GLAGAH – Warga Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, punya gawe besar kemarin (5/9). Sejak pagi hingga malam, warga desa adat Oseng tersebut menggelar sejumlah tradisi dalam rangkaian selamatan adat desa setempat. Puncak rangkaian acara tersebut digeber tadi malam, yakni selamatan seribu nasi tumpeng alias Tumpeng Sewu.
Sejak pagi, warga beramai-ramai menjemur kasur khas Desa Kemiren. Tradisi ini dikenal dengan istilah Mepe Kasur. Sekitar pukul 14.00, kasur tersebut kembali dimasukkan ke rumah. Acara lantas dilanjutkan dengan nyekar ke makam Buyut Cili, leluhur masyarakat setempat.
Setelah nyekar, masyarakat Desa Kemiren lantas menggelar arak-arakan barong tuwek keliling desa. Sesaat sebelum selamatan Tumpeng Sewu digelar, yakni setelah Salat Magrib, tetua adat setempat melakukan ubles-ubles obor blarak. Obor yang terbuat dari daun kelapa kering itu digunakan untuk menyalakan ribuan obor yang dipasang di sepanjang Jalan Desa Kemiren. Uniknya, nyala api pertama obor blarak tersebut diambil dari api biru (blue fire) Gunung Kawah Ijen.
“Obor di maksudkan agar pikiran dan hati warga Kemiren terang. Istilah sini (Kemiren) terang pikire padhang atine,” ujar ketua adat Desa Kemiren, Suhaimi. Setelah semua obor menyala, warga beramai-ramai menyantap nasi tumpeng dengan lauk pecel pithik.
Bukan hanya warga lokal Kemiren, para pengunjung yang datang ke desa adat tersebut juga dipersilakan ikut menyantap hidangan yang disajikan. Suhaimi menuturkan, selamatan desa tersebut telah rutin dilakukan sejak zaman leluhur Desa Kemiren.
Bentuk tumpeng yang mengerucut menyerupai gunung bermakna harapan agar Tuhan meninggikan derajat warga Desa Kemiren. Sedangkan pecel pithik mengandung kiasan hang diucel-ucel barang hang apik. “Maksudnya, setiap hari Warga Kemiren hanya mengerjakan hal-hal yang baik,” kata dia.
Menariknya, melalui kegiatan ini masyarakat Desa Kemiren mendeklarasikan komitmen penguatan budaya desa setempat. Deklarasi dilakukan oleh perwakilan pemuda setempat.
Isi deklarasi antara lain, sanggup njogo lan ngelestarekaken umah adat Oseng (sanggup menjaga dan melestarikan rumah asat Oseng); sanggup njogo lan ngelestarekaken slametan adat Oseng Deso Kemiren (Sanggup menjaga dan melestarikan selamatan adat Oseng Desa Kemiren); sanggup njogo lan ngelestarekaken tingkah polahe masyarakat Oseng Kemiren (sanggup menjaga dan melestarikan perilaku masyarakat Oseng Kemiren); sanggup njogo lan ngelestarekaken kesenian budoyo kang ono ning Kemiren (sanggup njogo lan ngelestarekaken kesenian yang ada di Kemiren); serta sanggup njogo lang ngelestarekaken sandangan utowo pesanggonan adat Oseng Kemiren (sanggip menjaga dan melestarikan sandang atau pakaian adat Oseng Kemiren).
Sementara itu, saat puncak acara tumpeng Sewu digelar tadi malam, Desa Kemiren benar- benar menjelma ribuan tumpeng. Tua-muda, laki-laki dan perempuan, kaya-miskin, pejabat dan rakyat tumplek blek jadi satu. Mereka duduk lesehan serayamenik mati nasi tumpeng yang dijejer di sepanjang jalan maupun gang-gang desa setempat.
Ya, Tumpeng Sewu tersebut tidak hanya diikuti warga Desa Kemiren. Tidak sedikit warga luar desa, hingga turis asing yang ikut nimbrung menikmati sajian nasi tumpeng dan pecel pithik. Bahkan, sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di lingkungan Pemkab Banyuwangi sengaja memesan tumpeng untuk disantap bersama oleh karyawan dan pimpinan SKPD tersebut.
Tidak ketinggalan, unsur Dewan Kesenian Blambangan (DKB) juga hadir pada acara kali ini. Ketua DKB, Samsudin Adlawi, hadir langsung di lokasi acara. Asisten Administrasi Umum Pemkab Banyuwangi, Fajar Suasana, dalam sambutannya mengatakan, pihaknya mewakili Bupati Abdullah Azwar Anas dan Pemkab Banyuwangi berterima kasih kepada seluruh warga Desa Kemiren yang telah melestarikan tradisi dan adat-istiadat setempat.
“Kami juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah men-support kegiatan Tumpeng Sewu ini,” ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, M. Yanuarto Bramuda, mengatakan Tumpeng Sewu merupakan salah satu rang kaian even Banyuwangi Festival (B-Fest) 2016.
Ini adalah wujud komitmen pemkab melestarikan seni dan budaya lokal masyarakat Bumi Blambangan. Bramuda menambahkan, Tumpeng Sewu kini bukan hanya sekadar ritual. Kegiatan yang satu ini juga telah menjadi bagian paket wisata di Banyuwangi.
“Seperti yang Anda saksikan. Banyak wisatawan mancanegara yang datang dan ikut menikmati sajian nasi tumpeng dan pecel pitrik,” pungkasnya. (radar)