dan mahasiswa hukum, aktif membahas kesiapan dan peran aparatur negara dalam menerapkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional, yaitu UU Nomor 1 Tahun 2023 yang akan berlaku efektif pada 2 Januari 2026.
Inti diskusi menyoroti pentingnya pemahaman mendalam bagi aparatur negara, khususnya aparat penegak hukum untuk melakukan adaptasi paradigma penegakan hukum sesuai dengan nilai-nilai dan asas-asas yang diatur dalam KUHP Nasional.
“Nabi itu tugas utamanya memikul beban umatnya. Maka siapa pun yang mengambil posisi kepemimpinan, baik struktural maupun kultural, harus siap menanggung kesulitan rakyatnya. Kantor ini adalah wujud nyata dari esensi itu,” ujar Acmad Wahyudi.
Wahyudi mengingatkan urgensi pembaruan perspektif dalam penegakan hukum. Maka dari itu, diskusi juga menekankan perlunya pembaruan perspektif dalam menegakkan aturan demi terwujudnya sistem hukum pidana yang berkeadilan dan selaras dengan perkembangan zaman. “Maka dari itu kita menyoroti adanya pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional, yaitu UU Nomor 1 Tahun 2023, yang akan berlaku efektif pada 2 Januari 2026 mendatang,” ungkapnya.
Wahyudi menyampaikan bahwa perumusan dalam KUHP nasional terbagi menjadi tiga pokok utama criminal act (tindak pidana), criminal responsibility (pertanggungjawaban pidana), dan punishment (pemidanaan).
“Ada tiga urgensi tersebut adalah tindak pidana, pertanggungjawaban pidana, serta pidana dan pemidanaan. Salah satu isu krusial yang disoroti mengenai pemberlakuan KUHP nasional ke depan adalah bagaimana living law atau hukum yang hidup di masyarakat tidak secara eksplisit dituangkan dalam pasal-pasal,” terangnya.
Implikasinya, imbuh Wahyudi, penyidik dan jaksa tidak bisa menyerahkan persoalan kesalahan (khususnya kesengajaan) hanya pada tahap persidangan dan penyidik tidak bisa hanya menemukan bukti-bukti dari unsur-unsur tertulis (bestanddelen) saja. Hal ini menuntut pendekatan yang lebih komprehensif dari aparat penegak hukum.
“Makanya dengan acara diharapkan dapat memperkuat sinergi antar-praktisi dan mendorong terwujudnya implementasi KUHP yang efektif, transparan, serta akuntabel di lapangan demi tercapainya tujuan penegakan hukum yang berkeadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia,” ungkapnya.
Kantor hukum ini bukan sekadar simbol, melainkan panggung baru bagi lahirnya kader-kader inklusif dan inovatif di masa mendatang. “Semoga ke depan lahir tokoh-tokoh pemimpin atau kader uang penuh inovasi untuk membangun masa depan yang berkeadilan dan bermartabat,” harapnya. (rio/sgt)
Sumber: Jawa Pos Radar Banyuwangi