Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Mocoan Lontar Bisa Semalam Suntuk

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

BENCANA merupakan bagian dari cobaan yang diberikan Tuhan kepada umatnya. Tujuan-nya tentu saja ingin mengetahui seberapa kuat keimanan atas karunia yang diberikan oleh Sang Pencipta selama ini. Seperti hal yang dilakukan masyarakat Banyuwangi yang tinggal di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah.

Cara unik untuk mengusir bencana di antaranya dengan menggelar tradisi membaca lontar. Namun lontar yang dibaca buka lontar biasa. Didalamnya terdapat riwayat dan kisah perjalanan Nabi Yusuf. Lontar yang dikenal masyarakat sekitar sebagai lontar Yusuf ini ditulis menggunakan huruf Arab dan bahasa Jawa kuno.

Tulisan Arabnya ditulis dengan gaya gandul. Menilik tradisi ini, dapat diketahui bahwa apa yang dilakukan masyarakat tersebut merupakan akulturasi sebuah budaya. Tradisi ini merupakan perpaduan budaya Jawa dan Islam. Setidaknya ini dapat terlihat dari prosesi dan gaya membaca kitab tersebut. Sebelum ritual, didahului selamatan dengan menyajikan masakan dan hasil bumi.

Di sana juga terdapat meja kecil tempat makanan dan lontar diletakkan.     Setelah diawali dengan memba-ca doa, pembaca yang biasa terdiri lebih dari satu orang berkumpul membentuk formasi lingkaran. Di bagian tengahnya diletakkan makanan yang kemudia disantap usai memanjatkan doa. Prosesi selanjutnya adalah menyalakan api tangkep yang ditaburi kemenyan.

Sebelum dibaca lontar, diasapi di atas api tangkep selama beberapa menit. Selanjutnya lontar di-baca dengan meletakkan pada bantal yang telah dibungkus dengan kain lawon. Giliran pertama untuk membaca biasanya diserahkan kepada orang yang dianggap senior. Tradisi yang unik. Sebab, lon-tar memakai huruf Arab, tetapi bahasanya Jawa.

Untuk melengkapi proses pembacaan lontar, pembaca wajib menggunakan baju khusus. Selain itu layaknya qiroah, membaca lontar juga ada jenis lagu (gending) yang dimainkan. Gending tersebut di antaranya asmarandana, sinom, pangkur, dan durmo. Proses ini sendiri dilakukan semalam suntuk. Tidak ada batas bagi pembaca untuk berapa lembar lontar yang dibaca. Untuk menghindari ngantuk, biasanya disuguhi dengan makanan dan kopi. Sebab, mereka dilarang beranjak dari tempat-nya hingga usai acara. (radar)