Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Hukum  

Muhamad Abdullah, Oknum Wartawan Pemeras asal Jember

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

muhammadMantan Juru Tagih yang Tidak Lulus Sekolah Dasar Ulah Muhamad Abdullah, 35, oknum wartawan Tabloid Waspada ini sempat membuat PWI Banyuwangi dan AJI Cabang Jember-Banyuwangi meradang. Sebab, aksi oknum asal Dusun Puring, Desa Slawu, Kecamatan Patrang, Jember, yang memeras warga Rp 25 juta itu dianggap mencoreng insan pers.

MUHAMAD Abdullah terlihat terus menundukkan kepala. Meski m e ngenakan cadar, saat ekspose di Mapolres Banyuwangi Jumat (24/1) lalu, dari lubang pembungkuskepalanya masih terlihat jelas tatapan matanya kosong. Sesekali pria yang mengaku tinggal di Dusun Puring, Desa Slawu, Kecamatan Patrang, Kabupaten Jember, itu melirik para wartawan yang banyak mengamatinya.

“Saya itu tidak pernah memeras, tapi orangnya yang akan memberi uang agar beritanya tidak dimuat,” dalih Abdullah. Abdullah yang mengaku wartawan Tabloid Waspada, Jember, itu ditangkap polisi Senin pekan lalu (20/1) karena diduga memeras SR dan Y. Pasangan bukan suami istri itu pernah diminta membayar Rp 35 juta agar beritanya tidak dimuat di tabloid tersebut.

Orangnya akan memberi Rp 1 juta, Rp 2 juta, dan Rp 5 juta,” katanya. Dengan suara lirih, Abdullah mengaku sudah sering diberi arahan oleh pimpinannya agar tidak minta uang kepada narasumber. “Karena terus ditawari, saya mau tidak menulis berita perselingkuhannya asal ada syarat, yakni membayar Rp 35 juta, lalu disepakati Rp 25 juta,” sebutnya. Dari nilai Rp 25 juta itu, korban telah mem bayar Rp 15 juta yang diserahkan me lalui transfer bank BCA.

Selanjutnya, kekurangannya yang Rp 10 juta akan diberikan Senin (20/1) di Sraten (Desa Sraten, Kecamatan Cluring). “Saat janjian bertemu untuk membayar kekurangan itu, ternyata saya dijebak dan ditangkap polisi,” cetusnya. Dengan penuh percaya diri, Abdullah menyatakan dirinya memang wartawan yang mengerti kode etik wartawan dan paham undang-undang (UU) tentang pers. Dalam tugasnya sebagai jurnalis, dirinya bertugas di pos kriminalitas. “Wilayah liputan luas, tabloid kami itu media internasional,”katanya.

Pengakuan itu sempat membuat beberapa polisi terperangah. Apalagi, Abdullah mengaku baru tiga bulan bergabung dengan Tabloid Waspada yang berkantor pusat di Jember tersebut. Sebelumnya, Abdullah mengaku bekerja sebagai debt collector (juru tagih) di salah satu perusahaan leasing. “Saya punya banyak teman wartawan, katanya jadi wartawan itu enak,” ujarnya. Sebagai tukang tagih, Abdullah hampir tiap hari nongkrong dengan para wartawan.

Di antara para wartawan itu ada yang menyarankannya bergabung meski dirinya hanya protolan SD. “Saya tidak punya ijazah SMA. SD saja tidak tamat, tapi itu katanya tidak masalah,” sebutnya. Untuk menjadi wartawan, Abdullah mengaku diminta membayar uang Rp 200 ribu. Uang sebesar itu digunakan mengisi kas di medianya. “Setelah mengisi uang kas media, saya diberi ID Card oleh pimpinan dan diangkat menjadi wartawan,” jlentrehnya.

Dengan status wartawan yang dilengkapi ID Card dan kamera saku, Abdullah hunting ke sejumlah daerah untuk mencari berita. Dalam bekerja, dia mengaku mendapat pos di wilayah Kabupaten Lumajang dan Jember. “Saya ke Banyuwangi ini sebenarnya main ke rumah saudara dan sekalian liputan,” katanya. (radar)