Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Ranting Kayu Disulap Jadi Kursi Antik

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

TINGGAL di pedesaan tepi hutan tidak membuat  Muhammad Anas, 48, dan ibunya Kamidah, 60, warga Dusun Ndarungan, Desa Tegalarum, Kecamatan Sempu, kehabisan akal untuk bisa bertahan hidup. Limbah kayu dan bambu yang cukup melimpah di sekitar rumahnya dianggap berkah.

Lelaki berjenggot lebat itu pun memutar otak agar bisa memanfaatkan limbah itu hingga bisa mendatangkan rupiah. Ranting pohon mahoni dan bambu yang berserakan, pada tahun 2005 itu dikumpulkan. Setelah dipotong berukuran kecil, ditata di lantai.

“Bulatan ranting pohon yang dipotong, setelah ditata di lantai ternyata cukup menarik dan unik,” terang Muhamad Anas. Dari coba-coba itu, Anas mulai menciptakan kreasi dengan membuat kap lampu. Awalnya, kap lampu yang dibuat cukup sederhana dan hanya ditempeli potongan ranting kayu pakai lem dan dilapisi pelitur.

Selanjutnya, kap lampu kreasinya itu ditawarkan kepada perajin. Ternyata menakjubkan. Sebab, karyanya diminati pemilik art shop di Bali. Anas pun mendapat pesanan kap lampu cukup banyak. “Mulai saat  itu saya baru berani menerima karyawan,” katanya.

Setelah kreasinya banyak bermunculan di art shop, Anas kembali berkreasi dengan menciptakan produk baru, yakni membuat kursi dan hiasan dekorasi pengantin. Kursi dan dekorasi pengantin itu juga tidak lepas dari tempelan potongan ranting kayu dan bambu.

“Kita beri potongan buah mahoni lebih menarik,” terangnya. Potongan buah mahoni itu, selain corak dan bentuknya bagus, juga kuat dan tahan lama karena tidak akan dimakan rayap. Bahan dasar pembuatan kursi dan dekorasi pengantin itu adalah triplek dengan tebal satu centimeter.

“Desain kursi dan dekorasi dikerjakan tukang yang sudah ahli,” terangnya. Setelah bentuk kursi dan dekorasi pengantin selesai, baru ditempeli potongan ranting kayu dan buah mahoni. “Butuh kesabaran dan ketelatenan dalam mengerjakan, tidak bisa terburu-buru agar hasilnya maksimal,” sebut Kamidah, orang tua Anas.

Semua hasil kreasi yang dia ciptakan itu masih dikerjakan dengan peralatan sederhana dan manual. Satu set kursi pojok lengkap meja kreasinya dijual Rp 2,5 juta. Sementara itu, dekorasi pengantin lengkap dengan kursi dijual seharga Rp 15 juta.

Kursi antik dan dekorasi pengantin itu pemesannya dari berbagai daerah di Kabupaten Banyuwangi. Sejak ada penyelenggaraan pameran Banyuwangi Festival (B-Fest), karyanya mulai diminati di beberapa kota di Jatim, seperti Kabupaten Jember, Situbondo, Bondowoso, dan Lumajang.

“Sering ikut pameran dan hasilnya lumayan, makin dikenal dan banyak orang pesan,” ujar Anas. Selama menekuni usaha ini, Anas mengaku punya pengalaman pahit. Saat ada pesanan dari Jember, tidak diminta uang muka dan akhirnya pemesanan digagalkan.

“Saya  empat bingung, kursi sudah jadi pesanan dibatalkan, padahal modal sudah sangat tipis,” ungkapnya. Kendala dari usahanya itu adalah saat musim penghujan. Sebab, kerajinan yang dia tekuni itu membutuhkan sinar matahari saat pengeringan. “Kalau tidak kering, bisa gagal mengejar target,” katanya. (radar)