Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Literature review : Perspektif Filsafat Tentang Penerapan Kurikulum Merdeka dengan Relevansinya Pada Era 5.0

literature-review-:-perspektif-filsafat-tentang-penerapan-kurikulum-merdeka-dengan-relevansinya-pada-era-5.0
Literature review : Perspektif Filsafat Tentang Penerapan Kurikulum Merdeka dengan Relevansinya Pada Era 5.0

Oleh : Agus Wijaksono*

Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) telah membawa arus yang sangat drastis baik dalam kehidupan masyarakat maupun dunia industri. Di era society 5.0 saat ini, masyarakat perlu hidup dibarengi dengan teknologi untuk mempertahankan cara hidup mereka. Selain itu, mereka juga diharapkan dapat menyelesaikan berbagai masalah sosial dengan memanfaatkan teknologi seperti Internet of Things (IoT), Artificial Intelligence (AI), teknologi robot, serta big data.

Transformasi Digital yang membuat tatanan baru dalam kehidupan telah mempengaruhi regulasi di berbagai negara termasuk didalamnya adalah pada bidang pendidikan. Maka perubahan dan perkembangan tentu juga harus dilakukan, karena pada dasarnya perubahan zaman juga telah membuat dunia pendidikan bertransformasi, baik dari segi teknologi, pemberdayaan guru, maupun kurikulum. Pada era Society 5.0, pendidikan harus mampu mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi tantangan masa depan, yang ditandai dengan teknologi yang semakin maju   dan   kompleks. Hal inilah yang terus di upayakan terhadap pendidikan di Indonesia yang cenderung masih menggunakan resume zaman kolonial. Hal ini membuat Indonesia terus melakukan pembenahan dalam segi kurikulum. 

Perkembangan kurikulum di Indonesia telah mengalami banyak perubahan mulai tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, 2013 hingga pada tahun 2022 lahirnya Kurikulum “Merdeka Belajar” (Heryanti et al., 2023).     Hadirnya kurikulum “Merdeka Belajar” yang digagas langsung oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbud Ristek RI), Nadiem Makarim, sebagai jawaban atas tantangan pendidikan di era digital dan globalisasi. Kurikulum Merdeka dikembangkan untuk mendukung visi pendidikan Indonesia dan pemulihan pembelajaran. Kurikulum ini memberikan fleksibilitas kepada guru dan peserta didik untuk menciptakan pembelajaran yang berkualitas dan relevan. Termasuk didalamnya adalah kemampuan berpikir kritis, kreativitas, dan adaptabilitas dengan penekanan pada pengembangan soft skills dan karakter melalui pendekatan pembelajaran berbasis proyek, Kurikulum Merdeka dapat memberikan kebebasan kepada peserta didik dalam meningkatkan bakat dan minat sesuai dengan keahliannya. Selain juga diberikan kemerdekaan memilih keterampilan, peserta didik juga dapat mengembangkan sesuai dengan keinginan dalam memilih materi dan pengetahun (Wapa et al., 2024). 

Lahirnya kurikulum baru juga tidak terlepas dari landasan filsafat yang senantiasa dipakai untuk kerangka berpikir didalam kurikulum. Filsafat pendidikan merupakan disiplin yang mempelajari prinsip-prinsip dasar yang mendasari praktik pendidikan. Dalam konteks pendidikan modern, filsafat tidak hanya berfungsi sebagai teori, tetapi juga sebagai panduan praktis yang membantu dalam merumuskan tujuan pendidikan dan metode pengajaran yang efektif. Dengan memahami berbagai aliran filsafat, pendidik dapat merancang kurikulum yang tidak hanya memenuhi kebutuhan akademis, tetapi juga mendukung pengembangan karakter siswa (Sukroyanti, A, B, Dkk, 2024). Menurut Santoso, dalam Almirah (2022) Pendidikan memiliki peran yang penting dalam perkembangan era Society 5.0 yaitu untuk memajukan kualitas SDM. Karena itu diperlukan pendidikan mengenai kompetensi hidup abad 21 atau lebih dikenal dengan istilah 4C (Creativity, Critical Thinking, Communication, Collaboration) (Nur et al., 2022). Kompetensi inilah yang mestinya diterapkan dalam pembelajaran abad ke-21 dikarenakan pada era ini akan memerlukan orang-orang yang inovatif serta kreatif untuk dapat beradaptasi dengan cepat. Hal inilah yang menjadi perhatian penting bagi pemerintah Republik Indonesia untuk dapat sesegera mungkin menyediakan sarana serta prasarana yang memadai dalam menghadapi perkembangan global, terutama era society 5.0. Pengembangan kurikulum merupakan salah satu langkah yang tepat untuk dapat membentuk karakter peserta didik nantinya untuk menghadapi era tersebut. 

Penerapan Kurikulum Merdeka tentu diharapkan dapat mencetak generasi milenial yang mampu memahami materi yang diajarkan oleh guru dengan cepat, bukan hanya mengingat bahan ajar yang telah di berikan. Peserta didik juga diharapakan mampu memanfaatkan teknologi di setiap proses pembelajaran nya.  Saat ini, teknologi memiliki peran yang sangat vital dalam pendidikan, yaitu sebagai media elektronik untuk memudahkan proses pembelajaran. Pesatnya perkembangan teknologi saat ini tentu di tandai oleh banyak hal, salah satu contoh nya adalah bahwa sebelumnya, pendidikan di Indonesia sangat bergantung dengan buku yang bersifat kontekstual, namun saat ini mulai tergantikan oleh produk digital seperti e-book (Indarta et al., 2022). Selain itu, perkembangan teknologi ini memungkinkan peserta didik untuk belajar tidak hanya di dalam kelas, tetapi mereka dapat mengakses sumber belajar tersebut dimana saja dan kapan saja selama masih adanya sinyal internet yang mendukung. 

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui serta mendeskripsikan bagaimana relevansi antara kurikulum merdeka belajar dalam perkembangan era society 5.0. Dalam konteks ini, peneliti melakukan pendekatan dengan cara penelitian kualitatif deskriptif. Pembahasan pada artikel ini akan merujuk seperti apa era society 5.0 saat ini serta bagaimana penerapan kurikulum merdeka belajar hingga saat ini. Apakah penerapan Kurikulum Merdeka bisa menjadi salah satu atau bahkan acuan utama dalam proses pembelajaran. Sehingga memiliki relevansi terutama dalam keterampilan 4C yang berfokus pada critical thinking, communication, colaboration, dan creativity. Lalu juga perlu adanya peran seorang guru yang memiliki kecakapan pada bidang IPTEK untuk membentuk karakter peserta didik di era society 5.0 yang nantinya akan memiliki kompetensi abad ke-21, yaitu kompetensi berpikir, bertindak dan hidup di dunia.

Pendidkan Era Society 5.0

Society 5.0 atau dapat diartikan sebagai masyarakat 5.0 merupakan sebuah konsep yang digagas oleh pemerintah Jepang. Konsep masyarakat 5.0 tidak hanya terbatas pada faktor manufaktur saja tetapi juga menyelesaikan masalah sosial dengan bantuan integrasi ruang fisik dan virtual. Society 5.0 memiliki konsep teknologi big data yang dikumpulkan oleh Internet of things (IoT) yang ditransformasikan oleh Artificial Intelligence (AI) menjadi sesuatu yang dapat membantu masyarakat sehingga kehidupan menjadi lebih baik. Society 5.0 akan berdampak pada seluruh aspek kehidupan mulai dari kesehatan, tata kota, transportasi, pertanian, industri dan pendidikan (Nastiti & Abdu, 2020). Era Society 5.0 muncul sebagai perkembangan dari Revolusi Industri 4.0 yang dianggap akan menggantikan peran manusia. Kemampuan manusia dalam menciptakan teknologi baru yang dikembangkan dari ilmu pengetahuan membuat manusia yang dikatakan “modern” berpikir lebih rasional. Dengan konsep Society 5.0, manusia akan menjadi pusat atau human-centered yang nantinya akan berbasis pada teknologi atau technology-based (Windra, 2021). 

Sekolah dan guru akan memiliki peran yang sangat penting di era Society 5.0 ini. Dimana di era ini kegiatan pembelajaran tidak hanya terfokus pada satu sumber saja yaitu buku. Akan tetapi, guru harus siap dan terbuka untuk menerima informasi dari berbagai sumber lainnya. Misalnya saja internet atau media sosial. Meskipun begitu, guru harus mampu memilah informasi yang diperoleh dari internet atau media sosial. Selain hal tersebut, guru juga harus memiliki keterampilan 4C yang berfokus pada critical thinking, communication, collaboration, dan creativity. Berikut ini dijabarkan bagaimana strategi dalam melatih dan mengakses keterampilan 4C pada siswa:

  1. Critical Thinking (Berfikir Kritis)
  1. Mengajarkan dan menerapkan metode HOTS (High Order Thinking Skills) secara spesifik dan kontinyu dalam ranah pembelajaran
  2. Melakukan tanya-jawab dan diskusi pada skala kelas
  3. Mengajarkan konsep secara eksplisit
  4. Memberikan scaffolding
  5. Communication (Komunikasi)
  1. Mengajarkan siswa bagaimana cara mengartikulasikan pikiran dan gagasan
  2. Mengajarkan siswa untuk mendengar secara aktif dan efektif
  3. Mengajarkan siswa bagaimana menggunakan komunikasi dalam berbagai tujuan tertentu
  4. Mengajarkan siswa dalam memanfaatkan berbagai media dan teknologi
  5. Melatih siswa untuk berkomunikasi secara efektif di lingkungan yang beragam
  6. Collaboration (Kolaborasi)
  1. Mengajarkan siswa untuk bekerja dengan hormat dengan tim yang berbeda, baik fisik maupun psikis
  2. Melatih dan mendorong siswa untuk mengambil tanggung jawab untuk bekerja sama dengan orang lain
  3. Mengajarkan siswa untuk menghargai ide dan kontribusi dari setiap anggota tim
  4. Mengajarkan fleksibilitas dan keinginan untuk berkompromi 
  5. Menekankan pembelajaran kooperatif
  6. Creativity (Berpikir & Bertindak Kreatif)
  1. Memberikan pertanyaan dan mengajak siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran
  2. Mengeksplorasi topik serta materi dengan data primer atau acak
  3. Memikirkan cara baru untuk menginformasikan temuan baru

    Karena era yang semakin maju, ditambah lagi di era revolusi industri 5.0 di segala sektor akan semakin maju. Jika pendidikan di Indonesia tidak siap dan mengikuti pesatnya perkembangan zaman, maka pendidikan di Indonesia akan sangat jauh tertinggal.

Kurikulum Merdeka Belajar

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbud Ristek RI) secara langsung menggagas kurikulum “Merdeka Belajar”. Kurikulum merdeka adalah kurikulum yang memberikan keleluaasaan kepada guru peserta didik dalam mengembangkan bakat yang dimilikinya. Nadhiem Makarim mengemukakan bahwa penyusunan konsep dari kurikulum Merdeka Belajar yaitu sebagai wujud kebebasan dalam berpikir, maupun kebebasan otonomi yang diberikan kepada elemen pendidikan supaya berfungsi untuk memberi ruang kepada peserta didik agar dapat memaksimalkan perkembangan potensi yang ada pada diri peserta didik.  Kebebasan belajar, yang memberikan kebebasan dan otonomi pada lembaga pendidikan, membebaskan lembaga pendidikan dari birokrasi, membebaskan guru dari birokrasi yang rumit, dan memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk memilih bidang yang disukainya (Aisy et al., 2024). 

Penerapan merdeka belajar di sekolah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi serta tumbuh menjadi pribadi yang berkepribadian mandiri dan positif. Penerapan Kurikulum Merdeka berpusat pada pengembangan keterampilan peserta didik sebagai lulusan yang diharapkan dapat menjawab berbagai tantangan zaman dan masyarakat yang penuh gejolak 5.0 ke depan. Pendidikan yang memerdekakan menempatkan keaktifan peserta didik menjadi unsur amat penting dalam menentukan proses dan kesuksesan belajarnya (Anggraini & Wiryanto, 2022).  Model pembelajaran yang digunakan dalam Kurikulum Merdeka selaras dengan pekembangan Era 5.0, dimana model pembelajaran ini menjadi acuan untuk membantu peserta didik dalam memperoleh kompetensi pengetahuan yang terintegrasi dan adaptif dan telah terbukti penting untuk semua situasi (Putri Lestari et al., 2023). Berikut dipaparkan model-model pembelajaran yang digunakan dalam kurikulum merdeka:

  1. Discovery learning adalah model pembelajaran yang dirancang untuk mendorong siswa aktif dan kreatif dalam menemukan, menyelidiki, mengolah, dan menyelesaikan sendiri pembelajarannya. Model ini memungkinkan siswa untuk mempertahankan apa yang telah mereka pelajari lebih lama saat mereka mencoba memahami konsep dan memecahkan masalah di sepanjang jalan. Guru hanyalah fasilitator, menjaga siswa di pusat kegiatan belajar mengajar sambil memberikan umpan balik yang tepat.
  2. Inquiri adalah model pembelajaran yang menempatkan siswa pada situasi yang lebih kompleks untuk melakukan percobaan sendiri. Hal ini memungkinkan siswa untuk melihat apa yang terjadi dan bertanya serta menjawab pertanyaan mereka sendiri dengan menghubungkan wawasan yang ada. Model ini membantu siswa berpikir logis, sistematis, dan kritis untuk mencapai potensi penuh mereka.
  3. Problem Based Learning adalah pengembangan kurikulum yang menitikberatkan pada siswa secara aktif memecahkan masalah sehingga pada akhirnya dapat mengintegrasikan pengetahuan baru.
  4. Basic Learning Project merupakan metode yang berkaitan dengan konsep “Learning by Doing” John Dewey, dimana siswa ditempatkan pada situasi dimana mereka dapat berkonsentrasi untuk mengeksplorasi suatu proyek atau kegiatan sebagai media, menggunakan alat dan bahan untuk menyelesaikannya. terbiasa mengerjakan tugas.
  5. Production Based Training atau Production Based Education and Training (PBT/PBET) adalah pengalaman yang dikontekstualisasikan dalam proses produksi dan alur kerja industri, tergantung pada potensi siswa dan kebutuhan lokal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi adalah pendidikan dan pelatihan yang memberikan siswa.
  6. Teaching Factory melibatkan seluruh industri, pembelajaran dilakukan di tingkat SMC terkait produksi/jasa, berdasarkan prosedur standar yang dilakukan dalam suasana dan kondisi yang benar-benar dipraktikkan di industri. 
  7. Blended Learning. Artinya, model pembelajaran yang menggabungkan sistem tatap muka dan kegiatan pembelajaran online tanpa menggunakan ruang dan waktu sebagai kendala atau hambatan dalam proses transfer ilmu.

Landasan Pengembangan Kurikulum dalam perspektif Filsafat

Pengembangan kurikulum mempunya dasar penting tidak hanya persoalan politik Pendidikan. Politik Pendidikan mempelajari tentang bagaimana kebijakan itu dapat memberikan sumbangsih terhadap Pendidikan (Wapa, 2020). Kebijakan yang dimaksud merupakan undang-undang yang mengatur jalannya Pendidikan diindonesia. Namun pada hakikatnya landasan filosofis (filsafat) adalah landasan yang mendasar mengatur tentang kerangka berpikir Dimana menyesuaikan dengan karakteristik bangsa Indonesia.

Adapun beberapa hal yang termasuk pada pola pengembangan kurikulum telah dipaparkan diberbagai media. Landasan pengembangan kurikulum adalah pertimbangan program dan kebijakan pendidikan yang didasarkan pada pemahaman filosofis, psikologis, sosiologis, dan historis (Wapa, A Dkk 2024). Landasan filosofis ini memiliki peran penting didalam memaksimalkan konsep mulai dari ontology, epistemology, dan aksiologi.

Relevansi Penerapan Kurikulum Merdeka di Era Society 5.0

Era Society 5.0 adalah sebuah gagasan yang diharapkan supaya manusia dapat terus berevolusi seiring dengan berkembangnya teknologi buatan. Technoscience atau ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi poin penting untuk diperhatikan. Konsep belajar mandiri yang dikembangkan menjadi kurikulum relevan dengan model pembelajaran era 5.0 yang mengutamakan kebutuhan siswa (student centered). Ketika membandingkan dan mengacu pada perkembangan kurikulum di Indonesia sejak tahun 1947 dimana pembelajaran masih berpusat pada guru (Teacher Center). Perkembangan kurikulum yang terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa zaman berkembang sangat pesat. Arah dan tujuan pengembangan kurikulum di Indonesia lebih fokus pada pembukaan segala akses kepada siswa disertai dengan materi pendidikan yang berfokus pada pengembangan diri siswa. Teknologi itu bermula dari pemikiran manusia, dan berperan dalam menyongsong pembelajaran di era saat ini.

Model pembelajaran era society 5.0 juga menekankan 4C dimana siswa dapat berpikir kritis, pandai berkomunikasi, mampu berkolaborasi, dan memiliki kemampuan kreatif yang tinggi. Selain itu, penyesuaian dan penerapan strategi ini tentunya memerlukan model pembelajaran yang mendukung keterampilan era ini. Sebab, keterampilan tersebut memungkinkan lulusannya dapat diterima di masyarakat. Terdapat tujuh model pembelajaran yang dapat dipilih oleh guru untuk pembelajaran di era 5.0 yaitu Discovery Learning, Inquiry Learning, Problem Basic Learning, Project Basic Learning, Production Based Training, Teaching Factory, dan Model Blended Learning. Melihat pada tujuh model pembelajaran di atas, penerapan kurikulum merdeka dalam pendidikan memiliki tempat yang sangat penting di era 5.0. selain itu adanya proyek Pancasila dibuat untuk membantu siswa memperoleh kompetensi pengetahuan yang berkarakter pancasila serta terintegrasi teknologi dan adaptif dan telah terbukti penting untuk semua situasi. 

KESIMPULAN 

Era society 5.0 menuntut masyarakat agar mampu menyelesaikan berbagai masalah atau dinamika sosial dengan memanfaatkan teknologi seperti Internet of Things (IoT), Artificial Intelligence (AI), teknologi robot, bahkan big data. Tantangan seperti ini muncul dalam berbagai sektor atau bidang terutama pada pendidikan. Faktor inilah yang menjadi terjadinya perubahan kurikulum di Indonesia. Sudah banyak negara yang selalu melakukan inovasi terhadap kurikulum yang telah dibuat sebelumnya, yang mulanya telah dianggap ideal tetap saja memiliki kekurangan sehingga diperlukan perubahan, pergantian bahkan penyempurnaan. 

Kurikulum merdeka belajar hadir sebagai jawaban atas terjadinya transformasi komprehensif pada keseluruhan aspek, terutama tuntutan sumber daya manusia yang mampu bersaing dan beradaptasi. Pembelajaran yang bersifat monoton menjadi penghalang bagi siswa untuk menunjukkan kemampuan serta kompetensinya. Kurikulum merdeka belajar akan mengganti metode belajar yang awalnya dilaksanakan di ruang kelas menjadi pembelajaran di luar kelas. Model pembelajaran era 5.0 juga menekankan siswa untuk membentuk keterampilannya secara mandiri. Guru dapat menggunakan model pembelajaran abad ke 21 dalam penerapan kurikulum merdeka belajar di sekolah. Pendidikan di era ini juga menuntut pengetahuan (knowledge) dan teknologi (technology) dalam perkembangan siswa yang akan menjadi sumber daya manusia di masa depan. Maka siswa diharapkan memiliki keterampilan 4C yang terdiri dari critical thinking, communication, collaboration, dan creativity untuk dapat beradaptasi dalam keadaan apapun. 

*) Mahasiswa Program Pascasarjana Prodi Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Ganesha