Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Perjalanan Tunggul Harwanto Memupuk Literasi Masyarakat Banyuwangi

perjalanan-tunggul-harwanto-memupuk-literasi-masyarakat-banyuwangi
Perjalanan Tunggul Harwanto Memupuk Literasi Masyarakat Banyuwangi

BANYUWANGI, KOMPAS.com – Tunggul Harwanto bukan nama asing dalam dunia literasi di Banyuwangi, Jawa Timur.

Namanya cukup akrab di telinga, terutama terkait pengembangan literasi masyarakat di wilayah ujung timur Pulau Jawa tersebut.

Bersama sang istri, Nurul Hikmah dan tiga orang lainnya, Tunggul menginisiasi berdirinya Rumah Literasi Indonesia yang berlokasi di Dusun Gunung Remuk, Desa Ketapang, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi.

Baca juga: Mengenal SDN 004 Sungai Limau yang Jadi Sasaran Jagat Literasi Kompas.com di Perbatasan RI-Malaysia

“Rumah Literasi Indonesia awalnya berdiri lewat komunitas, inisiatornya istri saya, Nurul Hikmah yang mengembangkan rumah belajar dari teras rumah pada 2011,” kata Tunggul mengawali ceritanya, Minggu (10/8/2025).

Diceritakan Tunggul, kondisi kala itu sangat sederhana. Di teras rumah yang terletak di sebelah kandang sapi dengan rumput tinggi yang dibiarkan begitu saja oleh pemiliknya.

Baca juga: Perjuangan Hikmah Tingkatkan Literasi Warga Desa dari Rumah Baca

Kandang sapi tersebut adalah milik seorang guru. Meski banyak diminati masyarakat untuk dibeli, namun enggan dilepas sebab ingin tanah itu dibeli dan dimanfaatkan untuk pengembangan masyarakat.

“Pemilik ingin tanahnya dibeli bapaknya Hikmah (istri Tunggul) karena bapaknya Hikmah memiliki cita-cita untuk pengembangan pendidikan dan sosial dengan mendirikan perpustakaan atau rumah belajar,” tuturnya.

Singkat cerita, tanah tersebut akhirnya terbeli dan benar-benar dimanfaatkan untuk mendukung pengembangan literasi masyarakat.

Kandang sapi dibersihkan, semak belukar dihilangkan dan kemudian disulap dengan mendirikan dua pondok kecil yang digunakan anak-anak sebagai tempat belajar.

Namun demikian, perjalanan rumah baca tersebut tak serta merta diterima seluruh masyarakat, masih terdapat resistensi dari masyarakat terkait kegiatan yang dilakukan.

“Ngapain belajar di taman baca, kenapa tidak di sekolah. Pendidikan di daerah sini rata-rata SD maksimal SMP sehingga belum aware tentang literasi. Tantangannya masyarakat belum bisa memahami pendidikan yang inklusif,” tuturnya.


 

Page 2

Masyarakat belum memahami bagaimana peran taman baca dapat berkontribusi untuk perkembangan pengetahuan dan keterampilan anak-anak karena SDM yang rata-rata masih rendah, sementara anak-anak kurang sumber belajar.

Sebelum taman baca berdiri, anak-anak sering bingung untuk belajar di mana. Sebab, satu-satunya ruang belajar hanya di sekolah, padahal di luar jam pelajaran, mereka butuh ruang lain.

“Ruang untuk menyalurkan ekspresi hingga melatih pengetahuan. Kehadiran taman baca sangat diperlukan,” ujarnya.

Perlahan, dengan metode pendekatan yang disukai anak-anak dan peningkatan literasi yang terjadi, rumah belajar tersebut kian diminati, dan pada 2014, rumah belajar tersebut berkembang menjadi komunitas Rumah Literasi Banyuwangi yang melibatkan para anak muda yang terkumpul dari komunikasi di media sosial.

“Saat itu, saya yang sebelumnya juga aktif di kegiatan pendidikan dan sosial, masuk mendesain beberapa program,” tuturnya.

Baca juga: Sinergi Industri dan Perguruan Tinggi Tingkatkan Literasi Pangan Masyarakat

Program utama Rumah Literasi Indonesia adalah Gerakan 1.000 rumah baca, dan untuk mewujudkannya, mereka berkeliling Banyuwangi untuk kampanye mengajak publik terlibat dan menginisiasi taman baca di masyarakat.

“Mulai 2014, pada 2017 kami menginisiasi 50 taman baca dari ujung utara ke selatan Banyuwangi. Ini perjalanan spritual yang luar biasa,” ungkapnya.

Baca juga: Di Tepian Hutan Wonogiri, Aksi Kata ke Nyata Gelorakan Semangat Literasi

Di sana, masyarakat saling bahu membahu menjadi relawan berdirinya taman baca di berbagai titik di Banyuwangi, mulai dari menyumbangkan buku bahkan menyediakan lahan untuk lokasi taman baca.

Tiga tahun tersebut gerakan ke masyarakat untuk mengkampanyekan taman baca cukup dimasifkan, terlebih saat itu tak ada komunitas lain yang mengkampanyekan literasi.

“Kita masuk ke sekolah, namun sekolah belum memahami konteks literasi,” tuturnya.

Tiga tahun, program pengembangan literasi berkembang dengan baik, yang kemudian menarik minat banyak pihak untuk bekerja sama dan mendukung program tersebut.

Komunitas tersebut pada akhirnya resmi berbadan hukum dan sah menjadi Rumah Literasi Indonesia pada tahun 2018.

 

Page 3

Tak lagi menyisipkan Banyuwangi pada namanya, sebab jaringan Rumah Literasi Indonesia telah berkembang, tak hanya di Banyuwangi, melainkan Jember, Situbondo, Bondowoso dan beberapa kota lainnya di Indonesia.

“Kami memiliki sembilan pokok program Rumah Literasi Indonesia, salah satunya book buster,” terangnya.

Program tersebut adalah menyalurkan bantuan donatur berupa buku sebagai sumber belajar di teman-teman baca yang ada di pelosok. Uniknya, program tersebut melibatkan klub motor dan traveler.

Baca juga: Di Tepian Hutan Wonogiri, Aksi Kata ke Nyata Gelorakan Semangat Literasi

Setiap enam bulan sekali, anggota klub motor akan terlibat dalam kegiatan sosial penyaluran buku-buku tersebut ke berbagai titik rumah baca.

“Mereka bertemu langsung, melihat potret pendidikan di pelosok, mereka berkontribusi untuk menyalurkan buku-buku untuk mengikis kesenjangan terhadap akses belajar, khususnya buku berkualitas untuk bacaan anak-anak,” ujarnya.

Buku yang disalurkan pun bermacam-macam, mulai dari buku bacaan anak, ensiklopedia, sejarah, sains, psikologi terapan, dan banyak jenis buku berkualitas lainnya.

Baca juga: Upacara Bendera Merah Putih di SDN 004 Sebatik Tengah, Awali Ekspedisi Jagat Literasi di Kaltara

Sebab, diakui Tunggul, selama ini negara banyak absen terkait pendidikan, sehingga Rumah Literasi Indonesia memastikan ruang lembaga tersebut harus bisa mewadahi anak muda yang punya kontribusi efektif apabila dirangkul.

“Relawan muda banyak, di Banyuwangi banyak yang peduli. Hanya, wadahnya berusia pendek lalu buyar. Kami tidak ingin komunitas literasi Indonesia hanya momentum saja tapi berlangsung sepanjang hayat,” ucapnya.

Dia ingin lembaga tersebut menjadi salah satu alternatif di masyarakat untuk mengatasi beragam persoalan, tidak hanya pendidikan, namun masyarakat secara inklusif terlibat apapun profesinya dan latar belakang pendidikannya.

Menurutnya, semua orang punya semangat dan siap menjadi seorang guru apabila bersedia berbagi dan siap belajar ketika harus mengasah pengetahuan dan keterampilannya.

“Pengembangan kurikulum hijau menjadi target kita di 2025 dan banyak dari roadmap kami telah tercapai. Pada 2026 target kami memastikan pencegahan kekerasan harus betul-betul kita selesaikan di Banyuwangi terutama Ketapang menjadi percontohan,” urainya.

Dan sepanjang 2025-2030, Rumah Literasi Indonesia akan mendukung pengembangan desa ramah serta peduli perempuan dan anak.

Dimulai dari peran komunitas termasuk rumah baca supaya mendukung pendidikan anak sejak dini sehingga ketika tumbuh dewasa punya kesempatan penghidupan yang lebih baik.

“Ketika sudah bekerja bisa berkontribusi untuk kampungnya sendiri,” harapnya.

Dia juga ingin memastikan apapun yang menjadi praktik baik yang sudah dilakukan dapat semakin diterima. Komunitas jejaring juga bisa mengadopsi, menyebarkan dan meniru kegiatan kemandirian berkelanjutan Rumah Literasi Indonesia.

Ke depan, ia berharap keterlibatan pemerintah, orangtua dan sektor swasta berjalan bersama agar iklim pendidikan memiliki arah yang jelas dan satu tujuan.

“Kegiatan yang saat ini masih berhenti di seremonial, apabila pemerintah membuat kegiatan yang berdampak dan mau bersinergi, pendidikan kita akan lebih baik,” pesannya.

Ia juga berharap, Banyuwangi yang telah dikenal sebagai daerah wisata dapat terus berkembang dari sisi eduwisatanya serta memiliki jujugan toko buku yang lengkap sebagai sumber belajar.

“Kalau cuma disuguhi tontonan, senangnya sesaat, uang habis untuk sebentar saja tapi jiwanya kosong. Kekerasan muncul, pernikahan dini, serta individualistik. Kita harus menemukan kembali arah pendidikan kita,” ajaknya.

Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!