Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

PDAU Tidak Mampu Setor PAD

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

paudPendirian Perusahaan Daerah Aneka Usaha (PDAU) Blambangan oleh Pemkab Banyuwangi sebenarnya untuk menambah pundi pendapatan asli daerah (PAD). Kenyataannya, perusahaan yang menangani beberapa unit usaha itu malah tidak bisa berbuat banyak.

SUMBANGAN PDAU untuk PAD beberapa tahunterakhir terus mengalami penurunan cukup signifikan. Sejumlah unit usaha yang dikelola tidak produktif dan malah ada yang tidak beroperasi. “Pendapatan menurun terus,” cetus Plt Direktur PDAU Blambangan, Ir. Kusuma. Kusuma membeberkan menurunnya pemasukan PDAU itu karena ada aset yang tidak bisa dikelola secara maksimal.

Bahkan, ada yang tidak bisa dikelola sama sekali, seperti kebun kopi di Desa Kalibaru Manis, Kecamatan Kalibaru. Areal kebun kopi itu cukup luas. “Kebun kopi itu luasnya sekitar 78 hektare,” sebutnya. Kebun kopi itu, jelas dia, sejak 2001 lalu sudah tidak bisa dimanfaatkan. Hampir semua aset milik PDAU di kebun kopi itu dikuasai rakyat. Produksi kebun kopi sebenarnya sangat bagus. Saat dikelola PDAU, kebun kopi itu mampu menghasilkan 50 ton kopi per tahun.

“Setelah tanahnya dikuasai rakyat, tidak ada pendapatan sama sekali,” katanya. Menurut Kusuma, pendapatan lain yang dianggap cukup besar adalah dari Wisma Blambangan. Dengan 19 kamar yang ada, hotel pelat merah itu pendapatan kotor bisa tembus Rp 350 juta per tahun. “Bisa disetor ke PAD sekitar 30 persen,” ungkapnya. Kedua unit usaha yang pernah menjadi andalan PDAU itu kini tidak bisa diharapkan.

Wisma Blambangan sejak Juli 2012 lalu tidak beroperasi karena sedang diperbaiki. “Khusus  Wisma Blambangan, sejak 2012 lalu dibuatkan badan usaha sendiri dan keluar dari PDAU,” ujarnya. Hilangnya dua unit usaha PDAU itu menyebabkan PDAU hanya mengelola kebun kelapa di Desa Kedungrejo, Kecamatan Muncar. Di kebun yang luasnya 78 hektare itu ada sekitar 6.700 pohon kelapa.

“Hasil kebun kelapa itu banyak diolah menjadi gula merah,” sebutnya. Pendapatan dari kebun kelapa itu, jelas dia, setiap bulan bisa Rp 24 juta hingga Rp 25 juta, atau sekitar Rp 300 juta hingga Rp 350 juta per tahun. “Pendapatan ini masih kotor, karena masih harus dipotong gaji karyawan dan keperluan kantor,” ungkapnya. Bagaimana dengan percetakan? Percetakan termasuk unit usaha yang dikelola PDAU Blambangan.

Hanya, usaha itu juga sudah tidak bisa beroperasi secara maksimal. Peralatan cetak, ada yang sudah aus dan perlu peremajaan. “Pemasukan dari percetakan hanya Rp 5 juta per bulan, karena habis untuk menggaji karyawan,” katanya. Unit usaha percetakan itu tampaknya juga sulit dikembangkan kalau tidak ada peremajaan peralatan. Saat ini, mesin kantor PDAU di Jalan Cakalang, Kelurahan  Kepatihan, Kecamatan Banyuwangi, banyak yang sudah usang dan rusak. “Peralatan cetak itu hasil pengadaan tahun anggaran 2004,” sebutnya.

Salah satu alat cetak yang ada, sebut dia, adalah mesin off set (cetak), mesin numerator, mesin potong, dan mesin rekam. “Saat dibeli pada masa Bupati Banyuwangi Samsul Hadi itu, mesin potong dan mesin numerator itu dibeli dalam kondisi bekas,” terangnya. Dengan kondisi seperti saat ini, Kusuma menyebut sangat berat bagi PDAU untuk setor ke PAD. “PDAU sebenarnya sudah bangkrut sejak 2009 lalu.

Tetapi, kita setiap tahun masih bisa menyetor dana untuk PAD meski tidak memenuhi target,” ujarnya. Kusuma menyebut, perusahaan yang dia kelola dalam kondisi koma tersebut, pada tahun anggaran 2011 hanya bisa setor ke PAD sebesar Rp 35 juta. Pada tahun anggaran 2012 lalu, PDAU hanya mengirim pundi-pundi sebesar Rp 15 juta. “Setoran menurun karena pendapatan juga menurun,” dalihnya. PDAU yang tidak mampu setor ke PAD pada tahun anggaran 2013 ini disesalkan Ketua Komisi III Made Cahyana Negara.

“Itu sangat disayangkan. PDAU seharusnya mampu mendongkrak PAD, tapi kok terus menurun. Tahun ini malah tidak mampu setor,” terang anggota dewan yang menangani keuangan itu. Cahyana meminta eksekutif cepat menyelesaikan masalah PDAU. Apalagi, aset yang dimiliki PDAU masih cukup banyak dan menyebar di beberapa daerah. “Itu kebun kopi di daerah Kecamatan Kalibaru malah dibiarkan. Direbut orang kok hanya diam,” kecamnya.

Menurut Made, anggota dewan sebenarnya sudah beberapa kali melakukan evaluasi mengenai PDAU. Sayang, pemkab terkesan kurang serius menangani masalah tersebut. “Kita sudah carikan beberapa solusi, tapi eksekutif hanya diam,” katanya. Untuk memperbaiki PDAU, Made menyebut, langkah yang harus dilakukan adalah menata ulang perusahaan tersebut. Penataan itu meliputi manajemen, aset, dan para pengelola. “PDAU sangat diperlukan bagi Banyuwangi. Bila dimanfaatkan secara baik, pasti akan bagus,” ungkapnya. (radar)