Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Mengintip Pasar Kuliner Kemiren yang Sediakan Kue dan Makanan Tradisional Segar

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Setiap Minggu pagi, sebuah gang yang ada di Dusun Krajan, Desa Kemiren, Kecamatan Glagah mendadak ramai dikunjungi ratusan orang. Di tempat ini, warga setempat berjualan beraneka ragam makanan. Mereka yang datang tak hanya dari desa sekitar, namun juga dari beberapa desa lainnya.

AROMA gurih santan berpadu dengan rempah-rempah tercium pekat sejak dari ujung gang yang ada di Dusun Krajan, Desa Kemiren, Pagi itu di salah satu sisi gang ada seorang pedagang perempuan yang tengah sibuk mengirisi lontong berbentuk kotak. Dengan cekatan, wanita itu menuangkan satu entong kuah kare beserta isinya membasahi seluruh irisan lontong.

Para pembeli yang ada di depanya tampak tak sabar menunggu giliran lontong karenya selesai dibuat. Di sebelahnya lagi, ada wanita paruh baya yang juga tengah sibuk mengirisi lupis sebelum dipisahkan ke dalam piring-piring yang sudah ditutup dengan kertas minyak.

Usai lupis terpotong, tangan kananya langsung memercikan gula merah cair yang sudah disiapkan di dalam botol. Kesibukan warga yang berdagang aneka jajanan dan makanan lokal khas Banyuwangi ini terlihat hampir sepanjang jalan di gang yang oleh warga setempat dinamai lurung cilik itu.

Aneka rupa jajanan seperti lupis, gulali, horog-horog, jenang, ketan duren, putu, lepet dan lainya tampak tersaji hangat di sepanjang jalan. Masakan untuk menu sarapan seperti pecel pitik, lontong kare, sego janganan dan urap-urap juga terlihat di sela-sela pedagang jajanan.

Dari wajah mereka yang datang, mereka sangat menikmati hidangan yang mereka santap. Alih-alih jalan-jalan pagi, para pengunjung memanfaatkan gang tersebut untuk  berwisata kuliner.

Karena setelah dari satu pedagang, para pembeli tersebut masih terlihat hinggap di satu pedagang dan pedagang lainya. “Ada banyak makanan yang sudah jarang ditemui. Adanya ya di sini. Kalau dibandingkan di kota, harganya lebih murah. Masakanya juga segar,” ujar Yuni, salah seorang pengunjung.

Tak hanya pembeli yang menikmati kehadiran  pedagang makanan khas, para pedagang yang menjajakan makanan juga terlihat senang dengan banyaknya pembeli.  Seperti yang diungkapkan  Susiyati, 45, salah seorang pedagang jajanan tradisional.

Sejak adanya pasar yang dibuka mulai awal tahun 2018 itu, dia  memiliki penghasilan tambahan rutin setiap minggu. Susiyati sendiri berjualan gulali, pepes tawon dan precet pisang yang disajikan sederhana di atas meja kayu.

“Kalau gulali ini masaknya mulai kemarin, soalnya tidak bisa mendadak. Ya karena jualan di pasar jadi ada kegiatan setiap minggunya,” jelasnya.

Istikanah, 35, pedagang lainya menambahkan semua orang yang berjualan adalah warga sekitar. Mereka menjual makanan apapun yang bisa buat. Mulai dari kue tradisional sampai masakan tradisional. Hanya saja, jika ingin cepat laris memang harus menyajikan menu yang berbeda dan khas.

Seperti yang disajikan Istikanah yang menjual sate jamur dan sate usus. Per tusuknya dihargai Rp 1.000. Pembeli yang datang  bebas membeli dengan jumlah berapapun. Dalam sehari berjualan, dia menyajikan 200 tusuk sate jamur dan sekitar 50 tusuk sate usus. Semuanya selalu habis dalam sehari berjualan.

“Kalau saya aslinya berjualan rujak soto, Cuma kalau setiap pasar minggu jualanya  sate usus dan jamur. Di Olehsari saya juga jualan kalau malam minggu. Sama-sama laris, jadi jualan ini terus,” ujar wanita bertubuh subur itu sambil tersenyum.

Pedagang lainya Yati, menuturkan,  selain menyediakan makanan tradisional yang jarang dijual di tempat lain, makanan yang disediakan harus segar. Seperti lontong kare.  Dia memasak dini hari. Jadi ketika pasar mulai buka di pagi hari, sayur kari beserta ayam dan telur yang dijual masih dalam kondisi segar.

Selain memiliki pendapatan tambahan setiap minggu, Yati mengaku sering mendapatkan order makanan dari para pelangganya. Karena itu, dia berharap pasar tersebut bisa tetap konsisten. Karena setiap minggu pembeli selalu bertambah. ”Saya jualan paling lama dua jam sudah habis, jadi memang banyak yang beli,” kata Yati.

Sementara itu, berkah pasar minggu di Gang Lurung Cilik itu juga dirasakan oleh para pemuda yang menjaga parkir para pengunjung. Taufik Hidayat, salah seorang pemuda mengatakan, pendapatan bersihnya untuk tiga jam menjaga parkiran mencapai Rp 90 ribu.

“Tempat parkiranya ada dua, yang di dekat balai desa dan bagian barat. Saya di barat sama tiga orang teman,” ujarnya.